Jakarta | Jurnal Inspirasi
Tindak kekerasan masih dilakukan aparat terhadap jurnalis seperti yang dialami jurnalis Suara.com, Peter Rotti saat meliput aksi demonstrasi menolak Undang Undang Cipta Kerja Omnibus Law yang dilakukan elemen dari serikat buruh dan aliansi mahasiswa di Jakarta, Kamis (8/10).
Aksi ini diketahui berakhir ricuh antara massa dan polisi yang berjaga. Massa menjadi beringas hingga membakar sejumlah pos polisi dan halte TransJakarta. Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono, mengatakan, penganiayaan yang dialami Peter dilakukan oleh aparat kepolisian. Peristiwa ini bermula saat Peter merekam video aksi sejumlah aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte TransJakarta Bank Indonesia pada pukul 18.00 WIB.
“Ketika itu Peter berdua dengan rekannya, yang juga videografer, yakni Adit Rianto S, melakukan live report via akun YouTube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law. Melihat Peter merekam aksi para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya,” ujar Suwarjono dalam keterangan tertulisnya dikutip dari Viva, Jumat (9/10).
Suwarjono melanjutkan, setelah kejadian itu, Peter didatangi enam orang polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.
Namun, para polisi memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari polisi itu sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi.
“Para polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter pun diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan polisi tersebut,” kata dia.
Suwarjono mengecam aksi penganiayaan terhadap jurnalisnya, maupun jurnalis media-media lain yang mengalami aksi serupa. Sebab, jurnalis dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik selalu dilindungi oleh perundang-undangan. “Saya juga mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas hal ini,” ucap Suwarjono.
Terpisah, Peter mengungkapkan detik-detik penganiayaan yang dialaminya. Dia mengaku jika sudah menjelaskan profesinya sebagai jurnalis ketika polisi menghampirinya. “Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar,” kata Peter.
Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil polisi. Namun, kameranya dikembalikan kepada Peter. “Kamera saya akhirnya dikembalikan, tetapi memorinya diambil sama mereka,” ujar Peter.
Kondisi Peter saat ini mengalami memar di bagian muka dan tangannya akibat penganiayaan aparat kepolisian.
** ass