Gunung Putri | Jurnal Bogor
Kementerian Perindustrian telah proaktif mendorong pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Upaya ini menjadi langkah strategis dalam memacu produktivitas dan daya saing industri manufactur yang akan memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 43 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penunjukan Verifikasi Independent dan Pengenaan sanksi Adminintrasi dalam rangka Perhitungan dan Verifikasi besaran nilai TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
Bahkan besaran nilai TKDN tersebut bukan hanya tertuang dalam Permen. Juga tercetus dalam UU Cipta Kerja yang jelas menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah diminta untuk mengalokasikan minimal 40 persen belanjanya untuk UMKM dan Koperasi dari produk dalam negeri.
Namun hal yang sangat disayangkan, intruksi Undang-Undang serta arahan Presiden, bahkan Peraturan Menteri tidak cukup membuat Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor untuk menggunakan produk dalam Negeri yang memiliki nilai TKDN diatas 40 persen.
Hal tersebut terlihat dan sudah terjadi sejak 3 tahun kebelakang, dimana Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor justeru lebih memilih produk import asal Perancis dengan menggunakan atap jenis Ondulen yang hanya memiliki nilai TKDN 24 persen. Tak ada perubahan dalam penggunaan produk import tersebut juga menjadi keluhan bagi para kontraktor atau aplikator, karena selisih nilai atap Ondulen dengan jenis atap lain cukup signifikan.
“Mengenai produk atap jenis Onduline yang gemar dipakai Dinas Pendidikan belakangan ini selalu jadi rebutan pihak distributor, apalagi kebutuhan atap tersebut diduga dimonopoli oleh salah satu suplaier yang namanya berseliweran di Dinas Pendidikan,” ucap NF kepada Jurnal Bogor, Minggu (12/03/23).
Penggunaan atap Ondulen produk import tersebut semakin hebat di pasaran Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan seolah tidak bisa ditawar lagi padahal nilai TKDN Ondulen sangat rendah dibawah 40 persen.
“Seolah – olah produk atap tersebut mendarah daging di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor padahal didalam Kepres jelas tercetus cintailah produk dalam negeri tapi aturan tersebut seolah tidak berlaku dalam lingkup Dinas Pendidikan,” ungkap NF.
Dirinya sangat menyayangkan, dari sekian banyak produk dalam negeri yang tidak kalah bagus kualitasnya, justeru malah produk import yang dipertahankan oleh Dinas Pendidikan.
“Saya sih berharap, keluhan kami sebagai penyedia jasa yang sangat mendukung produk Indonesia bisa didengar dan disampaikan oleh pemangku kebijakan yang lebih tinggi. Walaupun untuk kualifikasi jenis barang tahun ini di lingkup Dinas Pendidikan belum ada ketetapan, tapi kami berharap baik untuk baja ringan, keramik maupun atapnya Dinas Pendidikan bisa menggunakan produk dalam negeri yang jelas nilai TKDN-nya tinggi, ” pungkasnya penuh harap.
Sementara, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Desirwan saat dimintai keterangan terkait pemakaian jenis produk barang yang akan digunakan pada pekerjaan tahun 2023 via telepon dan pesan singkat tidak memberikan jawaban. Hingga sampai diturunkannya berita ini belum ada penjelasan dari Dinas Pendidikan.
Untuk diketahui Kementerian Perindustrian sudah memverifikasi produk yang nilai TKDN-nya lebih dari 40 persen di Indonesia sudah mencapai lebih dari 19 ribu jenis usaha.
** Nay Nur’ain