Cisarua | Jurnal Bogor
Meski baru wacana, namun riak-riak penolakan pembangunan Jalan Tol Puncak sepanjang 18 kilometer yang membentang dari Caringin hingga Gunung Mas Cisarua, terus bermunculan. Kali ini, giliran Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS) secara tegas menolak pembangunan jalur bebas hambatan yang digagas Ditjen Bina Marga pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) tersebut.
“Warga Puncak tidak butuh Jalan Tol, karena hanya akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat lokal saja. Ide tersebut, lebih mengakomodir kepentingan pengusaha bukan kepentingan masyarakat pada umumnya,” ungkap Azet Basuni, Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMBS kepada wartawan saat silaturahmi bersama tokoh selatan di saung perjuangan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Selasa (12/07).
Azet mengaku aneh dengan sikap Komisi V DPR-RI yang menyetujui ide pembangunan Jalan Tol Puncak, padahal, saat kunjungan kerja (kunker) Komisi V DPR-RI ke wilayah Caringin beberapa waktu lalu, telah disampaikan aspirasi masyarakat melalui AMBS terkait persoalan-persoalan yang terjadi di Kawasan Puncak dan sekitarnya.
“Kami sudah serahkan aspirasi masyarakat saat ada kunjungan Komisi V DPR-RI. Dalam proposal itu jelas menolak rencana pembangunan Tol Puncak. Harusnya wakil rakyat mendengarkan aspirasi rakyat, bukan aspirasi yang sarat kepentingan pengusaha,” imbuhnya.
Menurutnya, alasan pembangunan Tol Puncak yang membentang dari Kecamatan Caringin hingga Gunung Mas sepanjang 18 kilometer untuk mengurai kemacetan di jalur Puncak, hanya akal-akalan demi memuluskan kepentingan pengusaha dan mematikan perekonomian masyarakat kecil. Seharusnya, jalur-jalur alternatif menuju Puncak yang sudah tersedia dioptimalkan dan dilebarkan.
“Pemerintah pusat harusnya memberikan bantuan anggaran untuk mengoptimalkan jalan alternatif yang sudah ada, baik jalur Kopo Selatan maupun jalan alternatif utara. Disisi lain, titik-titik kemacetan juga dibuatkan under pass agar tidak terjadi penumpukan kendaraan,” tegas Azet.
Sebelumnya, Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang menyebut rencana pembangunan Jalan Tol Puncak akan mempercepat kerusakan lingkungan dan memicu terjadinya bencana karena akan mengalihfungsikan lahan hijau yang berfungsi sebagai resapan air menjadi jalan raya.
“Wacana pembangunan Tol Puncak sebaiknya tidak diteruskan, karena hanya akan merusak lingkungan dan memicu terjadinya bencana,” ujar Iwang saat dihubungi via selulernya.
Ia juga menyebutkan, lahan hijau di sepanjang kawasan hutan, Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) dan HGU yang dikelola PTPN VIII Gunung Mas selama ini berfungsi sebagai kondisi yang memprihatinkan.
“Kondisi kawasan Puncak sudah rusak, jangan lagi dirusak dengan gagasan membangun Jalan Tol dengan dalih mengatasi kemacetan dan meningkatkan perekonomian nasional,” kata Iwang lagi.
Sementara, Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan mengatakan, Kementerian PUPR saat ini tengah melakukan kajian calon lahan yang cocok untuk dijadikan rute Jalan Tol Puncak dan tugas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor menunjukkan mana lahan yang layak dilalui dan tidak layak. Meski begitu, lokasi lahan yang ditunjukkan pihaknya belum dianggap final.
“Jalurnya belum final, informasi pra feasibility study (FS) itu dilaksanakan tahun 2023. Tol Puncak dibangun untuk meminimalisir kemacetan yang terjadi saat libur panjang dan akhir pekan,” kata Plt Bupati Bogor.
Iwan menambahkan, salah satu bentuk dukungan Pemkab Bogor terhadap ide pembangunan Tol Puncak yakni dengan menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTL).
“Kita mendukung, namanya juga program nasional. Nantinya, RDTR-nya disesuaikan karena ini kan program strategis,” tukasnya.
** Dede Suhendar