28.4 C
Bogor
Tuesday, November 26, 2024

Buy now

spot_img

PTUN Vonis Jaksa Agung Langgar Hukum

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan, pernyataan Jaksa Agung yang mengatakan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat adalah perbuatan melawan hukum. Untuk itu, PTUN mewajibkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk membuat pernyataan terkait penanganan kasus itu dengan keadaan yang sebenarnya pada rapat kerja dengan Komisi III (bidang hukum) DPR mendatang.

Keluarga korban dan Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II yang mengajukan gugatan ke PTUN meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja jaksa agung. Mereka pun berharap, melalui keputusan ini, pemerintah segera menuntaskan penyelidikan dan membawa kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang belasan tahun terbengkalai ke pengadilan HAM ad hoc sehingga tercipta kepastian hukum.

Kasus Semanggi I dan II hanyalah sebagian dari setidaknya sembilan berkas kasus pelanggaran HAM yang diserahkan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung yang keseluruhannya hingga kini disebut aktivis “dibolak-balik”.

Sementara itu, Kejaksaan Agung akan menempuh upaya hukum terhadap putusan tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono menyebut, Kejagung menghormati keputusan PTUN tersebut.

“Namun karena menurut kami putusan itu tidak tepat atau kurang tepat, maka kami akan pelajari dulu isi putusannya tersebut secara lengkap. Selanjutnya kami akan menempuh upaya hukum,” kata Hari Setiyono dikutip dari BBC, Rabu (04/11).

Saat ditanya mengenai tudingan “mandeknya” beragam kasus pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung, Hari enggan berkomentar. “Wah itu nanti, kita bicara tentang putusan PTUN. Sedangkan kasus Semanggi I, II dan lainnya harus kembali ke penyelidiknya siapa, hasilnya apa, seperti apa. Saya kira ranahnya berbeda dengan putusan PTUN ini,” kata Hari.

Kuasa hukum koalisi, Muhammad Isnur menyebut putusan PTUN menjadi bukti bahwa Burhanuddin sudah tidak layak menjabat sebagai Jaksa Agung. “Kami minta Presiden Jokowi turun tangan karena ini bukan sekedar kesalahan administratif, tapi kesalahan cukup berat karena Jaksa Agung diputus melanggar hukum, melanggar konstitusi dan menurut kami ini sudah tidak layak dan buat malu Indonesia,” katanya.

Lebih lanjut, Isnur yang juga ketua bidang Advokasi YLBHI menyebut pernyataan Jaksa Agung adalah representasi dari ketidakmauan negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat. “Ini bukan soal kemampuan, kapasitas dan kapabilitas, karena bisa dilakukan dengan mudah dan cepat, tapi problemnya adalah ketidakmauan. Tidak mau menuntaskan kasus-kasus HAM berat sampai sekarang, bertahun-tahun, tidak serius,” kata Isnur.

Maria Katarina Sumarsih, orang tua dari korban penembakan tragedi Semanggi I Bernardus Realino Norma Irmawan mengapresiasi putusan PTUN Jakarta. Maria Katarina Sumarsih selaku orang tua dari korban penembakan Tragedi Semanggi I, Bernardus Realino Norma Irmawan, yang mengajukan tuntutan, mengapresiasi putusan PTUN tersebut.

“Semoga kemenangan ini dapat menjadi pelajaran bagi semua lembaga penegak hukum, dan mewujudkan negara hukum, bukan negara yang melanggengkan impunitas,” katanya.

Menurut Sumarsih, pernyataan Burhanuddin adalah cerminan dari ketidakseriusan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, setidaknya ada sembilan kasus yang telah diselidiki Komnas HAM dan diserahkan ke Kejagung.

Kasus itu di antaranya adalah peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius (Petrus) 1982-1985, peristiwa penghilangan paksa aktivis 1997-1998, peristiwa Trisakti 1998, peristiwa Semanggi I 1998 dan peristiwa Semanggi II 1999.

Kemudian, kasus peristiwa Talangsari 1989, peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan peristiwa Wasior Wamena 2000-2003. “Sudah belasan tahun berkas penyelidikan Komnas HAM mengantung di Kejagung, ini menunjukan bahwa sebenarnya pemerintah menunggu kematian korban dan keluarga korban satu persatu.

“Kalau kemudian setelah 18 tahun dinyatakan terlalu lama dan sulit mencari alat bukti. Pada saat setelah Komnas HAM menyerahkan hasil penyelidikan itu, Kejagung melakukan apa?

“Jadi, dampak dari pernyataan Kejagung akan meluas pada kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah diselidiki Komnas HAM bakal terhenti,” katanya. Penyelesaian melalui peradilan hingga kini “mangkrak” karena Kejagung selalu mengembalikan berkas pelanggaran HAM yang disusun Komnas HAM dengan dalih kurangnya bukti.

Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menilai, putusan PTUN merupakan momen penting dalam mendesak pemerintah dan DPR untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM Semanggi I, II dan belasan kasus lainnya. “Putusan ini menjadi pintu masuk bagi pemerintah segera membentuk pengadilan HAM ad hoc,” kata Usman.

Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 11-13 November 1998 menewaskan 17 warga sipil. Sementara, peristiwa Semanggi II yang terjadi pada 24 September 1999 menewaskan seorang mahasiswa, 11 warga sipil, dan 217 orang luka-luka.

Melansir putusan PTUN, pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin -menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat- berangkat dari hasil rapat paripurna DPR pada 9 Juli 2001 yang mendengarkan hasil laporan Panitia Khusus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS).

Dalam rapat itu, Pansus DPR menyebut tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus tersebut. Namun, berdasarkan laporan akhir Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) TSS tahun 2002, dinyatakan adanya dugaan pelanggaran HAM berat yang hingga kini proses penyelidikan terus berjalan walaupun terkendala persoalan teknis, yaitu hasil penyelidikan Komnas HAM belum memiliki bukti permulaan yang cukup dan sulit ditingkatkan ke penyidikan.

Pernyataan jaksa agung itu “… menunjukan bahwa tindakan Tergugat (Jaksa Agung) sebagaimana yang dimaksud objek sengketa adalah tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya atau setidak-setidaknya Tergugat tidak menguraikan proses penyelidikan secara lengkap, tindakan Tergugat demikian cenderung mengabaikan/menyembunyikan fakta mengenai kewajiban negara yang masih diemban institusi Kejaksaan selaku penyidik yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.”

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles