Parung | Jurnal Bogor
Sepi dan, hening itulah keberadaan proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Parung. Hal ini terlihat ketika tim Harian Jurnal Bogor mereportase lokasi proyek senilai Rp 93 miliar tersebut beberapa hari lalu.
Terpantau, hanya ada dua petugas security dan petugas yang tengah menurunkan kursi-kursi untuk petugas kesehatan yang akan bertugas di klinik tersebut.
Interior layananan kesehatan dengan project puluhan miliar ini juga terpantau megah. Terdapat eskalator dan lift.
Bahkan, terlihat ruang tunggu yang mewah, termasuk dengan bangunan partisi layaknya RSUD, termasuk ruang farmasi.
Namun, proyek RSUD senilai puluhan miliar ini terpantau tidak adapun satu pasien seperti klinik atau RS lainya.
Tak hanya itu, di halaman parkir RSUD ini juga tidak terlihat mobil ambulance. Juga, tidak terlihatnya Unit Gawat Darurat (IGD) layaknya Rumah Sakit atau klinik lainya.
Sementara, Dirut RSUD Parung Dr Bambang ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp tidak merespon.
Bahkan mengabaikan penggilan telepon reporter Jurnal Bogor karena telepon yang tersambung itu hanya diangkat dan tidak mendapatkan respons.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor berkolaborasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
“Kami (Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor), saat ini sudah berkolaborasi dengan BPK Jawa Barat, untuk menghitung-hitung adanya potensi yang merugikan keuangan negara di proyek RSUD Parung itu,” kata Kepala Seksi Inteljen Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Juanda, dihubungi Jumát (03/02).
Juanda mengatakan, saat ini tim penyidik sedang memeriksa sejumlah saksi terkait proyek RSUD Parung. “Nah, kalau siapa dan pihak mana saja yang diperiksa sebagai saksi, nanti saya sampaikan lagi,”ujarnya singkat.
Ditempat berbeda, Ketua IPW Indonesia Sugeng Teguh Santoso mengatakan, terkait proyek RSUD Parung dirinya belum mengetahui secara pasti informasi tersebut.
Kendati begitu, permasalahan yang tengah dihadapi harus melalui berbagai tahapan. Mulai dari perusahaan yang mendapatkan lelang pengadaan dan jasa dan pemerintah yang menangani proyek tersebut.
Termasuk, kapan proyek tersebut dimulai dan kapan selesainya. Kalaupun adanya laporan, lanjut Sugeng, hal itu bukan melalui surat kaleng.
“Jadi, apabila adanya pelanggaran hukum, kejaksaan harus memberikan kepastian karena hal itu berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa sekalipun dalam tahun berjalan,” tandasnya.
** Yosan Hasan | Moch Yusuf