31.4 C
Bogor
Friday, March 29, 2024

Buy now

spot_img

Kemendikbud Buat Modul Belajar Mandiri

Jakarta | Jurnal Inspirasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah menyiapkan kurikulum darurat di masa pandemi Covid-19. Pada kurikulum tersebut dibuat penyederhanaan mengenai kompetensi dasar, disiapkan pula modul pembelajaran dan materi video agar siswa bisa belajar mandiri.

Dikutip dari Sindonews, Selasa (23/6), kurikulum ala masa pandemi ini disusun berdasarkan rekomendasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dengan kurikulum darurat ini diharapkan proses belajar mengajar tetap berjalan baik, meski penuh keterbatasan akibat adanya pandemi.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, ada dua hal yang sedang disiapkan pada kurikulum tersebut. Pertama, penyesuaian kompetensi dasar (KD). Ini dilakukan agar guru tidak terlalu berat dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah.

“Jadi, semisal siswa SD kelas 3 itu kan ada sekitar 26 KD, sekarang sudah kami integrasikan. Kami pilih yang paling esensial nanti akan menjadi sekitar 16 KD,” katanya pada webinar Fokus Sindo bertajuk ”Menyongsong Pendidikan Fase New Normal: Covid-19. Akankah Mengubah Kurikulum Pendidikan?”.

Diskusi online ini juga menghadirkan Ketua Komisi X DPR Saiful Huda dan Ketua KPAI Susanto sebagai narasumber.  Hamid menjelaskan, persiapan kedua adalah modul-modul pembelajaran yang bisa dipakai siswa untuk belajar secara mandiri. Menurut Hamid, modul ini tidak sama isinya dengan buku pelajaran siswa. Modul tampak lebih ringkas, namun tetap berisi pembelajaran siswa yang efektif digunakan selama belajar mandiri.

Selain modul, Kemendikbud juga akan menyiapkan materi-materi video pembelajaran berisi praktik-praktik baik yang sudah dilakukan oleh guru-guru. Hamid menuturkan, kemungkinan dalam pekan pertama Juli bahan kurikulum adaptif dan modul pembelajarannya sudah akan tersedia.

Hamid menerangkan, selama tiga bulan terakhir ini Kemendikbud memang menyerahkan penyesuaian kurikulum ini kepada guru dengan mengacu pada konsep Merdeka Belajar. Merdeka Belajar inilah yang memberi ruang kepada guru dan kepala sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan mengidentifikasi materi-materi esensial yang ada di dalam kompetensi dasar di setiap tingkatan sekolah. “Namun, setelah kami evaluasi ini tampaknya hanya 20% sekolah kita, guru kita, yang melakukan adaptasi kurikulum,” tuturnya.

Hamid berpesan kepada kepala sekolah dan para guru untuk menyiapkan rencana pembelajaran selama satu semester ke depan, mengingat sebagian besar daerah akan tetap melakukan pembelajaran jarak jauh baik dengan sistem dalam jaringan (daring) ataupun luar jaringan (luring). Sekolah juga diminta untuk menyiapkan mekanisme komunikasi dengan orang tua dan siswa dalam satu semester ke depan.

“Jadi, bagi sekolah yang sudah melakukan adaptasi kurikulum yang 20% itu silakan lanjut. Tetapi, kalau teman-teman yang masih belum siapkan apa pun, mungkin dalam pekan pertama Juli itu bahan kurikulum adaptif itu sudah akan tersedia berikut dengan modul-modul pembelajarannya,” kata Hamid saat memberikan tanggapan penutup. 
 
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda memberikan dukungan kepada Kemendikbud untuk mengambil terobosan di dunia pendidikan, salah satunya menyiapkan kurikulum adaptif tersebut. Huda juga berharap pada tahun ajaran baru nanti kurikulum darurat bersifat adhoc ini bisa tersedia. Dia meyakini bahwa dengan kurikulum darurat ini maka orang tua siswa yang stres karena berperan sebagai guru ini bisa terkurangi bebannya, meringankan beban belajar pada siswa dan guru pun semakin kreatif. “Masih ada waktu sekitar tiga minggu bagi Kemendikbud untuk menyiapkan kurikulum darurat ini sebelum masa ajaran baru dimulai 13 Juli mendatang,” kata Huda.

Ketua KPAI Susanto menambahkan, pandemi Covid-19 ini menyadarkan semua pihak bahwa proses belajar harus tetap dipastikan berlangsung untuk peserta didik. Baik dalam kondisi normal ataupun dalam situasi bencana seperti ini. Oleh karena itu dia berharap agar ada kesabaran bagi orang tua dalam mendampingi anak-anaknya belajar di rumah meski harus membagi waktu dengan pekerjaan. “Orang tua harus menjadi figur yang ramah bagi semua anak, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini,” imbuhnya.

Susanto menjelaskan, KPAI memang merekomendasikan adanya kurikulum dalam situasi darurat seperti saat ini. Hal ini penting karena siswa dengan berbagai latar belakang dan kondisi juga kendala yang dihadapi saat pandemi ini hak belajarnya tidak akan terakomodasi dengan acuan kurikulum dalam kondisi normal. Dia juga khawatir jika kurikulumnya belum disesuaikan maka ini akan menjadi kendala bagi guru di dalam proses pembelajaran di situasi pandemi Covid-19 ini.

Sementara itu, di tempat terpisah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwa tidak ada peleburan muatan pendidikan agama dengan pendidikan lain seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) seperti yang belakangan banyak dibicarakan di media. Hal ini ditegaskan Nadiem saat melakukan rapat kerja (raker) dengan Komisi X DPR secara virtual kemarin. “Isu mengenai adanya kabar peleburan subjek pendidikan, sebagai penegasan saja bahwa tidak ada keputusan maupun rencana (peleburan) mata pelajaran agama dengan mata pelajaran lain,” ujarnya.

Dia mengakui bahwa saat ini Kemendikbud terus berupaya untuk melakukan berbagai perbaikan dalam kurikulum nasional, termasuk penyederhanaan kurikulum nasional seperti yang diminta Presiden Joko Widodo. “Tim kami selalu melakukan kajian, rapat focus group discussion (FGD) untuk penyederhanaan kurikulum. Kami tegaskan tidak ada rencana maupun keputusan untuk pelajaran agama saat ini. Ini mohon ditegaskan, itu tidak ada dalam rencana kami,” katanya. 

Nadiem menegaskan bahwa hingga kini pendidikan agama masih berdiri sendiri dalam kurikulum pendidikan nasional. “Sampai sekarang pelajaran agama masih stand alone sebagai pendidikan agama,” tuturnya.

Nadiem meminta semua pihak, termasuk anggota Komisi X DPR, ketika ada pihak yang mempertanyakan mengenai isu tersebut, termasuk jika ada pertanyaan dari kalangan media agar bisa memberikan kepastian jawaban bahwa tidak akan ada peleburan materi pendidikan agama dengan materi pendidikan lain dalam satu kurikulum.

Dalam rapat tersebut Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menegaskan bahwa penyederhanaan kurikulum tidak boleh menghilangkan materi pilar pendidikan, termasuk pendidikan agama. “Kami menilai wacana penggabungan mata pelajaran pendidikan agama dengan PPKn kurang tepat karena kedua mata pelajaran ini mempunyai filosofi dan muatan yang tidak bisa menggantikan satu dengan lain,” ujarnya.

Sebelumnya beredar informasi di media sosial terkait materi diskusi mengenai penyederhanaan kurikulum di kalangan Kemendikbud. Berdasarkan informasi yang juga beredar di beberapa grup percakapan daring tersebut, tampak sebuah paparan usulan peleburan mata pelajaran agama kelas 1-3 sekolah dasar (SD).

Huda menegaskan, materi pendidikan agama saat ini sangat diperlukan untuk ditanamkan bagi para peserta didik. Materi pendidikan agama yang dimaksud adalah materi pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai toleransi, inklusivitas, dan sikap moderat dalam kehidupan. “Materi-materi tersebut sangat diperlukan di tengah maraknya cara pandang keagamaan kaku dan keras yang muncul di sebagian kalangan masyarakat akhir-akhir ini,” tuturnya.

Pun demikian dengan materi PPKn. Menurut Huda, itu tidak boleh dihilangkan atau digabung dengan materi lain. PPKn merupakan perwujudan dari akar pendidikan yang mendasarkan pada kebudayaan nasional. Apalagi, PPKn diperlukan peserta didik untuk merawat nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai cinta Tanah Air.

“Kebudayaan nasional merupakan endapan kegiatan dan karya manusia Indonesia. Pancasila merupakan salah satu perwujudan dari kebudayaan nasional yang menjadi konsensus kita sebagai sebuah bangsa. Nilai-nilai tersebut tetap butuh kita sampaikan pada anak didik kita,” kata politikus PKB ini.

Senada dengan Huda, anggota Komisi X DPR Prof Zainuddin Maliki mengungkapkan bahwa ide wacana tersebut dianggapnya tidak kontekstual dan ahistoris. “Artinya pemikiran seperti itu tidak memiliki akar budaya, akar kehidupan bangsa Indonesia yang religius,” ucapnya.

ASS |**

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles