31.4 C
Bogor
Friday, March 29, 2024

Buy now

spot_img

Pam Swakarsa Mau Dihidupkan Lagi, Publik Ingatkan Tragedi 98

Bogor | Jurnal Inspirasi

Pihak kepolisian berencana menghidupkan lagi Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa). Dikutip dari CNN, Sabtu (23/1), rencana ini disampaikan Kapolri terpilih Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang disampaikan saat uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri bersama Komisi III DPR RI, Rabu (20/1).

Listyo mengatakan pengaktifan kembali Pam Swakarsa itu mengacu pada Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang tugas Polri. Di antaranya Polri diwajibkan melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis. “PAM Swakarsa harus lebih diperanaktifkan dalam mewujudkan pemeliharaan kamtibmas. Jadi, kita hidupkan kembali,” kata Listyo.

Sebelum Listyo menyatakan akan menghidupkan kembali Pam Swakarsa, Kapolri Jenderal Idham Azis telah meneken peraturan mengenai Pam Swakarsa dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2020.

Dalam aturan itu masyarakat sipil akan dilibatkan dalam Pam Swakarsa yang akan tergabung dalam Satuan Pengamanan (Satpam) dan Satuan Keamanan Lingkungan (Satkamling). Rencana Listyo menuai protes dari kalangan sipil. Salah satu kritik disampaikan Maria Katarina Sumarsih, ibu mendiang BR Norma Irmawan yang menjadi korban Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998.

Begitu mendengar kata Pam Swakarsa, ingatannya melayang pada tragedi yang menewaskan putranya. Saat itu Pam Swakarsa ikut dikerahkan untuk berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang sedang mengawal agenda reformasi.

“Kata Pamswakarsa mengingatkan Tragedi Semanggi I -13 Nov 98. Pemerintah tidak hanya mengerahkan TNI/Polri tapi juga mengerahkan Pamswskarsa yang dipersenjatai bambu runcing untuk menghadapi mahasiswa yang berdemonstrasi untuk mengawal pelaksanaan reformasi,” tulis Sumarsih di akun Twitter @Sumarsih11, Jumat (22/1).

Jauh sebelum Listyo terpilih sebagai Kapolri, Pam Swakarsa memang pernah hadir di Indonesia pada 1998. Sumarsih menyebut Pam swakarsa adalah bentukan Jenderal TNI Wiranto yang kala itu menjabat sebagai Panglima ABRI. Mereka dikerahkan untuk menghalau demonstrasi mahasiswa dan para aktivis yang menolak Sidang Istimewa (SI) MPR pada 1998.

Masyarakat sipil yang tergabung dalam Pam Swakarsa kala itu dipersenjatai dan diduga mendapat dukungan dari kalangan militer. Sumarsih mengatakan konflik horizontal antarmasyarakat pun tak terelakkan. “Saat itu masyarakat dipersenjatai bambu runcing,” ujar Sumarsih.

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan dan mengumpulkan senjata-senjata yang dipakai oleh Pam Swakarsa. Sebagaimana laporan Tempo, senjata yang dikumpulkan terdiri dari 172 bambu runcing, sebuah pedang samurai, satu batang besi bengkok, empat ikat kepala, dan selembar saputangan.

Senjata-senjata di atas digunakan Pam Swakarsa dalam operasi menghalau para demonstran dan pihak-pihak yang ingin menggagalkan SI 1998. Operasi tersebut banyak menimbulkan bentrok dan kekerasan dengan masyarakat sipil yang tidak tergabung dalam Pam swakarsa, terutama para demonstran.

Operasi yang dilakukan oleh Pam Swakarsa berujung pada Tragedi Semanggi. Mereka tidak hanya mengamankan demonstran di Gedung DPR/MPR, tetapi juga mengamankan sejumlah lokasi yang dianggap berpotensi untuk menggelar demonstrasi.

Terkait dugaan keterlibatan Wiranto dalam pembentukan Pam Swakarsa juga pernah disinggung mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen.

Kivlan mengatakan Pam Swakarsa adalah bentukan Wiranto yang saat itu menjabat Panglima ABRI. Pada Agustus 2019 lalu, Kivlan bahkan melayangkan gugatan kepada Wiranto hampir Rp1 triliun terkait pembentukan Pam Swakarsa.

Pengacara Kivlan, Tonin Tachta Singarimbun menyebut kliennya merasa dibohongi dan dirugikan oleh Wiranto dengan pembentukan kelompok tersebut.

Tonin pun juga pernah menjelaskan kronologi pembentukan Pam Swakarsa. Pada 4 November 1998, Wiranto memberikan instruksi kepada Kivlan untuk menggalang masyarakat guna membentuk PAM Swakarsa dalam mengamankan pelaksanaan Sidang Istimewa MPR tanggal 15-16 November 1998 di Gedung MPR.

Kivlan pun menerima imbalan Rp400 juta dari Wiranto melalui Setiawan Djodi. Usai menerima uang itu dia mengumpulkan setidaknya 30 ribu orang dari berbagai daerah baik dalam dan luar Jakarta untuk mengikuti PAM Swakarsa tersebut selama delapan hari.

Penggalangan dan kegiatan PAM Swakarsa itu sah berdasarkan Rencana Mabes ABRI/ Departemen Pertahanan dan Keamanan yang dibuat oleh Wiranto selaku Panglima ABRI/Menteri Pertahanan dan Keamanan saat itu.

Kendati demikian, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan Pam Swakarsa yang akan diberlakukan Komjen Listyo berbeda dengan dengan tahun 1998.

“PAM Swakarsa yang dimaksud Kapolri Sigit berbeda dengan Pam Swakarsa 1998,” kata Jaleswari dalam keterangan tertulis, Kamis (21/1). Meski diklaim berbeda, pembentukan kembali Pam Swakarsa oleh Polri tetap membangkitkan kekhawatiran di kalangan kelompok sipil.

“Ini (Pam Swakarsa) akan membahayakan bagi masyarakat nantinya karena akan menimbulkan konflik horizontal seperti dulu,” kata Sumarsih.

** ass/cnn

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles