JURNAL INSPIRASI – Konflik Yayasan At-Taufiq Bogor (Yatib) dengan Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor (YAAB) semakin memanas. Hal tersebut semakin keruh seiring adanya desakan orangtua murid SMPIT agar Dinas Pendidikan (Disdik) mencopot Plt Kepala Sekolah (Kepsek) Ahmad Furqon.
Belum usai permasalahan tersebut, orangtua murid pun menyesalkan pernyataan Kepala Disdik, Hanafi yang menyebut bahwa aksi orangtua murid di kantornya pada Rabu (12/1) tak mengantungi izin aparat.
Perwakilan Orangtua Murid Bersatu, Edwin mengatakan, kedatangan mereka ke Disdik untuk menyampaikan aspirasi terkait Plt Kepsek yang dinilai tidak netral.
“Kami juga menyatakan Mosi Tidak Percaya kepada Plt tersebut, hingga meminta kepada Kadisdik untuk diganti,” kata Edwin melalui keterangan tertulisnya, Jumat (14/1).
Selain itu, kata dia, kedatangan puluhan orangtua murid ke Disdik itu lantaran surat yang dilayangkan tidak ditanggapi oleh Disdik dan juga Plt Kepsek.
Sementara itu, perwakilan Glguru At-Taufiq, Irma menanggapi perihal dapodik yang disinggung Kadisdik. Menurutnya, terkait dapodik siswa, pihaknya memiliki data yang diperlukan untuk mengupdate pada dapodik. Namun Plt Kepsek tidak pernah berkoordinasi perihal tersebut.
“Waktu itu pak kadis mengundang kami untuk rapat, tapi beliau tidak hadir dan kemudian rapat dipimpin Plt Kepala SMP At-Taufiq Ahmad Furqon,” kata Irma.
Ia juga membeberkan perihal walk out yang dilakukan oleh guru-guru At-Taufiq. Kata dia, walk out itu dilakukan karena Plt seolah mengarahkan untuk menerima SK YAAB (Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bogor).
“Perihal walk out yang dilakukan guru itu karena dalam forum tersebut guru dihadapkan pada surat pernyataan yang diminta untuk memilih menerima SK YAAB atau tidak, sementara dalam undangan tertulis agenda rapat Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar,” bebernya.
Sementara itu, Perwakilan Yatib Ustadz Syarif Ahmad mengungkapkan, dari awal baik Yayasan maupun orang tua siswa meminta untuk tidak ada perubahan guru, tetap guru lama baik dari pihak At Taufiq maupun Al Irsyad.
“Artinya tidak ada penambahan guru baru. Guru yang mengajar masih sama sebelum terjadi konflik,” ujarnya.
Mengenai rekening penampung SPP, kata Syarif, selama ini orangtua mempercayakan pengelolaan kepada At Taufiq. “Jika akan dibuka rekening penampung dari BSI, kami bersedia dengan spesimen bersama termasuk dari Disdik sebagai pengawas,” katanya.
Ia menyebut, apabila pembulaan rekening baru harus dilakukan untuk menampung SPP, hal itu harus berdasarkan kesepakatan kedua yayasan.
“Kami sudah mengirimkan mosi tidak percaya, di mana suratnya kami tujukan kepada walikota. Sampai saat ini kami masih menunggu respon beliau,” ucapnya.
Indikasi ketidaknetralan Plt Kepsek, sambung dia, juga dikeluhkan dewan guru karena tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak merespon saran dan pendapat guru. “Untuk itulah, kami tidak berkenan yang bersangkutan memasuki area sekolah,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Disdik Kota Bogor Hanafi menjelaskan bahwa At Taufiq sedang dilanda dualisme antara Yatib dengan YAB. Dimana keduanya itu, sebelumnya datang ke Disdik untuk menyelesaikan permasalahan dan pihaknya menerima kedua belah pihak tersebut.
“Kemudian dimediasi oleh walikota, namun di waktu yang berbeda, di waktu bersamaan ternyata tidak ada titik temu, dimana keduanya saling menginginkan apa yang mereka inginkan,” jelasnya.
Hal itu, sambung Hanafi, membuat Pemkot Bogor mengambilalih dan menunjuk Plt Kepsek untuk menjalankan KBM.
“D menjalankan KBM itu tentu ada tahapannya, seperti kurikulumnya seperti apa, kemudian dapodik-nya (data pokok kependidikan) pun harus disesuaikan. Tetapi kenyataannya tidak direspon secara positif, tindakan operasional yang dilakukan oleh Plt SMPIT At-Taufik ini tidak didukung secara utuh,” katanya.
“Saya kumpulkan manajemen dan kedua belah pihak sepakat. Setelah pembelajaran diatur, disusun, dijadwalkan dan dapodik nya disesuaikan, karenakan sumber semuanya dapodik, dan pihak Yatib sudah mengakui bahwa izinnya itu milik Al-Irsyad, jadi tentu harus ada manajemen kedua belah pihak dilibatkan dan pertemuan beberapa kali. Disana itu ada dualisme yakni YAB dan Yatib” kata Hanafi.
Karena dualisme, maka pihaknya berkirim surat kepada Yatib untuk dibuatkan rekening penampungan dan spesimennya ya di kedua belah pihak dan waktu itu sudah setuju tetapi di lapangan tidak konsisten, tidak terlaksana.
“Proses KBM itu perlu manajemen, perlu pembiayaan makanya saya minta bikin rekening penampungan, pelaksanaannya terserah dan saya tidak memberikan kewenangan pengelolaan uang untuk kepala sekolah,” katanya
“Nah sekarang guru, tenaga kependidikan perlu berapa sekian orang, kan harus di sepakati, ternyata tidak sepakat, tidak mau, menginginkan seperti keinginan sendiri, saya kumpulkan, tetapi belum selesai saya ngomong sudah bubar. Setalah itu besok nya Plt mau masuk sekolah, tetapi ruangannya dikunci dan sekarang sudah mulai lagi dikunci ruangannya dari pihak guru, nah kita undang kedua belah pihak manajemen, tidak mengundang orangtua murid tapi kok kenapa datang bawa poster demo,”pungkasnya.
** Fredy Kristianto