Ketersediaan Tempat Tidur Bagi Pasien Corona Masih Minus
Bogor | Jurnal Inspirasi
Kasus aktif Covid-19 di Kota Bogor hampir menyentuh 1.500 atau tepatnya 1.427 pada Senin (25/1). Pemerintah pun dibuat gelisah dengan situasi tersebut. Pasalnya, ketersediaan tempat tidur bagi pasien corona di rumah sakit (RS) se-Kota Hujan hanya 744.
“Masih ada defisit 800 tempat tidur. Keberadaan RS Lapangan dan konversi 35 persen tempat tidur ruang rawat inap bagi pasien Covid-19 di seluruh RS dan keberadaan RS Lapangan pun tetap kurang,” ujar Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim kepada Jurnal Bogor, Senin (25/1).
Bahkan, kata Dedie, saat ini kondisi RS Lapangan telah full diisi pasien. Dengan demikian, sambungnya, mau tak mau Pemkot Bogor wajib menambah ruang isolasi dan menaikan kapasitas RS.
“Memang tak semua RS. Sebab, pasien non covid harus ditangani juga. Jadi adanya RS Lapangan ini tidak menyelesaikan,” kata Dedie.
Selain itu, kekurangan tempat tidur pun berbanding lurus dengan tenaga kesehatan (nakes) dan dokter spesialis yang direkrut. “Makanya kami mengupayakan adanya tambahan ruang perawatan baik gejala ringan, sedang dan berat. ICU dan ICCU pun akan ditambah,” katanya.
Ia menuturkan, apabila melihat prediksi di akhir tahun 2021, dimana akan ada lonjakan menjadi 17 ribu kasus. Paling tidak, sambungnya, kapasitas tampung RS mesti di atas 1.000 tempat tidur. Atas dasar itu, saat ini pemkot tengah mempersiapkan hotel untuk dijadikan ruang rawat inap.
“Tapi kan tidak mudah mencari hotel maupun RS yang jendelanya bisa dibuka dan tak menggunakan ac sentral dan memakai ac split. Sebab dalam menangani covid tidak boleh begitu, virus bisa nyebar kemana-mana. Makanya harus pakai heva filter,” tuturnya.
Dedie menambahkan, apabila ruang rawat inap ditambah, tentunya mesti dibarengi dengan penambahan nakes. “Misalnya, bila di RS Lapangan ditambah 70 tempat tidur lagi. Harus ada 120 nakes yang direkrut, karena RS itu kan 24 jam, jadi mesti digunakan sistem shift,” bebernya.
Lebih lanjut, kata dia, saat ini di Kota Bogor terdapat 9.566 nakes yang terdaftar melalui sistem infoemasi sumber daya kesehatan. Namun, Dedie menilai bahwa jumlah itu masih kurang lantaran tak semuanya menangani pasien covid.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri (ASB) mengapresiasi Dinkes Kota Bogor dalam menggerakkan peran RS-RS swasta untuk bersama-sama bersinergi menyelesaikan permasalahan covid.
Kata dia, DPRD Kota Bogor akan membantu upaya dinkes tersebut dengan menjalankan monitoring ke RS-RS swasta yang menerapkan kebijakan tersebut.
“Ini sebuah langkah nyata, tanpa banyak wacana dan seharusnya setiap OPD harus melakukan hal itu. Langkah strategis dalam upaya perang melawan Covid-19,” paparnya.
ASB menilai, bila efektifitas dan efisiensi langkah dan strategis yang dilakukan Dinkes Kota Bogor. Diantaranya dengan tak membebani anggaran pemerintah terlalu besar, tetapi menggerakkan swasta untuk berperan aktif
“Dinkes memegang fungsi menggerakkan peran, membina dan mengevaluasi peran layanan kesehatan di setiap RS swasta. Yang perlu diperhatikan adalah mekanisme penerimaan pasien Covid-19 yang harus jelas informasinya ke masyarakat. Apalagi dengan peran RS swasta di sini. Optimalisasi E-SIRS Covid sangat penting,” jelasnya.
Politisi PPP ini berharap, peran dinkes seperti ini tentunya jangan berhenti pada saat pandemi saja. Tetapi juga pada saat kondisi normal. Begitupun mengenai mekanisme penerimaan pasien BPJS pada rumah sakit swasta dioptimalkan.
“Nakes Kota Bogor bukan kategori ASN yang suka rebahan, yang seperti disampaikan pak wali beberapa waktu lalu. Juga sebagai pembuktian bahwa nakes di Kota Bogor sebagai ASN petarung yang handal,” imbuhnya.
** Fredy Kristianto