Leuwiliang l Jurnal Bogor
Dunia pendidikan di Kabupaten Bogor menjadi sorotan setelah sejumlah wali murid mengeluhkan dana sumbangan pendidikan (DSP) di SMANi 1 Leuwiliang yang besarannya dinilaicukup fantastis disaat kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat yang belum pulih.
Aktivis Bogor Barat Rahmatullah bahkan menegaskan, sumbangan tidak wajib bagi orang tua murid sehingga hal ini harus dipahami wali murid atau pun masyarakat lebih luas.
“Kami mengapresiasi kepada orang tua murid karena mereka telah ikut menyumbangkan agar pembangunan pendidikan tetap terealisasi. Namun kembali lagi, yang namanya sumbangan itu harus sesuai kemampuan,” kata Rahmatullah kepada Jurnal Bogor, Senin (12/9).
Menurutnya, sumbangan boleh lebih dari apa yang perlu disumbangkan, ataupun bisa kurang dari nilai itu. Rahmatullah. yang merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Kebijakan Pemerintah (LPKP) dari STIH Dharma Andigha Bogor mengungkapkan, sekarang ini tak sedikit kondisi ekonomi masyarakat mengalami penurunan sehingga pihak sekolah harus mampu memahaminya.
“Jangan sampai membuat orang tua murid merasa tertekan akibat masalah ini. Karena sudah ada komite , lembaga pendidikan jangan terlalu jauh apalagi dijadikan ajang bisnis. Intinya sumbangan sekolah itu jangan sampai memberatkan orang tua murid,” ringkasnya.
Sementara anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Asep Wahyu Wijaya menjelaskan mekanismenya kalau sekolah minta biaya pendidikan ke orang tua murid Itu harus melaui Komite Sekolah. “Intinya mereka (para orang tua siswa) harus rapat dengan komite terkait sumbangan itu, keberatan atau tidaknya,” kata Asep Wahyu Wijaya.
Jadi kata dia, komite harus aktif dan harus memediasi masalah tersebut. Sebab kalau pihak sekolah langsung ke orang tua murid itu tidak boleh. Asep Wahyu meminta persoalan yang dikeluhkan orang tua murid SMAN 1 Leuwiliang, itu harus diselesaikan lewat komite.
“Kesepakatan bulatnya besar kecilnya itu ada di komite, bahkan uangnya pun itu masuk ke rekening komite,” jelasnya.
** Arip Ekon