Bogor | Jurnal Inspirasi
Walikota Bogor, Bima Arya menyatakan akan mengevaluasi dan meminta perangkat daerah terkait untuk mengkaji kembali status zonasi penyebaran Covid-19 di satu wilayah, terutama penentuan kelurahan dan RW zona merah. “Misalnya, di satu kelurahan ada satu orang yang kerjanya di Jakarta, KTP-nya disitu, positif dan dirawat di Jakarta, kontak eratnya aman, kemudian dinyatakan merah. Jadi jangan sampai seperti itu,” ujar Bima Arya, Kamis (17/9)
Menurut Bima, perubahan definisi zona merah sangatlah penting. Pasalnya, akan berkaitan dengan strategi dan konsep PSBMK yang dijalankan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Bima mencontohkan, wilayah dinyatakan zona merah jika ada orang yang sedang menjalani isolasi di wilayah tersebut atau minimal ada tiga orang yang sedang menjalani isolasi mendiri.
“Kita evaluasi sistem zonasi. Jadi kita rubah definisi kelurahan merah, jangan sampai ada satu OTG, diisolasi di luar dan dinyatakan zona merah, tidak seperti itu, karena akan menimbulkan efek yang berbeda. Tetapi akan lebih difokuskan ke skala mikro atau RW. Dinyatakan merah jika ada beberapa hal yang mendukung penetapan zona merah,” jelasnya.
Menurut dia, jika satu kelurahan ada beberapa RW zona merah, maka dinyatakan kelurahan tersebut sebagai zona merah. Kemudian, bagi wilayah yang masuk zona merah akan diterapkan kebijakan secara ketat.
Untuk evaluasi kelurahan atau RW zona merah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Sri Nowo Retno dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Bogor, Rahmat Hidayat menyatakan akan segera merumuskan instruksi Wali Kota Bogor.
“Tadi didiskusikan untuk kelurahan dinyatakan zona merah jika minimal 50 persen RW-nya merah. Untuk RW jika 50 persen RT-nya positif aktif maka RW-nya dimerahkan. Untuk kategori lamanya waktu, bagi OTG dinyatakan sembuh setelah 10 hari isolasi pasca swab test,” tandasnya.
** Fredy Kristianto