Jakarta | Jurnal Inspirasi
Sejumlah negara tidak lagi menggunakan dolar Amerika Serikat dalam melakukan transaksi perdagangan bilateral dan investasi langsung. Dikutip dari CNN, Sabtu (3/10), Bank Indonesia (BI) dan bank sentral China, People’s Bank of China (PBC) pada Rabu (30/9) lalu sepakat akan melakukan transaksi perdagangan bilateral dan investasi langsung (dengan menggunakan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS) kedua negara, yakni yuan dan rupiah.
Selain dengan China, Indonesia tercatat memiliki kesepakatan serupa dengan sejumlah negara, meliputi, Jepang, Thailand, dan Malaysia. Indonesia dan ketiga negara tersebut sudah lebih dulu sepakat meninggalkan dolar AS untuk transaksi dagang dan investasi sehingga beralih menggunakan rupiah, baht Thailand, dan ringgit Malaysia.
Bank sentral mengatakan inisiatif ini bertujuan untuk mendorong penggunaan mata uang lokal secara lebih luas dalam transaksi perdagangan dan investasi langsung di antara kedua negara. “Hal tersebut akan memperluas kerangka kerja sama LCS yang telah ada antara BI dengan Bank of Thailand, Bank of Negara Malaysia, dan Kementerian Keuangan Jepang,” tulis bank sentral nasional.
Selain itu, bank sentral meyakini kerja sama ini dapat memperkuat pertukaran informasi dan diskusi secara berkala antara otoritas dua negara. Kesepakatan ini juga akan memperkuat kerja sama keuangan bilateral antara kedua negara.
Sementara itu, Gubernur BI terdahulu Agus Martowardojo pernah menjelaskan kesepakatan tersebut berdampak positif bagi sistem keuangan masing-masing negara. Menurutnya kala itu, gejolak nilai tukar masing-masing mata uang bisa lebih terjaga dan stabil, sehingga dampak jangka panjangnya dapat menumbuhkan perekonomian Tanah Air hingga ekonomi kawasan Asia Tenggara.
“Soal volatilitas rupiah, kami sambut baik akan berada di angka 3 persen,” ujar Agus saat menandatangani kesepakatan LCS dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand pada 2017 lalu.
Lebih lanjut, Agus bilang, kerja sama ini akan menumbuhkan nilai transaksi perdagangan masing-masing negara. Bahkan, kala itu ia menargetkan transaksi perdagangan bisa meningkat dua kali lipat dalam tiga sampai lima tahun ke depan dengan kebijakan LCS.
Alasannya, penggunaan mata uang lokal mampu menekan pengurangan nilai dari proses konversi satu mata uang lokal ke dolar AS, lalu kembali dikonversikan ke mata uang lokal lainnya. Sehingga, nilainya bisa dimaksimalkan untuk menambah volume pada transaksi perdagangan.
“Kami juga melihat kalau menggunakan mata uang lokal akan lebih memudahkan karena langsung dikonversikan ke nilai tukar kedua negara, sehingga tidak perlu dikonversikan ke mata uang negara ketiga (dolar AS),” ujarnya.
Ia meyakini, kebijakan ini bisa membuat biaya yang dikeluarkan pengusaha lebih efisien lantaran tak perlu lagi mengkonversikan nilai perdagangan ke dolar AS.
Masing-masing bank sentral pun sudah menunjuk bank di negara mereka untuk menjalankan kesepakatan ini. Beberapa bank yang terlibat di Indonesia, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
**ass