JURNAL INSPIRASI – Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) meminta agar pemerintah tidak memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO) pada ekspor cangkang kelapa sawit.
Ketua Umum APCASI, Dikki Akhmar mengatakan, rekomendasi agar kebijakan DMO tak dijalankan lantaran tak relevan dari sisi logistic cost. Sebab, industri dalam negeri seperti PLN dapat menggunakan barang tersebut sebagai bahan bakar.
“Menjual di dalam negeri lebih untung, harga sama dengan ekspor keluar tapi tidak ada potongan pajak. Kalau keluar negeri kan ada bea keluar dan levy,” ujarnya kepada wartawan, usai Musyawarah Nasional APCASI di Hotel Salak, Rabu (30/3).
Selain itu, kata dia, APCASI meminta pemerintah melengkapi sarana prasarana seperti pelabuhan di tempat-tempat pengadaan cangkang kelapa sawit. Sebab, sambung Dikki, lokasi pengadaan kelapa sawit jauh dari pusat industri.
Padahal, cangkang kelapa sawit yang diekspor keluar negeri semuanya berasal dari remote area (daerah terpencil).
“Cangkang kelapa sawit ini sangat berpotensi mendongkrak devisa. Kalau remote area sudah dilengkapi fasilitas, maka pendapatan negara akan semakin besar. Daripada digunakan oleh PLN untuk bahan bakar. Sebab persoalannya, mau tidak PLN mengeluarkan cost tinggi. Sebab pengusaha mendatangkan cangkang sawit dari Kalimantan dan Sulawesi,”
kata pria yang kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua APCASI ini.
Kendati demikian, kata Dikki, APCASI sepenuhnya mendukung kebijakan pemerintah untuk menggunakan cangkang kelapa sawit di dalam negeri.
Saat disinggung mengenai dukungan pemerintah terkait regulasi mengenai bisnis cangkang kelapa sawit. Dikki menyebut bahwa regulasi yang saat ini diterapkan justru menghambat para pengusaha.
“Regulasi pemerintah menghambat kita, dengan tingginya pajak ekspor dan pungutan. Baru pada Februari 2022 diturunkan dari 30 US dollar menjadi 16 US dollar, artinya belum sepenuhnya didukung malah cukup menghambat dengan tingginya pajak,” tandasnya.** Fredy Kristianto