Jakarta | Jurnal Bogor
Kementerian Pertanian mengajak seluruh insan pertanian untuk memiliki sense of crisis di saat kondisi seperti ini. Ajakan ini disampaikan dalam kegiatan Training of Trainer (TOT) bertema Solusi Pupuk Mahal yang dilaksanakan tanggal 26 – 28 Oktober mendatang.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan situasi secara global saat ini telah mempengaruhi kondisi di tanah air.
“Dampaknya adalah meningkatnya harga-harga komoditas, termasuk juga pupuk. Inilah yang harus sama-sama kita antisipasi dan sikapi dengan sebaik mungkin,” kata Mentan SYL.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, saat Sosialisasi ToT Solusi Pupuk Mahal melalui aplikasi Zoom, Selasa (18/10/2022) menyatakan
“Saat ini kita menghadapi kondisi yang penuh dengan VUCA, atau volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. Yaitu, kondisi yang bersifat cepat berubah, tidak pasti, semakin kompleks/rumit dan gamang,” terangnya.
Menurut Dedi ada empat hal yang turut mempengaruhi kondisi tersebut.
“Kondisi ini secara umum dipengaruhi oleh empat hal utama, yaitu berakhirnya pandemi covid-19, perubahan iklim, perang Rusia-Ukraina, serta degradasi lahan pertanian,” ujar Dedi.
Dalam kondisi inilah, menurut Dedi, insan pertanian harus memiliki sense of crisis
“Menanggapi kondisi ini, kita harus memiliki sense of crisis atau kesadaran akan krisis dengan segala resiko yang di depan mata. Dan risiko yang paling dahsyat dampaknya adalah kekurangan pangan,” terangnya.
Dedi menjelaskan jika ToT dilangsungkan agar peserta dapat menjelaskan tentang solusi pupuk mahal.
“Selain itu, agar peserta ToT dapat menyusun bahan ajar tentang solusi pupuk mahal, juga mendiseminasikan informasi tentang solusi pupuk mahal, termasuk mendapat wawasan inovasi kambing dan domba,” kata Dedi.
Dedi Nursyamsi juga menyampaikan pentingnya pertanian untuk menyangga hidup dan kehidupan.
“Utamanya saat ini, di saat krisis pangan global yang luar biasa. di dalam kondisi krisis pangan global ini ternyata sektor pertanian lah yang menyelamatkan kita dari keterpurukan,” kata Dedi.
Ia menambahkan, banyak negara di dunia yang disinyalir lebih dari 60 negara, mengalami krisis pangan.
“Dan lebih dari 300 juta orang mengalami krisis pangan. Harga pangan melejit tentu disebabkan karena pasokan pangan berkurang signifikan. dampak utamanya karena Covid-19, climate change, serta perang Rusia-Ukraina,” ujar Dedi.
“Dalam kondisi seperti ini banyak saudara kita yang tak mampu mengakses pangan dengan baik, bahkan banyak yang mengalami stunting,” sambung Dedi.
Dedi mengatakan, krisis pangan tidak bisa kita remehkan karena bersifat global. kita mesti keluar dari kondisi krisis ini.
“Kita harus antisipasi krisis pangan global, kita kendalikan inflasi yang disebabkan komoditas yang sering mengungkit inflasi, kita mengendalikan produksinya, olahannya, distribusinya,” ujarnya.
Sedangkan Kepala Pusat Pelatihan Pertanian, Leli Nuryati, menerangkan jika tujuan dilaksanakannya ToT ini memang untuk dosen, widyaiswara, penyuluh dan masyarakat.
“Melalui dosen itu resonansinya sudah luar biasa, kalau 1 dosen dalam 1 tahun mengajar 500 mahasiswa, 500 mahasiswa pada saat melaksanakan merdeka belajar, kampus merdeka pasti juga tersosialisasi kepada petani saat mereka melakukan praktek kerja lapangan maupun pengabdian masyarakat,” kata Siti.
Menurutnya, ToT ini turut serta melatih para penyuluh di seluruh indonesia khususnya para penyuluh di tingkat kecamatan.
“Kami harapkan para penyuluh di balai penyuluhan pertanian bisa mengikuti secara individu, setelah mengikuti pelatihan ini mereka melalui tugasnya melakukan pendampingan dan pengawalan kemudian sharing dan diseminasi informasi terbaru bisa disampaikan kepada para petani,” ujar Leli.
Leli menjelaskan, strategi yang digunakan adalah mendorong seluruh penyuluh pertanian seluruh indonesia mengikuti ToT ini secara online.
** Kementan