Siapa Mafia Tanah di Balik Blok Balukbuk Sukamakmur?
Sukamakmur | Jurnal Bogor
Warga Kp Parakan Panjang, Blok Balukbuk, Desa Sukamakmur, Sukamakmur, Kabupaten Bogor geram saat tanah yang ditempati bertahun-tahun tiba-tiba ada yang mengklaim dan menjual, padahal warga tidak pernah menjual lahan tersebut.
Bahkan hal yang paling mengerikan adalah permainan adanya dugaan pemalsuan tanda tangan pejabat RT dan RW, serta ketidaksinkronan nama Kepala Desa saat tahun dibuat dengan Kepala Desa yang bertanggungjawab menandatangani surat segel tahan tersebut.
Seperti hal yang disampaikan Aher (45), salah satu perwakilan keluarga mengatakan, tanah yang diklaim oleh orang lain adalah lahan milik nenek dari istri, luasannya 5 hektare lebih, padahal setiap tahunnya keluarga selalu membayar PBB, dan mengantongi girik dan letter C yang masih nama neneknya.
“Kami baru tahu jika tanah kami kena plotingan itu saat pihak BPN melakuakan pengukuran di Blok Balukbuk, kebetulan tukang ukurnya adalah rekan saya, dan saya minta tolong dicek apakah lahan keluarga kami masuk kedalam plotingan yang mau dia ukur atau tidak, “ ujar Aher saat dihubungi Jurnal Bogor, Minggu (29/01/23).
Dia kaget, ternyata lahan keluarganya masuk kedalam plotingan atas nama Tjong Lyanti Tedjakusuma, yang beralamat di Pal Meriam Jakarta timur. Dia pernah dipanggil oleh BPN Cibinong, namun bukan mediasi, tapi lebih ke ngobrol dan mencarikan solusi. Karena yang datang saat itu bukan pemiliknya melainkan hanya perantara atau biongnya saja yang membeli lahan tersebut yaitu Nuralamsyah.
“Hasil pembicaraa tersebut akhirnya ada obrolan dan kesepakatan, bahwa pihak dari Tjong Lyanti Tedjausuma dan Johannes akan membatalkan NIB yang sudah diajukan. Namun kenyataannya, dari tahun 2019 sampai saat ini belum ada pembatalan dari pihak BPN, yang kami sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan BPN seolah enggan untuk membatalkan NIB tersebut. Padahal sudah ada kesepakatan,” papar Aher.
Akhirnya, dia kembali mengajukan surat permohonan kepada BPN, meminta membatalkan NIB tersebut. Kebetulan kata dia, ada rekan di BPN untuk melihat alas hak apa yang dimiliki oleh Tjong Lyanti Tedjakusuma hingga bisa naik untuk dijadikan sertifikat dan ternyata dia punya segel jual beli, tahun 1993. Namun anehnya, mengetahui dalam segel tersebut bukan Kades pada zaman itu, justeru Kades lain yang menandatangani.
“ Jika terjadi transaksi jual beli tahun 1993, harusnya yang bertanggungjawab dan mengetahui Kepala Desa saat itu adalah Pak Maskur. Tapi ini yang menandatangani bukannya Pak Maskur melainkan Pak H.Ansori Setiawan dan dimajukanlah segel tersebut menjadi tahun 2021,” beber Aher.
Keganjilan selanjutnya adalah, lanjur Aher, nama para penjual dipalsukan dan bukan orang yang memilik lahan tersebut seperti Dana, Ayubkan, dan Mad Yusuf yang tercatat sebagai penjual adalah orang-orang yang tidak punya lahan di lokasi tersebut. Kemudian, seolah lahan tersebut diukur selimut, dan mengukur diatas meja. Karena luasan pemilik yang mengklaim pernah membeli lahan, luasannya sama,
masing-masing 1 hektare.
“Mereka masih satu kampung dengan kami, dan masih hidup. Saat saya menanyakan itu mereka tidak pernah merasa menjual lahan orang lain,” papar Aher.
Lebih lanjut Aher menjelaskan, adanya dugaan pemalsuan tanda tangan RT dan RW pada segel jual beli tersebut, karena lebih dari 20 surat segel yang ditandatangani oleh H.Ansori Setiawan sebagai Kepala Desa, tanda tangan RT dan RW tidak sama. Hal itu sudah dibuktikan saat mereka ke BPN dan disuruh membuat tandatangan.
Artinya, kata dia, adanya kejanggalan tersebut sudah sangat cukup untuk membuat BPN membatalkan
NIB pemohon yang mengklaim, apalagi untuk pemohon atas nama Johannes dan Tjong Lyanti Tedjakusuma sudah membuat surat pernyataan agar NIB yang dimohon dibatalkan oleh BPN.
“Lalu apa hal yang membuat BPN tidak melakukan itu, ini kan belum jadi serifikat, jadi sangat bisa untuk dibatalkan tanpa harus di PTUN kan. Jangan selalu anggap kami orang bodoh sehingga hak kami seenaknya dikuasai, “ kesalnya.
Dia mengaku sering bertanya kepada Ansori kala itu, namun sampai saat ini belum juga ada realisasi persoalan di Blok Balukbuk, dari saat jadi Kades sampai jadi Dewan. Padahal, dia pun tidak akan mempersulit, jika memang tanahnya sudah masuk plotingan. Namun silakan bayar, dan jangan hanya diklaim dan diambil karena lahan hanya segitu-gitunya.
“Seperti terorganisir, karena saya yakin, jika BPN teliti dan tidak ada sesuatu hal ini tidak akan terjadi, hingga kami dirugikan tidak bisa mengikuti program pemerintah untuk membuat sertifiat gratis untuk tanah kami sendiri. Akibat dari kelambatan proses yang dilakukan BPN untuk membatalkan NIB. Ini bukan tanah kavling, tapi tanah kebun, dan tidak mungkin bentuknya sama semua, “ pungkasnya.
Dirinya berharap, agar pemerintah pusat menindak mafia tanah di Sukamkmur yang selalu merugikan dan menyusahkan warga, dan jika Pemkab tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan ini dia akan melanjutkan ke tingkat yang tinggi.
“Kami yakin, masih ada orang yang punya kebijakan dan berhati mulia untuk menyelesaikan persoalan lahan kami, dan untuk mereka yang sudah dholim mari kita sama-sama doakan agar mendapatkan teguran dari Allah SWT, karena jabatan tidak selamanya. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada media Jurnal Bogor yang mau membantu kami meng-up persoalan ini saat kami bingung mau minta bantuan kepada siapa lagi, “ keluhnya.
Sementara, H.Ansori Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Sukamakmur, saat dikonfirmasi via pesan singkat WhatsApp tidak memberikan tanggapan apapun meskipun sudah membaca isi chat yang dikirimkan.
** Nay Nur’ain