Ciawi | Jurnal Bogor
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMAN 1 Ciawi, Kabupaten Bogor, jalur zonasi menyisakan kesedihan dan kekecewaan untuk masyarakat, terutama para siswa. Mereka menangis dan mudah marah karena tekanan psikologis setelah tersingkir dari sekolah tujuan meskipun hanya berjarak sekitar 1,3 kilometer dan mendaftar secara kolektif di sekolah awal.
Sh (56) orang tua peserta PPDB jalur zonasi ke SMAN 1 Ciawi mengakui adanya perubahan sikap anaknya bernama Si, karena tidak diterima. Anehnya, kata dia lagi, temannya yang berdomisili tidak jauh dari rumahnya lolos meskipun mereka mendaftar secara bersama-sama secara kolektif yang dikelola pihak sekolah awal yakni SMPN 2 Ciawi.
“Sekarang anak saya jadi berubah sikapnya, jadi pemarah dan sering menangis. Temanya yang sama-sama satu kampung bisa lolos tapi anak saya tidak, padahal daftarnya secara kolektif juga,” ungkapnya kepada wartawan, Senin (11/07).
Warga asal Kampung Ranji RT03/06, Desa Telukpinang itu mengaku pasrah akan nasib anaknya tersebut, terlebih saat ini PPDB jalur zonasi sudah ditutup. Alhasil, sambungnya, ibu empat orang anak itu merasa kebingungan akan masa depan putra ke tiganya tersebut.
“Ga tau mau daftar kemana lagi pak, kan udah tutup jalur zonasinya. Pengelola yang mengkolektif tidak mengarahkan harus kemana lagi daftar, padahal ada kutipan biaya operasional. Alasan saya ikut secara kolektif, karena tidak paham dengan sistem aplikasi atau online,” imbuhnya.
Menanggapi penomena PPDB SMA jalur zonasi, Ketua Indonesia Morality Watch (IMW) perwakilan Bogor Raya, Rey Candra angkat bicara. Ia menilai, PPDB SMA jalur zonasi yang diatur dalam Permendikbud Nomor 14 tahun 2018 berpotensi menimbulkan masalah dan saat ini pihaknya menerima berbagai aduan maupun keluhan orang tua siswa yang anaknya gagal mendaftar.
“Pasal 16 ayat 2 Permendikbud nomor 14 tahun 2018 menyatakan alamat domisili didasarkan Kartu Keluarga (KK) yang terbit maksimal 6 bulan sebelum PPDB. Pada umumnya, di daerah jarak yang diperbolehkan melalui jalur zonasi untuk tingkat SMA-SMK berkisar 9-10 kilometer,” kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, dalam penerapan jalur zonasi PPDB tahun 2022 di Kabupaten Bogor terdapat kelemahan terutama pada standar nasional pendidikan yang belum merata di semua sekolah. Selain itu, kuota daya tampung siswa belum jelas distribusinya karena jumlah sekolah negeri tidak seimbang dengan jumlah penduduk. Hasilnya, apabila jumlah sekolah negeri masih belum mampu mengakomodasi, maka pilihan bagi orangtua yang anaknya tidak lolos PPDB ialah dengan mendaftarkannya ke sekolah swasta.
“Sekolah swasta pun jaraknya tidak dekat dari rumah, dan sekolah yang bagus-bagus sudah tutup pendaftarannya. Ini menjadi persoalan, akhirnya siswa yang tidak lolos depresi dan orang tua kebingungan apalagi masyarakat miskin,” tambahnya.
Dalam sistem jalur zonasi, kata dia lagi, indikasi berbagai kecurangan bisa saja terjadi misalkan dengan merubah domisili agar jarak rumah tinggal dengan sekolah yang dituju masuk dalam hitungan. Untuk itu, Candra meminta pengawas PPDB dan instansi terkait melakukan verifikasi ulang syarat-syarat administrasi siswa yang lolos melalui zonasi di SMAN 1 Ciawi. Bahka, Candra menegaskan akan menerjunkan peneliti IMW untuk memastikan tidak terjadi kecurangan.
“Kami sudah terima keluhan dan aduan, nanti ada peneliti yang turun ke lapangan. Harusnya pengawasan diperketat, agar masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Ciawi mendapatkan keadilan bagi anak-anaknya,” tegas.
Dikonfirmasi, Ahmad yang mengkolektif pendaftaran siswa-siswa SMPN 2 Ciawi ke sekolah tujuan yakni SMAN 1 Ciawi mengaku belum memiliki solusi bagi siswa didik yang mendaftar melalui jalur zonasi tetapi tidak lolos.
“Terkait hal itu, saya belum ada pengarahan karena pendaftaran tidak melalui aplikasi,” singkatnya.
** Dede Suhendar