26.2 C
Bogor
Sunday, May 19, 2024

Buy now

spot_img

Demokrat Era AHY Digugat Lagi

Langkah Baru, Kubu Moeldoko Gandeng Yusril

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Kubu Moeldoko mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung setelah sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Hotel The Hill, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

Kali ini Moeldoko menggandeng advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah dari kantor hukum Ihza&Ihza Law Firm SCBD-Bali Office mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat yang dipecat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mereka dipecat lantaran hadir dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum.

Empat orang yang dibantu Yusril itu antara lain eks Ketua DPC Demokrat Ngawi Muhammad Isnaini Widodo, eks Ketua DPC Demokrat Bantul Nur Rakhmat Juli Purwanto, Eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal, Ayu Palaretins dan Eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir Binsar Trisakti Sinaga.

Yusril mengatakan pihak termohon dalam gugatan nanti adalah Menkumham Yasonna Laoly selaku pihak yang mengesahkan AD/ART Demokrat pimpinan AHY pada 2020 lalu. Yusril mengklaim upaya untuk menguji formil dan materil AD/ART Parpol ke MA merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

Yusril menjelaskan bahwa AD/ART dibuat parpol atas perintah undang-undang. Akan tetapi, menurut Yusril, sejauh ini tidak ada lembaga yang menguji ketika AD/ART suatu parpol bertentangan dengan undang-undang atau UUD 1945.

Yusril mengatakan ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan seperti itu. Mahkamah partai, kata dia, tidak berwenang menguji AD/ART. Yusril mengatakan pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara pun tidak berwenang. Pengadilan negeri hanya bisa mengadili perselisihan intenal parpol jika mahkamah partai tak mampu menyelesaikan. Sementara pengadilan tata usaha negara hanya berwenang mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.

“Karena itu saya menyusun argumen yang Insya Allah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah dan Dr. Fahry Bachmid,” kata Yusril.

“Bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak,” sambungnya.

Atas dasar itu, Yusril menilai MA harus melakukan terobosan hukum dengan menjadi lembaga yang memeriksa, mengadili dan memeriksa apakah AD/ART Demokrat yang disahkan Yasonna bertentangan dengan undang-undang atau tidak.

Kemudian, Yusril menilai MA juga perlu memeriksa apakah pasal AD/ART Demokrat yang memberi kewenangan lebih kepada majelis tinggi bertentangan dengan UU Partai Politik atau tidak. “Demikian seterusnya sebagaimana kami kemukakan dalam permohonan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung,” kata Yusril.

Sementara Partai Demokrat pimpinan AHY merespons upaya Yusril. Ketua DPP bidang Hukum dan HAM, Didik Mukrianto menyindir kubu Moeldoko yang tak puas dengan dua gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

“Dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara, gerombolan Moeldoko sedang mencari pembenaran ke MA agar dapat melegalkan begal politik yang mereka lakukan,” tutur Didik dalam keterangannya, Kamis (23/9).

Dia heran dengan kengototan Moeldoko Cs yang tetap mempersoalkan Surat Keputusan (SK) Menkumham atas pengesahan AD/ART Partai Demokrat pimpinan AHY yang dikeluarkan pada Mei 2020. Didik menilai langkah mereka sengaja hanya untuk mencari pembenaran atas terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang yang dicap ilegal pada Maret 2021.

Pun, ia menegaskan untuk Kongres Demokrat pada Maret 2020 yang menetapkan AHY sebagai ketum sudah sesuai aturan. “Tidak mungkin lagi diperdebatkan konstitusionalitasnya. SK Menterinya juga sudah dikeluarkan lebih dari 1 tahun yang lalu. Akrobat hukum apalagi yang mereka mau pertontonkan ke publik?” jelas Didik.

Lagipula, kata dia, dalam pengesahan kepengurusan partai, Menkumham Yasonna Laoly punyai tim pengkaji hukum yang kuat dan prosedur berlapis. Hal ini untuk memeriksa keabsahan serta sinkronisasi peraturan perundangan undangan sebelum Menkumham mengeluarkan SK.

“Permohonan judicial review ini bisa dianggap sebagai upaya begal politik dengan modus memutar balikan fakta hukum. Namun kami yakin MA akan menangani perkara ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” tutur Didik.

Kemudian, ia juga masih yakin hakim agung MA masih mempunyai integritas dan profesionalisme yang baik. â€œSekali lagi, ini bukan masalah internal partai. Ini adalah upaya paksa untuk merobek Demokrasi dan kepastian hukum di negeri kita,” kata Didik.

Untuk diketahui, permohonan hak uji materil (HUM) oleh eks kader Demokrat sudah dicantumkan pada laman resmi MA dengan Nomor Perkara 39 P/HUM/2021. Pemohon dalam perkara ini Muh. Isnaini Widodo dan termohon Menkumham RI.

Kisruh Demokrat diawali dengan sejumlah kader partai yang dipecat menginisiasi pelaksanaan KLB di Deli Serdang pada Maret 2021. Dalam KLB itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terpilih sebagai ketua umum dan Jhoni Allen Marbun selaku sekretaris jenderal.

**ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles