Home Politik Pencabutan RUU Pemilu dari Prolegnas Disorot

Pencabutan RUU Pemilu dari Prolegnas Disorot

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Pencabutan Rancangan Undang-undang (RUU Pemilu) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 disorot. Salah satu  yang mengkritisi di DPR adalah Fraksi PKS.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait keputusan pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR yang sepakat mengeluarkan RUU tersebut. Pertama, kondisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan yang diametral berpotensi melemahkan kesatuan NKRI dan kerukunan masyarakat.

“Sistem presidential treshold dengan ambang batas tinggi terbukti tidak sesuai dengan original intent atau maksud asli dari UUD 1945. Sebab, sistem ini menghalangi kesempatan kita untuk memilih kader terbaik bangsa karena pada akhirnya kontestasi terbatas pada 2 paslon semata,” kata Bukhori, dalam keterangannya, Rabu (10/3).

Menurut dia, konsekuensinya muncul pembelahan sosial yang rentan terjadi. Bahkan, kata dia, nuansa ketegangan itu masih bisa dirasakan sampai sekarang sebagai dampak dari Pemilu 2019. Maka itu, dibutuhkan penyempurnaan mendasar terhadap sistem pemilu eksisting melalui revisi karena secara sosiologis sangat tidak sehat untuk memelihara iklim kerukunan bangsa. 

Kedua, Bukhori menilai sistem pemilu juga turut menentukan desain kepemimpinan nasional. Ia menjelaskan, penurunan presidential threshold melalui revisi UU Pemilu akan membuka ruang lebih luas untuk melahirkan banyak pemimpin. Dia bilang hal ini sesuai dengan kehendak masyarakat yang menginginkan pemimpin yang berkualitas dan demokratis.

“Kita memiliki banyak tokoh negarawan yang layak menjadi pemimpin di tingkat nasional. Mulai dari ulama, cendekiawan, kepala daerah. Kami ingin mendorong demokratisasi yang lebih substantif dalam proses pemilihan Presiden untuk memutus rantai oligarki, salah satunya melalui ikhtiar revisi ini,” jelasnya.

Bukhori menjelaskan, pemilu dengan sistem yang lebih inklusif membuka peluang setiap lapisan anak bangsa bisa dipilih sebagai Presiden RI. Ia mencemaskan penerapan UU Pemilu eksisting akan memunculkan banyak kursi kosong di level kepemimpinan daerah ketika pilkada digelar serentak pada 2024. 

“Pilkada ini turut membawa konsekuensi politis berupa kekosongan legitimasi kepala daerah di sebanyak 271 daerah akibat masa bakti kepala daerah eksisting yang akan selesai pada 2022 maupun 2023,” lanjut Bukhori yang juga Ketua DPP PKS tersebut.

Pun, ia mengingatkan masa kepemimpinan kepala daerah eksisting akan selesai masa jabatannya pada rentang 2022-2023. Namun, ada jeda lama yang berdampak terhadap krisis legitimasi.

“Artinya, akan ada krisis legitimasi selama kurun 1 sampai 2 tahun karena yang memimpin adalah Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah seraya menanti kepala daerah terpilih hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024,” ujarnya.

** ass/viva

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version