Home News Kini, Kasus Korupsi Impor Emas Rp 47,1 Triliun Sudah Ada Tersangka

Kini, Kasus Korupsi Impor Emas Rp 47,1 Triliun Sudah Ada Tersangka

ilustrasi

Bogor | Jurnal Bogor

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penyidikan dugaan korupsi komoditas emas batangan sudah mengantongi tersangka.

Mahfud MD mengatakan, penyidikan korupsi importasi logam mulia itu bagian dari penelusuran laporan terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 189 triliun.

Mahfud mengatakan, dalam kasus korupsi emas, objek penyidikannya, salah-satunya berada di pintu masuk pelayanan bea cukai di Bandara Soekarno-Hatta. “Kasus di Bandara Soekarno-Hatta itu (terkait) importasi emas yang di-nol-kan bea cukainya di kepabean, (proses penyidikannya) sudah di Kejaksaan Agung, dan sudah disita, dan sudah jadi (ada) tersangka,” kata Mahfud dikutip dari RMOL, Jumat (9/6/2023).

Terkait kasus tersebut, Mahfud menyebutkan angka kerugian negara dari penihilan importasi emas tersebut, mencapai Rp 49 triliun. Estimasi nilai kerugian negara ungkapan Mahfud tersebut, lebih besar dari penaksiran awal tim penyidikan di Kejagung yang menakar penghilangan hak negara dalam kasus tersebut, sebesar Rp 47,1 triliun.

Penyampaian proses kasus komoditas emas oleh Mahfud tersebut, terkait dengan arah maju kinerja tim gabungan pemberantasan TPPU. Sementara Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana saat dikonformasi menerangkan, proses pengungkapan dugaan korupsi komoditas emas yang dilakukan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) belum ada mengumumkan tersangka.

“Saya belum mendapatkan informasi dari penyidik di Jampidsus. Sampai hari ini proses penyidikan masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Jika ada (tersangka), pasti kita umumkan,” kata Ketut, Jumat (9/6/2023).

Jampidsus Febrie Adriansyah, Kamis (8/6/2023) menyampaikan, penyidikan korupsi komoditas emas ini belum dapat mengumumkan tersangka. Karena dikatakan dia, tim penyidikannya masih melakukan telaah mendalam terkait dengan bentuk emas yang menjadi objek penyidikan kasus tersebut.

“Kita masih melakukan pendalaman untuk kita mengetahui tentang jenis emasnya seperti apa. Apakah itu dalam bentuk emas batangan, atau yang lain,” terang dia.

Febrie Adriansyah pernah menjelaskan, penyidikan korupsi komoditas emas ini terkait kegiatan ekspor-impor logam mulia, dan emas. “Konstruksi kasus ini, terkait dengan kegiatan ekspor-impor emas. Dari ekspor-impor itu oleh penyidik saat ini sedang didalami terkait dengan proses keluar-masuknya barang (emas), dan keabsahannya secara hukum,” kata Febrie, Selasa (23/5/2023).

“Dalam kegiatan ekspor-impor emas itu, ada kepentingan hak-hak negara disitu yang dirugikan. Terutama terkait dengan bea masuk (tarif pajak) dan lain-lainnya,” sambung Febrie.

Febrie menerangkan, di Jampidsus, penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan emas ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2021. Akan tetapi baru meningkat ke penyidikan pada 10 Mei 2023 setelah para jaksa penyidik meyakini adanya bukti atas perbuatan pidana dalam proses ekspor-impor komoditas logam mulia tersebut.

“Jadi ini kita naik sidik (penyidikan) kasus ini, karena memang kita sudah punya alat bukti permulaan yang cukup bahwa ada perbuatan yang melawan hukum dalam proses pengelolaan emas ini. Dan itu kita melihat ada hak-hak negara yang dirugikan di dalam prosesnya,” sambung Febrie.

Febrie belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus tersebut. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.

Pada April 2023 saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Mahfud MD juga mengungkapkan, adanya aliran TPPU senilai Rp 189 triliun di Dirjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut, terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun Febrie menerangkan, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya, dari kasus yang penyelidikannya sudah dilakukan sejak 2021. Akan tetapi Febrie mengatakan penyampaian oleh Menko Polhukam, dan penyidikan yang dilakukan Jampidsus terkait kasus tersebut saling beririsan.

“Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie menambahkan.

Terkait penyidikan di Jampidsus, Febrie juga pernah mengungkapkan, adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak di Dirjen Bea Cukai, dan PT Aneka Tambang (Antam) dalam kasus tersebut. Dalam penyidikan berjalan, tim di Jampidsus belakangan ini, sudah melakukan pemeriksaan terhadap puluhan pejabat petinggi dari Dirjen Bea Cukai, termasuk para pejabat di Kantor Pelaanan Bea Cukai Soekarno-Hatta.

Pun memeriksa puluhan petinggi di PT Antam. Penyidik juga sudah melakukan penggeledahan dan pemeriksaan para petinggi perusahaan-perusahaan swasta di bidang logam mulia, dan ekspor-impor komoditas emas di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

** yev

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version