Cibinong | Jurnal Inspirasi
Pemberian uang jatah hidup (Jadup) yang dijanjikan kepada ribuan pengungsi korban bencana tanah longsor dan banjir bandang, di empat kecamatan di wilayah barat Kabupaten Bogor, dua bulan pasca bencana ternyata belum diterima para pengungsi.
“Para pengungsi sangat mengharapkan sekali bantuan jatah hidup itu, karena sejak bencana terjadi, bagi kepala keluarga belum bekerja maksimal mencari nafkah, padahal hidup harus terus berjalan,” kata Kepala Desa Cileuksa Jaro Ujang Ruhyadi, kepada Jurnal Bogor, Senin (16/06).
Jatah hidup bagi korban bencana alam informasi yang dihimpun Jurnal Bogor sumber anggarannya berasal dari Biaya Tak Terduga (BTT). Setiap jiwa mendapatkan bantuan senilai Rp 10.000/hari. Bantuan jatah hidup itu diberikan selama tiga bulan, di luar bantuan logistic dan Sembako.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dede Armansyah, dikonfirmasi mengatakan, bantuan jatah hidup senilai Rp 10.000/hari untuk setiap jiwa itu penyalurannya ada di Dinas Sosial bukan BPBD.
“Nah, kalau ingin jelasnya lebih baik ditanyakan langsung ke Dinas Sosial, pejabat yang menanganinya itu namanya Ibu Sri Mulyani,” kata Dede.
Kepala Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana Sri Mulyani membenarkan, jatah hidup untuk pengungsi korban bencana alam di empat kecamatan di wilayat barat Kabupaten Bogor belum bisa dicairkan, karena data penerima masih diverifikasi lagi.
“Dari empat kecamatan baru Jasinga dan Cigudeg yang datanya sudah diajukan. Itu pun harus dicroscek lagi dengan cara mencocokan dengan data di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil),” ungkapnya.
Data penerima bantuan hidup itu, kata Sri diusulkan kepala desa melalui kecamatan. “Jadi semua data pengungsi yang akan menerima bantuan jatah hidup itu disampaikan ke dinas itu melalui camat,” katanya.
Pernyataan berbeda disampaikan kepala Desa Cileuksa dan Cisarua, Jaro Ujang Ruhyadi dan Jaro Samit. “Data pengungsi yang kami sampaikan sudah sesuai fakta di lapangan, artinya sesua dengan jumlah jiwa yang mengungsi atau tinggal di tenda-tenda darurat,” kata kedua Jaro itu.
Jaro Ujang dan Jaro Samit pun mengaku malu kepada pengungsi, karena setiap kali menyambangi tenda pengungsian, warga selalu menanyakan kapan bantuan jatah hidup bisa cair.
“Bantuan jatah hidup itu sangat berarti bagi pengungsi, apalagi sejak terjadi bencana, banyak pengungsi tak lagi bisa bekerja, mau kesawah atau ladang sudah rusak terkena longsor, kalau pergi berdagang keluar, mereka belum tenang, karena masih tinggal di tenda-tenda pengungsian,” ungkap keduanya.
Jaro Ujang mengatakan, untuk bertahan hidup, sebagian besar pengungsi masih mengandalkan bantuan dari relawan baik perorangan maupun organisasi yang sampai sekarang masih berdatangan.
“Bantuan yang meringankan beban pengungsi tak pernah berhenti, khususnya berupa logistik Sembako. Alhamdulillah, untuk pengungsi blok Cipendawa, Kampung Cigugur, saat ini secara bertahap mulai membangun hunian tetap (Huntap) dari dana swadaya dan bantuan relawan dan donatur,” tutup Jaro Ujang.
Mochamad Yusuf