Home News Garda Terdepan Berguguran

Garda Terdepan Berguguran

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Garda terdepan yang menangani pasien yang terjangkit virus Corona atau Covid-19 berguguran dan tidak hanya merenggut nyawa masyarakat sipil, namun juga mengorbankan jiwa tenaga medis. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan sampai saat ini sebanyak enam dokter dilaporkan meninggal diduga akibat terinfeksi virus Corona atau Covid-19. Kabar kematian enam dokter IDI tersebut diberitakan langsung lewat akun Instagram IDI, @ikatandokterindonesia. Enam dokter tersebut masing-masing yakni, Hadio Ali, Djoko Judodjoko, Laurentius, Adi Mirsaputra, Ucok Martin, dan Toni D. Silitonga.

Sebelumnya Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M. Faqih mengungkapkan dokter yang meninggal dan 32 petugas kesehatan yang terpapar virus corona karena merawat pasien Corona. “dr Adi Mirsa Putra asal Bekasi, dr Djoko Judodjoko asal Bogor, dan dr Hadio dari Bintaro yang sudah meninggal, keadaan ini sudah urgent,” ungkapnya, Minggu (22/3).

Daeng menjelaskan rekan sejawatnya itu meninggal karena terpapar virus Corona serta kelelahan. “Jadi gak semua umur banyak (akibat faktor usia lanjut), dokter Hadio dan dokter Mirza masih muda sekitar 40 tahun, yang relatif senior ya dokter Djoko,” jelasnya.

Selain dokter, Daeng mengatakan ada 32 tenaga kesehatan yang sudah terpapar virus Corona, diprediksi jumlah ini akan semakin bertambah. “Saya dengar begitu, itu dari teman-teman, saya gak tahu datanya, kita kan gak pernah dikasih data pastinya jadi kita hanya mendapat laporan dari teman-teman di bawah,” terangnya.

Dengan kondisi ini, IDI pun mendesak pemerintah segera menyiapkan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap petugas medis yang saat ini tengah berperang entah sampai kapan. “Memang pemerintah sudah berusaha menyiapkan APD tapi kan ini kan pelayanan gak mungkin berhenti tapi terus berjalan dan rumah sakit membiarkan ini terjadi seharusnya rumah sakit berkorban memberikan APD,” terangnya.

IDI pun menyatakan sudah berusaha mencari APD untuk tenaga medis namun pihaknya kesulitan menemukan ketersediaan di lapangan. “Kalau kalau tidak cepat dikerjain itu akibatnya yang seperti ini, ini yang yang kami khawatirkan, kami mendesak pemerintah karena kami juga susah mencari, kita minta bantuan pemerintah karena situasi ini kami prediksikan masih panjang,” ucapnya.

Sekretaris Jenderal IDI, Adib Khumaidi juga menyebutkan yang menjadi sebab kematian enam dokter IDI diduga karena jumlah Alat Pelindung Diri (APD) yang minim. Oleh karena itu, ia khawatir hal serupa bisa terjadi pada dokter atau tenaga medis lain di rumah sakit yang menangani pasien corona.

Adib mengatakan kekurangan jumlah APD saat ini disebabkan karena stoknya yang menipis. Padahal, sejumlah rumah sakit sudah mengalokasikan dana untuk menyediakan fasilitas medis tersebut. “Bisa membeli, uangnya ada, bahkan ada beberapa donatur untuk membantu membeli. Cuma masalahnya pengadaan barangnya dikeluhkan tementemen di daerah itu tidak ada,” kata Adib.

Menurut dia, kelangkaan APD itu saat ini hampir terjadi di semua rumah sakit. Kondisi itu yang kata Adib mengkhawatirkan. Oleh karena itu, ia berharap kepada pemerintah agar persoalan tersebut bisa teratasi. Masalahnya, kata dia, meski bukan rumah sakit rujukan, para tenaga medis di rumah sakit yang minim APD itu boleh jadi telah berhadapan dengan pasien yang positif meski belum dinyatakan langsung.

“APD yang kurang itu bukan karena dia merawat pasien di rumah sakit rujukan saja, tapi di rumah sakit lainnya di mana sebelum dirujuk rumah sakit rujukan itu kan kita sudah berhadapan dengan pasien yang bisa saja dia positif kan,” katanya.

Asep Saepudin Sayyev |*

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version