Bogor | Jurnal Bogor
Polemik tunggakan pembayaran alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit (RS) Lapangan senilai Rp5,6 miliar, mendapat sorotan Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto.
Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memiliki kewajiban untuk melunasi tunggakan tersebut, dengan cara mendorong pencairan anggaran yang sudah ada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Kemudian ada keterlambatan pencairan, disinyalir karena hal admisnistratif dan lainnya. Sebenarnya masalah ini adalah warning agar pelaksana melakukan penyelesaian dengan serius, dan tidak menimbulkan masalah baru,” ujar Atang kepada wartawan, Senin (26/4).
Atang juga meminta Sekretaris Daerah untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan tersebut, dengan memberikan supervisi agar kontribusi penanganan Covid-19 tercoreng karena adanya ketidakmampuan dalam menyelesaikan administratif.
“Yang jelas ada kewajiban yang belum tertunaikan. Ada kinerja administratif yang tak maksimal,” kata Atang.
Atang menjelaskan, dalam hal yang berbau kedaruratan diperbolehkan kolaborasi antar OPD. Namun, harus ada tupoksi yang jelas, siapa mengerjakan apa sesuai tupoksi dan siapa yang bertanggung jawab.
“Harusnya antara Dinas Kesehatan (Dinkes), RSUD, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak ada masalah dalam penyelenggaraan RS Lapangan. Namun, apabila betul ada miss antar ketiga OPD itu, ini merupakan kemunduran, dan mesti ada evaluasi, terutama dalam hal pembagian peran,” jelasnya.
Apalagi, kata Atang, pemerintah akan menghadapi libur panjang Idul Fitri, sehingga dibutuhkan kolaborasi yang baik antar berbagai sektor.
“Rencana RS Lapangan sudah lama dibahas sejak triwulan 2020, tapi saat itu kita banyak fokus ke pemilihan lokasi antara mengembangkan puskesmas yang sudah ada atau membuat lokasi baru,” ungkapnya.
Atang juga menegaskan bahwa sejak awal DPRD tak pernah dilibatkan dalam pendirian RS Lapangan. Kemungkinan, hal itu lantaran merupakan program pemerintah pusat.
“Memang di saat darurat pemerintah boleh melakukan langkah terukur. Tapi penyelenggaraan RS Lapangan mesti sesuai regulasi, operasionalnya sesuai harapan masyarakat dan sesuai dengan target RS Lapangan. Bila dalam perjalannya ada masalah, artinya koordinasi antar pihak tak berjalan maksimal. Sedangkan hingga kini kita belum tahu kapan pandemi berakhir,” tuturnya.
Lebih lanjut, kata Atang, kalaupun kajian sejak awal pendirian RS Lapangan tak lengkap. Namun, seharusnya pemerintah melakukan evaluasi dalam tiga bulan. “Kalau itu dilakukan mestinya semua masalah bisa diselesaikan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RS Lapangan, Ari Priyoni mengatakan bahwa tunggakan pembayaran alkes disebabkan lantaran belum adanya kucuran dana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Kalau anggarannya sudah ada kami akan komunikasikan. Sebelum ramai pemberitaan, vendor yang keberatan sudah datang. Kami juga sudah memohon pengertian mereka,” katanya.
Sebenarnya, kata Ari, sejak awal pihaknya sudah membuat daftar pengajuan yang awalnya mencapai Rp20 miliar terkait penanganan Orang Tanpa Gejala (OTG) di hotel, namun urung dilaksanakan.
“Artinya RS Lapangan sudah diprediksi sekian. Sebenarnya tadinya bukan hutang, kita mengajukan petkiraan anggaran adalah sekian dan itu sudah disepakati bersama antara pemkot dan BNPB. Dari jumlah anggaran yang diajukan BNPB baru mengalokasikan Rp16 miliar, dan ini coba kita komunikasikan terus, sebelum penutupan kita sudah komunikasikan dan kita datang dan berkomunikasi,” jelasnya.
Saat disinggung apakah ada jaminan BNPB akan melunasi sisa pembayaran. Ari menyatakan, berdasarkan hasil komunikasi sudah ada lampu hijau.
“Kalau dari bahasa sih Insya Allah. Karena BNPB sudah membuat KAK berdasarkan rinciannya dalam penanganan covid. Mereka sudah merencakan jika anggarannya turun akan segera direalisasikan. Kami hanya menunggu kabar saja,” tukasnya.
** Fredy Kristianto