Jurnalinspirasi.co.id – Innalillahi wainna illahi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah, Abang kita tokoh panutan HMI dan KAHMI Sahar L Hasan, pada hari Ahad 3 Desember 2023, tengah malam sekitar pkl 00.44 Wib, beliau menghembuskan napas terakhir di RS Hermina Ciputat, Jaksel. Insya Allah beliau wafat dengan tenang dan husnul khotimah.
Sesama warga HMI dan KAHMI, barangtentu kita sangat sedih dan merasa kehilangan salah seorang tokoh Panutan lagi di komunitas alumni HMI dan warga KAHMI.
Saya berani mengatakan, almarhum adalah sosok dan figur yang menjadi panutan, digugu dan ditiru perilakunya, sebab selama menjadi aktivis HMI di era tahun 1980an, almarhum abang Sahar adalah kader insancita HMI yang kritis, pemberani, hidup sederhana, teguh pendirian, dan memiliki integritas yang sungguh amat terpuji, di mata saya.
Hal itu, selama ber-HMI saya amati hingga sekarang, sejak aktif di organisasi KAHMI pun gaya hidup (life style) tetap bersahaja atau berpenampilan sederhana, walaupun dia termasuk salah seorang alumni HMI yang sukses berwirausaha.
Terakhir yang saya tahu, di masa dewasa dan tuanya tetap aktif berdakwah dan berwirausaha, menghidupi keluarganya dengan bisnis penerbitan dan percetakan buku-buku, terutama buku keagamaan Islam, jika saya tak keliru nama penerbitnya “Insan Grafika Press” beralamat di Jakarta.
Ketika saya aktif di HMI Cabang Bogor periode thn 1983-1984 sebagai Sekum, kemudian berlanjut aktif dalam kepengurusan HMI Badko Jawa Barat masa transisi thn 1985-1986, saya diberi amanah sebagai Sekretaris dari hasil reshuffle personil kepengurusan dari kepemimpinan sahabat saya Ketua Umum Badko Jawa Barat sdr. Jayadi Kamrasyid, mahasiswa Fapet UNPAD Bandung waktu itu, kini beliau sudah almarhum, dan semoga Allah SWT menempatkan arwahnya di tempat mulia Surgajannatunnaim, Alfatihah, Aamiin YRA.
Selama saya aktif dalam 2 kepengurusan itulah, saya berkesempatan berinteraksi langsung dengan Abang kita Sahar L Hasan, mengenalnya agak lebih dekat.
Beliau, abang Sahar dimasa itu, jika saya tak keliru, jabatan kepengurusan di Pengurus Besar (PB) HMI adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Nasional (MPN) PB HMI. Jika tidak salah, fungsi dan perannya MPN menurut AD dan ART HMI, cukup strategis dan menentukan dalam merumuskan dan merekomendasikan isu-isu strategis dan solusinya yang disampaikan sebagai masukan kepada PB HMI untuk ditindaklanjuti dan atau dieksekusi.
Di masa kepemimpinan Ketua MPN PB HMI, abang kita Sahar L Hasan, salah satu tugas dan sekaligus kewajiban yang teramat berat, krusial dan menegangkan adalah pemaksaan Azas Tunggal Pancasila oleh rezim Orde Baru yang “top down policy”, otoriter dan represif, sebab telah lahir UU Keormasan Nomor 8 tahun 1985, dimana setiap Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Indonesia, wajib hukumnya berazaskan Pancasila, dan harus tercantum di dalam setiap Anggaran Dasar (AD) dan Angatan Rumah Tangga (ART) Ormas tersebut, tanpa kecuali dan termasuk HMI didalamnya, wajib menerimanya, jika tidak terancam sanksi “pembubaran” ormasnya.
HMI dalam Kongres ke-15 thn 1984 di Kota Medan, Sumatera Utara, terpilih Ketum PB HMI-nya abang Harry Azhar Azis dengan alot dan demokratis. Walaupun sudah diarahkan Pemerintah RI via Menpora RI, Abdul Ghafur secara persuasif sebelumnya tentang azas tunggal Pancasila, dimana peserta Kongres HMI dengan segala dinamikanya tetap istiqomah, mengukuhkan Azas ormasnya HMI tetap berdasarkan Islam sebagaimana sejak awal berdirinya pada tgl 5 Pebruari 1947 di Jogyakarta.
Namun setelah Kongres ke-16 HMI di Kota Padang Sumatera Barat, pada thn 1986, azasnya telah berganti dari Islam menjadi azas Pancasila, sedangkan Islam menjadi identitas organisasi HMI. Menurut saya solusi “jalan tengah”, kompromistik atau sikap moderat. Walaupun akhirnya, itu bukan solusi terbaik di kalangan internal HMI waktu itu.
Akibat cara pandang (mindset) dan pola bersikap berbeda tajam merespons azas tunggal Pancasila di kalangan aktifis HMI, terutama kaum elitenya. Apalagi, spirit dakwah Islamiyah di dalam kehidupan kampus baik di PTN-PTN maupun di PTS-PTS begitu maraknya, kader Rois berkembang di masjid-masjid kampus seperti di masjid Al Ghifari IPB berkembang pesat yaitu UKM Badan Kerohanian Islam (BKI) IPB, dimana saya pernah menjabat Sekumnya pada thn 1981-1982.
Alhasilnya HMI terkena imbasnya, militansi keislaman dan semangat jihad pun bangkit, sehingga terjadi polarisasi, menjadi 2 kubu yaitu PB HMI Dipo yang menerima azas tunggal Pancasila dibawah, Ketum PB-nya abang kita Ir. Muhammad Sholeh Khalid dari HMI Cabang Bogor, sedang kubu yang satu lagi “beroposisi”adalah PB HMI MPO, yang “menolak” azas tunggal Pancasila di ormas HMI, dibawah kepemimpinan Eggy Sujana SH, dari HMI Cabang Jakarta.
MPO singkatan dari “Majelis Penyelamat Organisasi”. Kedua kubu cukup eksis dan giat melakukan pengakaderan insancita HMI dan melakukan suksesi kepemimpinan nasional melalui Kongres HMI masing-masing, dengan bendera HMI yang sama, berwarna hijau-hitam dan gambar huruf alif ditengah-tengahnya yang bertuliskan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
Maaf, jika saya berpendapat salah, menurut UU Keormasan nomor 8 thn 1985 itu, seharusnya berdasarkan hukum PB HMI MPO itu “dibubarkan” Pemerintah RI ketika itu karena AD HMI berdasarkan Islam, akan tetapi hebatnya, dibiarkan hidup dan tetap eksis bergerak menyelenggarakan program-program dan kegiatan pengkaderan HMI di seluruh Indonesia.
Kita paham bahwa dalam perspektif politik, Pemerintah Orba sangat berkepentingan mungkin untuk menjaga ‘keseimbangan” sistem politik generasi muda muslim, dan atau “memperlemah” power HMI sebagai kelompok massa penekan (pressure group) ketika itu, wallahu ‘alam.
Alhamdulillah, kedua kubu PB HMI Dipo vs MPO dalam perjalanannya dinamika berorganisasinya tetap rukun dan damai, tanpa ada kedengaran konflik horizontal. Mereka berjalan, seolah-olah seiring dan sejalan, tetap harmoni dan bahkan bisa berkomunikasi pada batas-batas tertentu, sehinggga proses peningkatan kualitas kader HMI berjalan normal.
Cuma aspek kuantitas anggota HMI menunjukan ada gejala “penurunan”, kemungkinan mahasiswa baru di PTN dan PTS sebagai bakal calon anggota muda HMI agak kebingunan memilih HMI yang mana yang terbaik dan legal. Hingga rezim Orba jatuh pada 1995, polarisasi kepemimpinan PB HMI tetap berlangsung, berkemungkinan hingga sampai sekarang era pasca Reformasi polarisasi itu tetap berlangsung dan eksis.
Adanya polarisasi HMI, sebenarnya ada hikmah dan banyak manfaatnya, terasa untuk saat ini, dan mereka kedua kubu telah berbuat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairats). Mereka bekerja menjalankan roda organisasi tanpa ada gesekan atau friksi yang tak berarti.
Akhirnya, menurut saya, HMI di era Reformasi menuai panen kadernya yang melimpah, dimana kader kedua kubu banyak berkiprah dalam perpolitikan nasional, ikut mendirikan dan menjadi pimpinan Parpol di awal Reformasi, Pemiliu tahun 1999, dan bahkan ada diantara mereka menjadi pejabat negara dan aktivis NGO, serta pengacara terkemuka.
Sebut saja diantara beberapa nama seperti alm Prof.Dr.Harry Azhar Azis Ketua BPK RI aktif di Partai Golkar, anggota DPR RI MS Ka’ban aktif di PBB Menhut RI di era SBY, Bambang Susetio (Bamsut) aktif di Partai Golkar sekarang menjadi Ketua MPR RI, Tamsil Lindrung beliau aktif di PAN dan kemudian hijrah ke PKS, sekarang Wakil Ketua MPR RI, termasuk Dr.Anis R Baswedan mantan Gubernur DKI Jakarta sekarang menjadi salah seorang Capres RI tahun 2024, dan banyak lagi yang lain kader yang lain, yang cukup mashur seperti Prof.Dr.Eggy Sujana, SH.MH pengacara terkenal dan bernyali, diantaranya menangani kasus gugatan ijazah palsu Presiden RI bpk Jokowi di salah satu Pengadilan Negeri.
Apa yang saya narasi ringkas tentang dinamika pengkaderan HMI di era transisi dari Orba bergerak ke Orde Reformasi tersebut diatas adalah salah satu dampak positif (positif impact) dari arah kebijakan yang telah dirumuskan dan direkomendasikan MPN. PB HMI pada tahun 1985, “pertemuan Ciloto” yang diketuai oleh abang Sahar L Hasan, yang melahirkan buku putih berukuran sepertiga kertas polio berwarna sampul (cover) hijau-hitam dan huruf Alif (bertauhid) berwarna putih yang berjudul “Pandangan Kriris HMI Terhadap RUU Keormasan”, yang waktu itu sedang berproses di DPR RI, dan PB HMI ikut public hearing di gedung DPR RI Senayan Jakarta. Salah seorang petinggi HMI yang ikut serta barangtentu adalah abang Sahar L Hasan.
Saya masih ingat pertemuan atau rapat pleno MPN PB HMI pada tahun 1985 (bulannya saya lupa), bertempat di Ciloto Kawasan Puncak Bogor, yang waktu itu rapatnya dipimpin oleh abang Sahar L Hasan selaku Ketua MPN, dan saya AA salah seorang peserta utusan dari HMI Badko Jawa Barat.
Rapat MPN PB HMI yang digelar tersebut dalam rangka persiapan materi Kongres HMI ke-16 di Kota Padang, Sumbar, teristimewa sikap HMI, keputusan Kongres HMI menerima Azas Tunggal Pancasila, yang cukup alot dan memanas di jajaran internal kepengurusan HMI se Indonesia, terutama Cabang-Cabang besar seperti Medan, Padang, Bandung, Bogor, Jakarta, Jogyakarta, Surabaya, Mataram, Makasar, Ambon, Pontianak, Samarinda, dll.
Ketika rapat MPN PB HMI di Ciloto Kawasan Puncak Bogor tahun 1985, saya menyaksikan sendiri, ketika proses pengambilan keputusan berlangsung dalam rapat MPN PB HMI di Ciloto Bogor itu, kualitas dan kapasitas kepemimpinan abang Sahar L Hasan, tampak begitu menonjol. Walaupun orangnya sholeh, taat dan istiqomah dalam menjalankan syariah dan beraqidah Islam, jika berbicara orangnya tegas dan tampak keras retorikanya, kesan mujahidnya sangat kental.
Akan tetapi dalam merespons persoalan krusial kebangsaan, dimana ada pemaksaan penerapan Azas Tunggal Pancasila, agar tercantum dalam AD dan ART HMI, saya melihat penampilannya cukup tenang, alias “tidak meledak-ledak” tidak agitatif dari sosok Sahar L Hasan, orang etnis Bima NTB ini, dan tampak bersikap moderat.
Walaupun sesungguhnya tekanan, baik internal dan eksternal HMI sangat keras, yang dialami PB HMI era kepemimpinan Kakanda Harry Azhar Azis. Dalam arti kata lain, abang Sahar dkk sebagian besar anggota rapat pleno MPN PB HMI di waktu itu, tidak begitu mempersoalkan keluarnya UU nomor 8 thn 1985 tentang Keormasan tersebut, sebagai antisipasinya, maka lahirlah buku putih “Pandangan Kritis HMI terhadap Azas Tunggal Pancasila” sebagai sumbangan HMI kepada Pemerintah RI dan DPR RI di masa itu, rezim Orde Baru pak Harto, yang begitu bersemangat dan gencarnya menanamkan falsafah dan ideologi Pancasila kepada Rakyat Indonesia, demi memantapkan Persatuan Indonesia (Sila ke 2 Pancasila) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan kata lain, artinya saya menyimpulkan bahwa almarhum abang Sahar L Sahar, sebagai pimpinan MPN PB HMI, dan kemudian pantas menjadi tokoh panutan di kalangan HMI dan KAHMI yang kini, beliau telah tiada buat selama-lamanya di dunia, dan arwahnya menghadap Allah SWT.
Almarhum abang Sahar L Hasan adalah salah seorang sosok, figur dan tokoh panutan penyelamat organisasi HMI, sehingga HMI tidak sampai dibubarkan Pemerintah RI era Jenderal Besar bpk Soeharto, dan Menpora RI abang kita Abdul Ghafur, tokoh HMI dan KAHMINAS juga. Sebab alhamdulillah, Kongres HMI ke-16 di Kota Padang, HMI resmi menerima Azas Tunggal Pancasila dan telah mencantumkannya dalam AD HMI.
Hal ini terjadi barangtentu, berkat adanya pandangan dan sikap moderasinya sebagian besar para elite HMI ketika itu, termasuk Abang Sahar, juga saya AA dan lain-lainnya.
Selamat jalan abangku Sahar L Hasan, menuju keharibaan-Nya nan abadi. Kami mendoakan, semoga Allah SWT menempatkan arwah almarhum di Surga-Nya, tempat mulia Syurga Jannatumnaim, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran, ketabahan dan bertawakkal illallah. Aamiin YRA.
Syukron barakallah.
Wassalam
====✅✅✅
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Sekretaris Wanhat MD KAHMI Daerah Bogor, Pendiri dsn Dosen (Assosiate Professor) Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat Sosial)