28.7 C
Bogor
Saturday, April 19, 2025

Buy now

spot_img

Penambangan dan Ekspor Pasir Laut, Singapura Untung dan Rakyat Indonesia Buntung

JURNALINSPIRASI.CO.ID – Betul bang Aznan, adanya pembukaan penambangan pasir laut dan pasirnya diekspor ke negara tetangga Singapura, ini menunjukan gejala sosial bahwa rezim yang berkuasa saat ini, sedang dikendalikan oligarky power.

Mereka  hanya berpikir mencari uang, duit, piti yang tidak berkesudahan, meraup untung sebesar-besarnya akibat watak jahat, nafsuh serakah. Mereka tak peduli pelestarian lingkungan alam dan masa bodoh dgn nasib rakyat tempatan spt nelayan dll.

Masa depan masyarakat pulau-pulau kecil di provinsi Kepulauan Riau akan lebih miskin dan sengsara, apabila sumberdaya perikanan dan kelautan spt ikan karang (demersal seperti kerapu, bawal, dll) punah karena ekosistem terumbu karangnya hancur oleh kegiatan penyedotan pasir laut.

Pengerukan pasir laut dengan sejumlah kapal penyedot pasir juga mengganggu lalu lintas kapal, air lautnya pun keruh, dampak negatif daerah penangkap ikan (fishing ground) akan mengalami kerusakan, akibatnya nelayan lokal berskala kecil (nelayan artisanal), yang menangkap ikan di sekitar pantai akan kehilangan mata pencarian.

Tragisnya nelayan tempatan yang hidup dan bermukim di pulau-pulau kecil, yang ribuan pulau di daerah Kepulauan Riau, akan menganggur, penghasilan rendah, hidup sulit dan kesengsaraan pun melanda masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terjadi.

Jika pengeksploitasian pasir laut ini terus berlanjut dimana pasirnya diekspor ke negara tetangga terdekat Singapura, yang konon katanya pasirnya digunakan untuk reklamasi kawasan pantai dalam rangka memperluas wilayah negara, dan mempersempit wilayah perbatasan NKRI.

Sebenarnya keuntungan amat besar lainnya yang diperoleh impotir pasir/pengusaha Singapura adalah diperolehnya kandungan pasir berupa zat logam yang mahal harganya. Pengusaha Singapura itu cerdas berbisnis, sebelum pasir ditimbun ke kawasan pantai Singapura yang diangkut beratus-ratus kapal pengangkut (kapal tongkang) pasir laut, terlebih dahulu  pasirnya diolah atau ditapis dahulu untuk mendapatkan butiran pasir laut berupa logam berat untuk bahan/material pembuatan pesawat terbang, termasuk juga kandungan pasir laut berupa logam mulia emas dan perak.

Bisnis ekspor pasir laut ini sangat menguntungkan bagi importir atau pengusaha Singapura, karena mendapatkan komoditas material yang bernilai ekonomi tinggi, juga pertambahan luas lahan untuk usaha bisnis, investasi property dan kawasan industri-perdagangan negara Singspura semakin menguntungkan.

Sebaliknya bagi negara kita Indonesia yang kaya sumberdaya alam, terutama daerah Kepulauan Riau seperti pasir laut yang ada di sekitar pulau-pulau kecil seperti Karimun-Daek. Batam, Lingga-Dabo Singkep, Bintan, Siantan- Tarempa, Ranai-Natuna dll, masyarakat tempatannya (local community) akan menerima dampak negatifnya.

Seperti yang diungkapkan diatas, yaitu kondisi sosialnya semakin memburuk yakni kemiskinan,  keterbelakangan dan kemelaratan akibat rusaknya atau hancurnya ekosistem perairan laut di sekitar pulau-pulau kecil.

Bahkan menurut pengalaman pahit yang dialami akibat maraknya kegiatan penambangan pasir laut, dan diekspor pasirnya ke negara Singapura tempo dulu di era Orde Baru, ada beberapa pulau kecil yang tenggelam dan hilang di kawasan perairan pelayaran laut antara Batam-Karimun, dan juga daerah lainnya spt Dabo-Singkep (Lingga) etc.

Memang diakui bahwa bisnis pasir laut yang dilakukan segelintir eksportir Indonesia, yang notabenenya juga pebisnis etnis Tionghoa (China) yang bermukim dan berkewargaan negara Singapura sebagai pemodalnya, bangsa Indonesia hanya cukup pinjam nama saja atau “carut nama” rent seekers.

Sangat masuk diakal bahwa bisnis ekspor pasir laut tersebut, membuat para pebisnis Singapura menjadi kaya raya, dampak lainnya ada juga bagi pemberi izin, teristimewa mereka yang tengah berkuasa (the party) akan kecipratan surplus ekonomi, berupa keuntungan dari usaha penambangan dan perdagangan ekspor pasir laut ini, yang jumlah rupiah bukan bernilai ratusan juta lagi, bahkan milyaran, boleh jadi triliiyunan rupiah.

Lumayan untuk menambah pundi-pundi logistik menopang aktivitas politik pemenangan pemilu (pileg dan pilpres) thn 2024 yang sebentar lagi tiba waktunya.

Kesimpulannya adanya kegiatan penambangan  pasir laut, dan dibukanya kembali usaha bisnis ekspor-impor pasir laut dari Kepulauan Riau, Indonesia ke negara terdekat Singapura, seperti yang 20 tahun lalu pernah dilakukan di era Orba, kemudian di era Orde Reformasi ditutup atau distop oleh senior dan guruku bapak Prof Dr Ir.Rokhmin Dahuri, MS selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI waktu itu, sekarang beliau menjadi salah seorang Ketua DPP PDIP.

Astaghfirullah, kini rezim penguasa bapak Jokowi, membuka kembali kegiatan dan bisnis Pasir Laut, dengan alasan yang tak begitu jelas.

Padahal berdasarkan pengalaman, sebagaimana saya narasikan bahwa usaha penambangan dan ekspor-impor pasir laut dari Indonesia untuk Singapura, dapat kita katakan bagi rakyat Indonesia akan bernasib ‘buntung” sedangkan bagi rakyat Singapura perolehan “untung” yang sangat besar, yang meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Sementara rakyat pulau-pulau kecil Indonesia, tempat sumberdaya pasir laut itu berada, pernah, sedang dan akan menunggu bencana ekologis-alam akibat rusak ekosistem perairan laut dan hilangnya flora dan fauna aquatik (ikan dan biota laut lainnya) seperti aneka keindahan terumbu karang, hutan bakau (mangrove), aneka ragam ikan karang (demersal) yang enak-lezat, bergizi tinggi, mahal harganya dan jumlahnya pun melimpah di daerah Kepulauan Riau.

Barang sumberdaya laut berupa sumberdaya hayati seperti ikan karang dan biota laut lainya seperti Siput laut (orang KepRiau, menyebutnya Gonggong), kepiting-Rajungan, ikan Kerapu, ikan Dingkis (Baronang), dll telah dimanfaatkan sejak lama untuk pemenuhan gizi-pangan, makanan bagi masyarakat lokal dan memasok ribuan restoran “sea food” dan hotel yang ada di kawasan destinasi wisata Batam, Bintan, Karimun dan sekitarnya.

Apabila penambangan pasir laut tetap dilanjutkan dan diberi izin oleh kaum penguasa (the ruling party) yang berkolusi dengan segelintir pemilik modal besar (oligarky), maka tunggulah saatnya masyarakat lokal dan bisnis restoran dan perhotelan tersebar di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil daerah Batam, Bintan, Karimun dll di negeri Gurindam 12 (bunda Melayu), Kepulauan Riau mengalami kebuntungan, akibat bisnis kuliner dan ekowisata akan bangkrut (collapse) disebabkan semakin langka dan hilangnya barang sumberdaya bernilai ekonomis tinggi tersebut.

Sekedar  mengingatkan berdasarkan saintific-literature study Ekonomi SDA, ada 4 fungsi SDAL termasuk ekosistem pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil yaitu: (1) pensuplay sumberdaya bahan baku (raw material) dalam krgiatan industri dan perdagangan guna memenuhi kebutuhan dasar manusia, kebutuhan ekonomi diantaranya yang vital pangan dan energi, (2) pendukung sistem kehidupan (life supporting system, ecology function) mempertahankan mata rantai makanan dan keseimbangan alam, (3) penyedia jasa-jasa lingkungan (amenities) spt keindahan, estetika lanscape alam, iklim nyaman, suasana nyaman dll, dan (4) ekosistem alam penyedia daya assimilasi, pelarut dan penghancur limbah( waste, residuals) sehingga lingkugan alam tanah, air dan.udara tetap bersih.

Makanya jika ekosistem SDAL perairan laut dirusak dan dihancurkan, akibat kesalaham dan kegagalan kebijakan Pemerintah, akan membuat kehidupan umat manusia dan rakyat akan merana dan hidup sengsara, tanpa kecuali, terutama nelayan lokal dimana barang dan jasa SDAL terdapat dan tersedia.

Saya menarasikan gambaran sebagian dampak negatif bermaksud agar si pembuat konsep dan penentu kebijakan dan regulasi pembukaan kembali kegiatan penambangan dan bisnis ekspor pasir laut, seharusnya mempertimbangan variabel ekologis dan ekososial, bukan hanya semata-mata variabel ekonomis yang memperoleh “untung” segelintir orang penguasa dan pengusaha (oligarky).

Sebaliknya dampak negatif penambangan pasir terjadi pencemaran air menjadi keruh, fishing ground hancur, membuat nasib nelayan, rakyat lokal menjadi “buntung”  merana dan hidup sengsara selama-lamanya.

Ingat isi konstitusi negara, UUD 1945 terutama Pasal 33 bahwa bumi dan air, yang terkandung didalamnya (sumberdaya alam spt pasir, ikan, biota laut, ekosistem perairan dll) dimanfaatkan bersama untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, bukan untuk kemakmuran orang per seorangan (oknum pejabat negara dan oligarky). 

Presiden RI, Yml Bapak Jokowi sudah seharusnya dan wajib menjalankan perintah dan amanah konstitusi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pasal 33 (bab Kesejahteraan.Sosial) UUD 1945 ini secara murni dan konsekuen.

Janganlah sampai rakyat berpikir negatif terhadap rezim Pemerintahan NKRI saat ini, bahwa mereka tidak bisa dan tidak mampu berkerja kreatif dan inovatif menambang pajak dan devisa negara, dengan hanya mengeksploitasi dan mengekspor pasir laut ke Singapura.

Sebenarnya kita harus malu sebagai negara yang amat luas dan besar, dengan menjual pasir laut ke negara kecil Singapura, para elite politik (the ruling party) telah merendahkan harga diri dan martabat (dignity) bangsanya sendiri, karena telah menjual tanah, air dan udaranya ke negara terdekat dan terkecil negara Singapura.

Ingat sumberdaya air, minyak dan lalu lintas udara (penerbangan) Singapura telah lama diambil, digunakan dan atau disewakan dengan mudah dan murah dari Pemerintah Indonesia. Kini muncul lagi ekspor pasir laut besar-besaran yang sangat merusak ekosistem perairan Iaut Indonesia, guna memperluas wilayah negara pulau Singapura.

Harapan kita kepada bapak Presiden RI segeralah mencabut Kepres tentang Penambangan Pasir Laut yang kini sangat meresahkan dan menghawatirkan masa depan nasib rakyat tempatan (local community) seperti nelayan artisanal, usaha menangkap ikan skala kecil di Kepulauan Riau, karena penambangan pasir laut, daerah operasinya di antara pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau, sudah dipastikan merusak dan menghancurkan ekosistem perairan, terutama daerah penangkapan ikan,(fishing ground) di kawasan pesisir (coastal zone).

Demikian narasi ringkas ini dibuat, agar menjadi perhatian berbagai pihak (stakeholders) yang telah berkomitmen mewujudkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) global, yang telah disepakati para pemimpin dunia di world summit di Rio Jenairo Brazil thn 1992.

Bahwa setiap kegiatan pembangunan di suatu negara, termasuk Indonesia wajib memperhatikan 3 aspek yakni pertumbuhan ekonomi dan investasi,  akan tetapi berkewajiban pula mempertahan dan melestarikan ekosistem alam (ekologis) dan berkomitmen untuk mensejahterakan rakyat secara berkeadilan dan berkeadaban (ekososial, social equity and dignity).

Kita harus paham, mewaspadai bahwa usaha penambangan pasir laut di masa Orde Baru pada tahun 1990-an hanya mereka para elite politik dan birokrasi hanya memperioritaskan variabel ekonomi secara sepihak.

Hanya untuk meraup pajak-devisa negara yang tak seberapa, dan tak sebanding dengan biaya ekologis berupa bencana alam yang akan menghadang masyarakat lokal, karena mengabaikan variabel lingkungan ekosistem (ecologis) dan variabel-variabel sosial-budaya dan sosial politik lainnya (ecosocial).

Mari kita bersama kita wujudkan visi dan misi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) yakni usaha pembangunan wajib memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan tanpa mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang, yakni anak, cucu dan cicit kita yang juga membutuhkan barang sumberdaya alam seperti kita nikmati saat ini.

Kita berkewajiban melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL) yang kaya keanekaragaman hayati (mega biodiversity) yang kita miliki bersama (state and communal property right), diantara sumberdaya alam pasir laut.  Ingat juga bahwa sumberdaya alam laut, bukanlah milik para cukong oligarky.

Sekian dan terima kasih, semoga tulisan ini bagi yang sempat membaca dapat membangkitkan kesadaran, dan kepedulian kita akan dampak buruk multi aspek dari kegiatan penambangan pasir laut tersebut. barakallah. ###

Save Rakyat dan NKRI
Wassalam

Penulis:
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad,MSi

(Ahli dan pakar SDAL, alumni IPB University, dengan karya ilmiah skripsi-S1, tesis magister S2, dan disertasi Doktor S3, semua lokasi riset di Kawasan Batam dan Bintan Kepulauan Riau, Team Leader and member  Jasa konsultan proyek-proyek studi RPMJ Provinsi KepRiau dan studi dokumen Perencanaan Pembangunan Provinsi Kepri beserta beberapa Kabupaten Kepulauan Riau, Dosen (Assosiate Profesor) dan Pendiri Universitas Djuanda Bogor, Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat, Pegiat dan Pengamat Sosial)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles