Cijeruk | Jurnal Bogor
Di usianya yang mulai menua, UN (45 tahun), berharap masih bisa memiliki penghasilan dan menghidupi keluarga dari bertani. Selepas berhenti bekerja di sebuah perusahaan swasta, UN sejak 30 tahun lalu menjadi penggarap di lahan milik negara di kawasan Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Berpuluh tahun lamanya ia bersama warga lainnya memanfaatkan lahan di lereng Gunung Salak untuk bercocok tanam beragam jenis sayuran. Ia pun cukup merasa tenang bisa mendapatkan penghasilan dan menghirup udara asri Gunung Salak setiap harinya.
Tapi sejak akhir tahun 2022, UN dan puluhan penggarap lainnya mulai merasa terusik. Tiba-tiba, lahan seluas kurang lebih 2.000 meter persegi yang selama ini digarapnya diakui sepihak oleh PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS).
“Saya kaget, tiba-tiba saya dan para penggarap lainnya didatangi segerombolan preman yang mengaku dari pihak PT BSS. Mereka mengatakan bahwa tanah yang saya garap bersama yang lainnya ini adalah milik PT. BSS,” ungkapnya, Selasa 24 Januari 2023.
UN mengaku kecewa lantaran sebelumnya tidak pernah mendapat teguran dan didatangi secara tiba-tiba oleh banyak preman. Bukan pihak PT BSS langsung. “Kami diusir secara kasar. Tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya dan mereka juga tidak bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikan sah,” ungkapnya.
Atas perkara tersebut, UN beserta para penggarap lainnya mengadukan persoalan tersebut ke Ketua DPRD Kabupaten Bogor di Cibinong didampingi kuasa hukumnya Indra Surkana, SH., pada Selasa, 24 Januari 2023.
Menurut Indra, dirinya merasa terdorong untuk membela para penggarap karena banyak yang janggal dalam persoalan tersebut. “Saya juga asli warga Cijeruk dan mantan Kepala Desa Cijeruk. Saya hapal betul selama saya jadi Kepala Desa tidak pernah muncul klaim dari PT BSS. Saya sangat menyayangkan karena sebelumnya muncul statemen dari Camat Cijeruk bahwa lahan-lahan yang digarap penggarap adalah milik PT BSS. Seharusnya Camat mengundang pihak-pihak terkait untuk bermusyawarah agar jelas,” paparnya.
Menurut Indra, pihaknya merasa perlu mengadukan persoalan tersebut ke DPRD guna menjaga hak-hak penggarap serta salam rangka menegakkan konstitusi khususnya di sektor agraria.
“Coba tengok Pasal 33 UUD kita, tidak boleh ada lahan telantar dan harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat secara adil. PT BSS sendiri menguasai ratusan hektar tanpa jelas peruntukannya dan digarap untuk apa. Sedangkan kawasan Gunung Salak harus dirawat bersama, di sana merupakan sumber mata air yang harus dijaga,” terang dia.
Indra menegaskan, setelah rampung melakukan audiensi dengan Ketua DPRD Kabupaten Bogor pihaknya akan mengadukan hal serupa ke DPR RI.
** Dede Suhendar