Jakarta | Jurnal Inspirasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam batas tertentu dapat mengambil terobosan jika penegakan hukum tidak berjalan atau membahayakan tujuan hukum tersebut dan menjauhkan dari keadilan. Hal tersebut diungkapkan anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Didik Mukrianto menanggapi kekecewaan aktivis anti korupsi terhadap tuntutan ringan penyerang Novel Baswedan.
Menurut Didik, presiden bisa mengambil langkah tanpa intervensi atau mencampuri kewenangan yudisial. “Presiden bisa mengambil langkah-langkah atau terobosan agar hukum dan keadilan tegak sesuai tujuannya. Suatu kewajiban para pemimpin termasuk Presiden yang harus responsif terhadap aspirasi rakyatnya,” ujar Didik, Jumat (19/6).
“Jangan dibiarkan rakyat frustasi dalam mengakses keadilan, karena salah satu tugas pemimpin adalah mengayomi rakyatnya dan tidak membiarkan adanya ketidakadilan,” imbuhnya. Menurut Didik, dalam konteks penegakan hukum, keadilan bisa ditegakkan dan penegakan hukum dijalankan tanpa pandang bulu dan transparan tergantung pada political will presiden untuk mendukung hal itu.
“Namun dalam konteks yang sangat teknis, dalam konteks proses persidangan dalam tindakan yudisial, Presiden tidak boleh melakukan intervensi atau campur tangan secara langsung kepada penanganan kasus yang sedang berjalan,” ucapnya.
Ketua DPP Partai Demokrat ini menuturkan, pihaknya memahami kekecewaan para aktivis anti korupsi terhadap tuntutan penyerang Novel yang dianggap tidak adil. “Dalam negara hukum yang demokratis seperti Indonesia, tidak ada satu pun yang luput dari pantauan publik. Harus disadari bahwa para pejabat negara hidup dalam ruang kaca yang setiap langkah dan kebijakannya akan dipantau dan diawasi publik,” sebut Didik.
Terkait tuntutan Novel, Didik menilai wajar respons publik gaduh karena melihat dinamika panjang kasus tersebut. “Untuk menjawab spekulasi dan kegelisahan publik terhadap tuntutan saya berharap Jaksa Penuntut Umum dapat menjelaskan seterang-terangnya kepada publik standing case, fakta dan standing yuridis yang menyertainya agar tidak ada perasaan publik yang merasa tercabut dari akar keadilan,” pungkasnya.
Sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai seharusnya Jokowi turun tangan membenahi proses penanganan perkara yang menimpa Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Menurutnya, Presiden sebagai fungsi kepala negara seharusnya turun tangan menyelesaikan carut marut kejanggalan terhadap proses perkara hukum yang menjadi atasan dari penegak hukum.
Jadi, Kurnia menilai jika argumen pemerintah menyebut presiden tak bisa mengintervensi terhadap kejanggalan pada kasus Novel ini adalah keliru. Dia menyebutkan tiga alasan yang menilai argumen bahwa Jokowi tak bisa turun tangan keliru.
ASS |*