Cibungbulang | Jurnal Bogor
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga, Cibungbulang, Kabupaten Bogor terus menjadi sorotan dan desakan sejumlah pihak. Pasalnya, tempat pembuangan akhir sampah dari dua kepentingan administratif Kabupaten dan Kota Bogor ini dinilai omong doang alias omdo karena hanya sekitar 10 persen yang dijanjikan ke masyarakat baru terealisasi, sementara deadline waktu tinggal empat semester lagi.
Ketua Galuga Center (GC) Asep Saepudin mengatakan, aktivitas TPAS Galuga sudah berlangsung selama puluhan tahun yakni dari tahun 1991 sampai dengan saat ini. Namun Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bupati dan Walikota Bogor, secara hampir 99% Pemerintah Daerah tidak menjalankan PKS tersebut secara baik dan benar.
“Desa Galuga, Desa Cijujung, dan Desa Dukuh merupakan salah satu desa yang dijadikan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) dari dua kepentingan administratif Kabupaten dan Kota Bogor,” kata Ketua GC yang biasa disapa Doris, Senin (19/06/2023).
Dia menjelaskan TPAS Galuga tersebut seharusnya tertutup atau Sanitary Landfill (satu metode pengelolaan sampah yang modern dan efektif untuk digunakan di tempat penampungan sampah), seperti mana yang tertuang dalam Undang-undang tahun 2008 tentang pengelolaan akhir sampah.
“Harusnya Sanitary Landfill, namun faktanya TPAS Galuga masih Open Dumping (sampah dibuang begitu saja dalam pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun),” jelasnya.
Bahkan kata dia, akses jalan menuju TPAS Galuga saja masih menggunakan akes jalan desa atau jalan adat yang dimiliki oleh warga. Sehingga, hal ini dinilai mengganggu aktivitas.
Untuk itu, menyikapi polemik TPAS Galuga, Ketua Galuga Center menegaskan, Pemkab dan Pemkot Bogor harus lebih konsen terhadap persoalan-persoalan yang ada di TPAS Galuga.
“Bukan hanya konsen dalam soal sisi pengelolaan sampahnya, lebih jauh dari itu harus lebih konsen terhadap pengelolaan Sumber Daya Manusianya (SDM). Karena bagai manapun, masyarakat sekitar TPAS Galuga dihadapkan dengan berbagai macam risiko kesehatan, mental, dan dan risiko materil dan non materil,” paparnya.
Dia menegaskan, Pemkab dan Pemkot Bogor seharusnya berkolaborasi agar dapat membangun jalan sendiri untuk menuju akses jalan TPAS Galuga.
Selain itu, dia menyoroti terkait Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bupati dan Walikota Bogor. Sebab, secara fakta Galuga Center menilai bahwa hampir 99% Pemerintah Daerah tidak menjalankan PKS tersebut secara baik dan benar.
“Kita perlu menyikapi hal ini secara serius, ap kah pemerintah baik Kabuaten maupun Kota Bogor itu benar-benar siap atau tidak untuk konsen terhadap pengelolaan TPAS Galuga?,” bebernya.
Dia pun prihatin sektor kesehatan di sekitar sampah tersebut bahwa sudah puluhan tahun TPAS Galuga beroperasi, sektor kesehatan tidak terjamah sama sekali oleh Dinas Kesehatan yang dimiliki Pemkab maupun Pemkot Bogor.
“Pelayanan kesehatan untuk orang sakit, pengadaan Puskesmas Pembantu (Pustu) tidak ada,” ucap Doris dengan penuh keprihatinan.
Selain itu, sektor UMKM pun diungkapkan Galuga Center, bahwa tidak tersentuh pemberdayaan ekonominya. Padahal sudah jelas, masyarakat sekitar TPAS Galuga itu hampir 70% mengalami degradasi ekonomi lantaran kehilangan mata pencaharian akibat lahan pertanian tidak produktif. Sehingga dalam klausul PKS tersebut tercatat bahwa Pemkab dan Pemkot Bogor akan memberdayakan sektor ekonomi melalui koperasi dan UMKM.
Akan tetapi pada faktanya, sampai dengan saat ini tidak terlaksana seperti halnya sektor kesehatan dan juga sektor pendidikan.
Padahal, dalam klausul PKS sudah dijelaskan bahwa Pemkab dan Pemkot Bogor sama-sama berkewajiban bertanggung jawab untuk memberdayakan sumber daya manusia yang berada di sekitar wilayah TPAS Galuga dalam hal pendidikan.
“Baik lembaga pengembangan keterampilan maupun PKBM semuanya tidak ada dan sebenarnya kalau kita mau buka-bukaan masih banyak point lagi di PKS untuk dikaji dan ditinjau ulang,” terangnya.
Sebagai mana yang tertuang dalam UU Pengelolaan Sampah Tahun 2008 Pasal 8 disebutkan bahwa masyarakat seharusnya dilibatkan dalam monitoring, dalam pengawsan terkait perjanjian yang dilakukan oleh dua kepala daerah.
Tapi faktanya, setiap evaluasi dari PKS itu masyarakat tidak pernah dilibatkan sehingga progresnya tidak jelas dan tidak terarah antara mana yang sudah dilakukan mana yang belum.
“Yang sudah dilakukan bagaimana perawatanya, monitoringnya dan lain-lain. Yang belum dilakukan bagai mana progresnya. Untuk itu Galuga Center mengajak kepada pihak terkait untuk bersama-sama menyikapi PKS ini mau dijadikan apa? apa hanya catatan di kertas? atau memang sebagai acuan untuk dilaksanakan di wilayah TPAS Galuga,” pungkasnya.
** Andres