Leuwiliang | Jurnal Inspirasi
Pemerintah Desa Cibeber II mendapat keluhan dari masyarakatnya setelah pembagian bantuan penerima mufakat yang berasal dari anggaran Dana Desa (DD) termin pertama diduga ada pemotongan. Musababnya, setiap kepala keluarga hanya mendapat Rp 100 ribu yang seharusnya berjumlah Rp 600 ribu.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Cibeber II Iyus Tayudin menjelaskan, bahwa kronologinya sebelum puasa akan banyak bantuan sosial dari pusat, provinsi maupun daerah. “Warga pun mendengar, bahasanya seluruh masyarakat, dan pihak desa diminta mendata dalam pengarahan gubernur ada 9 pintu bantuan, semuanya didata warga yang terdampak pandemi Covid-19,” jelas Kades.
“Ketika didata semua masuk dan diajukan, dari presiden hanya mendapat 4 KK, provinsi kita diputuskan 206 KK awalnya dari pengajuan 700 KK, dan sudah disampaikan, ternyata sebelum lebaran hanya mendapat 40 KK itu diluar pengajuan kita,” jelasnya.
Bahkan, ia mengaku setelah adanya informasi tersebut yang disalahkan desa RT sampai RW oleh masyarakat. Akhirnya ketik dana desa cair langsung dibagikan hanya aspirasi ditampung BPD dan menggelar diskusi tapi selaku kades tidak ikut, mereka menggelar diskusi dengan warga, RT dan RW.
“Dari dua kali pertemuan semua sepakat dibagi rata perorang Rp 100 diluar data yang lain, karena awalnya perangkat desa mendapat dari bantuan bupati makanya saya melarang jangan dibagikan ke mereka khawatir jadi polemik, dan dibuat berita acara oleh BPD desa,” ucapnya
Namun, setelah pembagian bantuan tersebut ada dua video yang sempat viral mengenai keluhan masyarakat yang tidak puas dengan pemberian bantuan tersebut. Setelah acara rapat baru komplain kenapa tidak pada waktu rapat.
“Untuk dana desa, kebagian 1.577 KK dengan jumlah anggaran Rp 105 juta, dari anggaran itu hanya mendapat kuota 276 KK dibagi kembali menjadi total keseluruhan jumlah warga desa Cibeber II, kalau saya tidak mengarahkan, dan masalah membangun kesepakatan walaupun saya tahu tapi bukan tanahnya,” tegasnya
Lebih lanjut ia mengungkapkan, pihaknya dilema, ketika mengikuti aturan malah banyak perangkat desa yang dapat, jadi dari data Bupati, Gubernur, dinsos mereka pakai data lama, data ajuan desa tidak dipakai.
“Yang jelas saya sudah jelaskan sejak awal pun tidak mengarahkan, ini semua sudah kesepakatan bersama kenapa baru komplain sekarang,” pungkasnya
Seperti yang diketahui, muncul video yang viral mengenai percakapan warga mendapat bantuan tapi tidak sesuai jumlah yang diterima dan terjadi pembagian kembali uang tersebut perorang mendapat jatah sebesar Rp 100 ribu yang seharusnya Rp 600 ribu.
Cepi Kurniawan