Cileungsi | Jurnal Bogor
Semrawutnya persoalan fasilitas sosial dan umum (fasos fasum) Perumahan Griya Alam Sentosa di Desa Pasir Angin, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor masih menjadi polemik dan tak kunjung terselesaikan. Pasalnya warga Perum GAS RW 08 menuntut fasos fasum warga yang diduga dijual oleh oknum developer yang tidak bertanggung jawab.
Kuasa hukum warga RW 08 Yudi Deki Purwadi, SH mengatakan, persoalan ini sudah pernah menjadi pembahasan 2 tahun lalu, bahkan sudah diadukan kepada dinas – dinas terkait, namun sampai saat ini belum ada kejelasan dan tindakan apapun.
“Saya sangat heran, padahal yang kita perjuangkan adalah apa yang menjadi haknya Pemda, tapi kenapa kami tidak mendapatkan dukungan dari Pemda. Masterplant yang kami punya tahun 1993 ini sudah sangat jelas titik – titik yang seharusnya menjadi fasos fasum ,tiba – tiba site plant itu berubah saat masa jabatan Bupati Agus Utara Efendi,” papar Yudi.
Padahal, kejanggalan demi kejanggalan itu sudah ditemukan dari bedanya nomor HGU yang dimiliki oleh pemilik lahan yang mengklaim lokasi ini merupakan kavling miliknya, sampai adanya coretan pada Sertifikat Hak Milik yang dimiliki oleh pemilik kavling.
“Ini kita pertanyakan kinerja BPN seperti apa. Saat itu dalam masterplat tahun 1993 lokasi di Blok A ini dahulunya mau dijadikan pasar, hanya karena warga yang rumahnya berdekatan dengan lahan seluas kurang lebih 1000 m tersebut keberatan maka pada akhirnya tak jadi untuk menjadi pasar, hingga pada akhirnya disulaplah menjadi taman , saat itu ada perosotan – perosotan anak disana,” bebernya.
Namun, pada tahun 2007 ada yang mengklaim bahwa mereka itu pemilik lahan di lokasi taman itu, dengan sudah mengantongi SHM , hingga membuat warga berontak , karena dari total perumahan Griya Alam Sentosa yang mencapai 78 hektare tidak sampai 2 hektare untuk fasumnya.
” Kita semua tahu aturan fasum itu seperti apa, Bangunan 60 %, fasum 40%. Namun apa faktanya, row jalan pada mastersiteplant ada 2 menjadi 1, lahan yang seharusnya untuk taman menjadi ruko, dan kini lapangan di RW 08 sudah diperjual belikan lagi menjadi kavling – kavling , ditambah lagi fasilitas pemakaman kini menjadi SMPN 3 , dan kita diarahkan ke Jatisari yang jarak tempuhnya cukup jauh, kemana Pemda yang seharusnya memelihara aset – asetnya , tapi malah membiarkan asetnya diperjual belikan oleh oknum , mirisnya bisa timbul SHM produk BPN,” geram Yudi.
Terpisah, Kepala Desa Pasir Angin Ismail menjelaskan, persoalan fasum di Perumahan GAS sudah pernah dilakukan duduk bareng dengan warga pada tahun 2013 silam saat awal – awal dirinya menjabat, namun tidak ada titik temu, hingga terjadi mediasi ke-2 dan tidak ada titik temu juga.
“Kami pemerintah desa hanya sebatas memfasilitasi, persoalan adanya jual beli kavling di lokasi yang seharusnya menjadi fasum dan perubahan site plant itu diluar sepengetahuan desa karena desa sendiri tidak pernah dilibatkan adanya perubahan siteplant tersebut,” jelas Ismail kepada Jurnal Bogor, Rabu (27/4).
Namun, kata dia pernah digelar perkara, dan sudah dihadirkan dari DPKPP, BPKAD, BPN , dan pihak developer yang memang menjelaskan sudah uji data lokasi di RW 08 tersebut memang tidak masuk fasos fasum.
“Sudah dilakukan mediasi dan uji materi atau data oleh dinas – dinas terkait yang membenarkan jika lokasi yang diklaim untuk pasar tersebut memang tidak masuk yang didaftarkan untuk fasum,” paparnya.
Pihaknya berusaha legowo, jelasnya, walaupun jika keinginan maunya lokasi itu jadi pasar, pasti akan ada perputara ekonomi nantinya. Namun apa boleh buat jika ternyata dikavling – kavlingkan dan saat ini sudah menjadi hak milik orang.
“Dan soal tanah makam , memang saat itu yang sekarang ada bangungan gedung SMPN itu diperuntukan untuk makam dan sudah diberikan ke Pemda, adapun jika saat ini tidak menjadi makam atau berubah flotingan itu merupakan kewenangan Pemda,” jelasnya.
** Nay Nur’ain