JIRNAL INSPiRASI – Akumulasi kerugian Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) per 31 Desember yang mencapai Rp37.706.565.510. Sementara kerugian tahun berjalan pada 2020 mencapai Rp224.799.977.
Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan bahwa akumulasi kerugian tersebut dihitung sejak awal berdirinya perusahaan tersebut. Ia menilai hal itu bisa terjadi akibat kesalahan pengelolaan di masa lalu.
Baca Juga: Dana Kelurahan Minim, Dewan Dorong Pemkot Ubah Perwali
Namun, sambung Dedie, perlu dimaknai bahwa layanan transportasi publik dimanapun memerlukan subsidi. “Atas dasar itu, kedepan dengan program BTS akan melibatkan public service obligation dari Pemerintah Pusat,” ungkapnya.
Dedie berharap, kehadiran BTS dapat membuka peluang untuk mengurangi risiko beban operasional dari pelayanan. Selanjutnya, kata dia, PDJT harus mengambil peluang pengelolaan bisnis seperti mengoptimalisasi halte untuk promosi atau advertising, perbengkelan, menara mini selular bahkan SPBU.
“Jadi dengan restrukturisasi manajemen pengelolaan dan pemilihan profesional akan menjadi langkah prioritas Pemkot Bogor dalam menggeliatkan PDJT,” ucapnya.
BACA: Aduh, Saksi PT FS Banyak Nggak Tau
Selain itu, opsi lainnya adalah dengan menyelamatkan aset bus lama dan melelang sebagian demi menyeimbangkan neraca aset.
Saat disinggung mengenai permasalahan hukum PDJT yang kini tengah ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor. Dedie menyatakan bahwa tidak ada jaminan bagi setiap usaha yang sifatnya pelayanan selalu untung.
“Bila ada masalah kerugian karena beban operasional akibat manajemen belum tentu masuk ranah pidana,” jelasnya.
Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor, Rusli Prihatevy mengatakan, apabila melihat neraca keuangan tersebut, artinya keuangan PDJT tidaklah sehat. Lantaran, setiap tahun perusahaan pelat merah itu menombok untuj operasional maupun gaji karyawan. Sehingga menyebabkan tidak adanya hasil positif.
BaCA JUGA: Hore! Sekarang Damri Masuk Kampung, Ini Rutenya
“Bila dilihat saldo per Januari 2020 ada di angka Rp35.519.000.000, sedangkan rugi laba mencapai Rp37.706.565.510. Artinya ada kerugian sebesar Rp2,4 miliar,” ucap Rusli.
Dari neraca tersebut, kata Rusli, PDJT terlihat tak produktif sehingga tak dapat menghasilkan pendapatan untuk perusahaan maupun untuk kas pemerintah daerah.
“Harus ada perbaikan, dan sistem manajemen agar dapat berakselerasi demi perbaikan kedepannya. Mudah-mudahan dengan adanya BTS ini dapat membantu,” katanya.
Atas dasar itu, sambung dia, pihaknya akan memanggil Dinas Perhubungan (Dishub) untuk mengetahui terkait permasalahan keuangan tersebut.
“Mudah-mudahan plt Dirut sudah mempelajari mengenai hal ini. Sebab, pertanggungjawaban keuangan mesti jelas, dan ini menjadi catatan bagi direksi baru untuk fokus dalam membuat PDJT kembali sehat,” ucapnya.
Sebelumnya, Kejari Kota Bogor saat ini dikabarkan tengah menggarap PDJT. Bahkan, kasusny sudah masuk ke meja Bidang Pidana Khusus dengan status penyelidikan. Korp Adhyaksa pun dikabarkan sudah meminta keterangan sejumlah orang yang dianggap mengetahui soal operator Transpakuan itu.
**fedy kristianto