Alkes Nunggak, KAHMI Dorong Audit Investigasi
Bogor | Jurnal Inspirasi
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor telah resmi menghentikan operasional Rumah Sakit Lapangan. Disisi lain masih ada kewajiban yang belum dituntaskan, yakni pelunasan pembayaran alat kesehatan (alkes). Hal itupun kembali mendapat sorotan Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri (ASB).
“Sebenarnya bagaimana perencanaan awal pendirian RS Lapangan, kenapa sekarang menyisakan masalah. Seharusnya kajian terhadap bantuan dana Rp16 miliar dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus matang sejak awal,” ujar ASB kepada wartawan, Selasa (20/4).
Menurut dia, permasalahan yang muncul pasca penutupan RS Lapangan disinyalir lantaran lemahnya analisa dan perencanaan yang dilakukan oleh RSUD Kota Bogor. Sehingga menyebabkan pembayaran alkes tertunggak.
“Seharusnya masalah RS Lapangan itu yang mengatur Dinas Kesehatan (Dinkes), bukan RSUD,” kata politisi PPP ini.
Kata ASB, apabila Pemkot Bogor memilih opsi menyebar alkes ke puskesmas untuk menanggulangi Covid-19. Hal itu menandakan ada yang salah mengenai penyelenggaraan RS Lapangan sejak awal. “Ini kan ujungnya muaranya di Dinkes. Buktinya, penyelesaiannya keberadaan alkes melibatkan puskesmas. Mestinya sejak awal, Dinkes yang kelola RS Lapangan,” katanya.
Selain itu, sambung dia, apakah pemkot optimistis bila takkan terjadi lonjakan kasus positif pasca Idul Fitri. “Bagaimana kalau ada kenaikan kasus nanti, sedangkan RS Lapangan sudah ditutup. Lantas bagaimana nasib SDM RS Lapangan serta bagaimana perhitungan efektifitas pelayanan covid,” bebernya.
Sementara itu, Pengurus Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah Korp Alumni HMI (KAHMI) Kota Bogor, Dwi Arsywendo menilai seharusnya tidak terjadi penunggakan pembayaran alkes.
“Ada pagu anggaran untuk pengadaan alkes tersebut. Alkesnya sudah ada dan dipakai, tapi kenapa ini masih ada tunggakan, kan suatu hal yang janggal. Yang menjadi pertanyaan besar bahwa anggaran untuk pengadaan alkes itu kan pasti sudah ada di kas pemerintah daerah, dan apabila proses pengadaan telah selesai pasti pihak penyedia barang jasa harusnya dibayar full,” ucapnya.
Atas dasar itu, Dwi meminta agar dilakukan audit investigasi terhadap RS Lapangan oleh Inspektorat. “Kejaksaan juga kalau perlu lakukan penyelidikan atas permasalahan ini, jangan sampai ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses pengadaan alkes,” tegasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bima Arya tak membantah mengenai adanya permasalahan tersebut. “Masih ada, beberapa kewajiban yang akan diselesaikan secara bertahap,” ujarnya di RS Lapangan, Senin (19/4).
Saat ini, Inspektorat sedang melakukan review terhadap pembelian alkes di RS Lapangan. Namun, sambungnya, alkes masih akan tetap berada di RS Lapangan. Hal itu dilakukan, agar bila suatu saat ada lonjakan kasus Covid-19, RS Lapangam dapat diaktifkan lagi.
“Nakes masih tetap, alat juga, semuanya siaga. Bisa diaktivasi lagi bila ada kebutuhan mendesak. Memang ada juga yang habis kontrak, beberapa kembali ke RSUD Kota Bogor, tapi ada juga yang standby disini,” katanya.
Bima Arya mengatakan bahwa penghentian operasional RS Lapangan yang telah beroperasi selama tiga bulan sudah sesuai kontrak yang berakhir pada Minggu (18/4).
** Fredy Kristianto