jurnalinspirasi.co.id – Badai puting beliung yang melanda Rancaekek, Kabupaten Bandung pada Kamis (22/2/2024) menimbulkan kerusakan pada 493 rumah dan sulit diprediksi kedatangannya.
Dilansir dari Tempo.co, analisis awal oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) menunjukkan bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh konvergensi angin dan uap air di wilayah Rancaekek. Proses ini menghasilkan pertumbuhan awan cumulonimbus yang cepat dan luas.
Menurut peneliti senior di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Didi Setiadi, updraft yang meningkat menyebabkan pertumbuhan awan yang lebih banyak dan dapat berputar karena kecepatan angin. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kolom udara berputar dengan kuat yang kemudian mencapai permukaan tanah dan menyebabkan puting beliung.
Didi menjelaskan bahwa dampak puting beliung biasanya lebih rendah daripada tornado dengan perbedaan signifikan dalam proses pembentukan dan durasi kejadiannya. Tornado umumnya terjadi dalam awan badai yang terbentuk akibat pertemuan dua massa udara berbeda, sedangkan puting beliung disebabkan oleh proses konveksi lokal di dalam awan badai. Durasi puting beliung juga lebih pendek daripada tornado yang biasanya hanya beberapa menit.
Tornado jarang terjadi di daerah tropis karena biasanya terbentuk di wilayah lintang tengah yang memiliki gradien temperatur yang tinggi. Sementara itu, puting beliung lebih umum terjadi di wilayah tropis karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembab.
Meskipun puting beliung memiliki risiko yang lebih rendah daripada tornado, namun tetap berbahaya terutama jika terjadi di daerah padat penduduk karena dapat menyebabkan kerusakan lokal yang signifikan.
(wardah arrasyidah hanifah/mg-uik)