31 C
Bogor
Friday, November 22, 2024

Buy now

spot_img

Politik Fulus-Bulus Versus Tulus di Pemilu Tahun 2024

jurnalinspirasi.co.id – Selamat sore, Indonesia, Assalamu’alaikum wr wb, selamat memasuki masa kampanye Pemilu thn 2024, insya Allah pada tgl 14 Pebruari 2024, sebentar lagi tiba, kita akan melaksanakan Pesta Demokrasi dengan riang gembira untuk memilih para pemimpin negeri yakni Presiden RI dan anggota perwakilan Rakyat (DPR RI dan DPRD) dari kader bangsa yang terbaik dan berakhlaq mulia (akhlaqul karimah).

Sebagaimana kita pahami bersama, alam jagat raya dan atmosfer kehidupan perpolitikan nasional kita saat ini, khususnya dalam minggu-minggu ini tensinya “bergejolak”, diramaikan dengan munculnya berbagai petisi, deklarasi, pernyataan sikap protes yang mengeksperesikan suasana hati dalam keprihatinan dan pikiran yang penuh kegalauan dari para Profesor dan kaum akademisi PTN dan PTS di seluruh Indonesia, yang dimulai oleh kampus UGM Yogyakarta. UGM konon khabarnya, bpk.Ir.H.Joko Widodo, dipanggil Jokowi adalah salah seorang alumni UGM.

Munculnya pernyataan sikap keprihatinan tersebut, salah satunya akibatnya adanya keberpihakan dari Presiden, dan beliau Presiden RI Jokowi ikut berkampanye dalam Pemilu Pilpres RI thn 2024 untuk mendukung putranya GRR sebagai Cawapres RI 2024 paslon 2 berpasangan Capres PS, agar bisa memenangkan paslon 2 pada Pemilu yang akan diselenggarakan pada tgl 14 Pebruari 2024.

Para ilmuwan, pakar dan akademisi, yang kebanyakan ahli bergelar akademik guru besar dan doktor PTN dan PTS, terutama para ilmuwan dan ahli hukum dan politik dari PT masing-masing, mereka telah memberikan pernyataan Sikap tegas dengan pendapatnya yang jelas nalar dan argumentasinya bahwa tindakan Presiden RI Jokowi yang bersikap berpihak dan berkampanye Pemilu thn 2024 adalah perbuatan melanggar etik, moral dan bahkan perbuatan melawan hukum.

Seharusnya Presiden RI menurut UUD 1945 wajib bersikap netral, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam penyelenggaraan Pesta demokrasi Rakyat dalam Pemilu thn 2024, dan Presiden RI Jokowi wajib taat dan patuh berdasarkan isi Sumpah dan Janjinya ketika dikukuhkan atau dilantik menjabat Presiden RI sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, serta Presiden RI wajib pula berbuat seadil-adilnya dan bersungguh-sungguh menjalankan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Peringatan dari para kalangan ilmuwan, pakar dan cendekiawan Indonesia dari kampus-kampus Universitas terkemuka (exellence University) mulai semakin tampak nyaring kedengarannya, marak, dan terang benderang disuarakan opininya yang sangat rasional, objektif dan penuh kejujuran ilmiah serta ketulusan hati agar NKRI tidak terjemus dalam kenistaan akibat kegagalan pemerintahan dan lemahnya kepemimpinan seorang Presiden RI.

Begitu banyak dan bernas isi protes dari Dewan.Guru.Besar, Keluarga Besar PT, Himpunan Alumni dan bahkan para Ketua BEM Universitas, dengan kritik-kritik yang sangat tajam, faktual dan argumentatif serta mereka memiliki tanggungjawab moral (moral obligation) demi penyelamatan NKRI yang maju, bermartabat dan negara-bangsa yang berdaulat (nation state dignity). Saya mencatat hampir semua arena media massa, dipenuhi pernyataan keprihatinan era kepeminpinan Presiden RI saat ini, bpk Jokowi.

Tetapi faktanya gerak-gerik (gusture) gaya hidup (life style) bpk.Jokowi Presiden RI, tetap tidak bergeming, komentarnya di HU Kompas, Sabtu 4 Pebruari 2024 yang lalu, beliau merespon pertanyaan wartasan tentang cawe-cawe Presiden RI Jokowi dalam pemilu pilpres thn 2024.”ya itu keberpihakan “itu ndak apa-apa…. ya itu hak demokrasi seseorang warga negara..”. Sikap Jokowi itu dapat kita ibarat bak pribahasa “Anjing menggonggong kabilah tetap berlalu..”..Istilah bahasa lainnya “egp, emangnya gue pikiran..”.

Presiden RI Jokowi tetap bercawe-cawe dalam proses dan tahapan kerja Pemilu 2024, dengan mengintervensi kepentingan publik ditarik kepada kepentingan pribadi dan keluarganya.

Presiden RI Jokowi, tidak menampilkan sebagai negarawan sejati, beliau seharusnya berdiri diatas semua golongan masyarakat (peran inklusi), berbuat seadil-adilnya, menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas segala kepentingan lainnya, apalagi kepentingan pribadi dan keluarganya. Ajaran nasionalisme Keindonesiaan atau kenegarawan tersebut wajib dimiliki, dipahami, dikhayati dan diamalkan oleh sosok dan vigur seorang Presiden RI selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.

Faktanya belakangan ini, semua perilaku kenegarawan itu, tidak tampak dalam sikap Presiden RI Jokowi, begitu banyak perbuatan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan (abuse.of power and authority) memuncak saat ini.

Salah satu titik kulminasi penyelewengan kewenangan itu adalah mencalonkan putranya GRR sebagai cawapres RI 2024 untuk paslon 2 bersama Capres RI PS, yang prosesnya terbukti telah melanggar kode etik (code of conduct) KPU. Korbannya pamannya GRR dan iparnya Jokowi, bpk.Dr. Anwar Usman telah dipecat oleh MKMK RI sebagai Ketua MK RI karena melanggar etik. Juga kemaren diberitakan di massmedia bahwa Ketua KPU RI beserta anggota KPUnya melanggar kode etik berat, disebabkan proses pencalonan Cawapres RI thn 2024 GRR cacat etik dan moral.

Lebih misterinya lagi ada 9 Pimpinan Parpol Peserta Pemilu, PG, PAN, PD, PBB dll, yang mengusung Paslon Nomor 2, dimana GRR putra Jokowi yang telah melanggar etik dan moral, serta cacat hukum, didukung menjadi Cawapres RI mendampingi Capres RI 2024 PS. GRR baru berusia 36 thn (dibawah 40 thn), menjabat wali kota Solo 2 thn, belum.begitu pengalaman dalam birokrasi Pemerintahan dan politik nasional, tamatan SMK Australia, tanpa uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), bisa lulus menjadi cawapres RI “pemimpin nasional”.

Proses pencawapresan GRR tersebut, bahkan Prof.Dany Indrayana, mantan Wamenkumham RI era Presiden RI SBY, pakar ilmu hukum konstitusi, itu perbuatan pelanggaran hukum. GRR seharusnya gugur sebagai Cawapres RI, akan tetapi tetapi GRR melenggang jadi Cawapres RI paslon 2 bersama Capres RI PS. Itulah salah satu kelemahan penegakan hukum di Indonesia, yang memilukan hati para pencari keadilan negeri ini, ada yang kebal hukum. Padahal bunyi UUD 1945 ..”setiap warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan..”

Praktek hukum di Indonesia, gejala sosialnya tidak memakai akal sehat (akal tulus), akan tetapi akal fulus (grafitasi, money politik, sogok-menyogok, suap menyuap, penyalahgunaan dana BLT, baramg Sembako dll) dan bulus (mengakali peraturan perundang-undangan untuk memenuhi syahwat kekuasaan yang bersifat pribadi dan keluarga, bukan kepentingan publik). Akal fulus dan bulus, pernah dilontarkan di arena publik oleh Prof.Jimly Assidiqie SH MH, mantan Ketua MK RI, ketika beliau akan atau sedang bertugas menyidang pelanggaran kode etik ketua dan para anggota hakim MK RI, bertindak selaku Ketua MKMK RI thn 2023.

Termasuk baru-baru ini Ketua KPU pun melanggar etik berat dijatuhkan DKPP RI, karena menerima pencalonan GRR putra Presiden RI Jokowi yang tidak memenuhi syarat.

Hiruk pikuk, kritik dan pernyataan sikap komunitas ilmuwan PTN dan PTS berjumlah ratusan menyoroti pola perilaku kepemimpinan Presiden RI Jokowi yang tengah berkuasa saat ini, beliau tidak bergeming. Bahkan beliau berkata…”itu adalah hak demokrasi seseorang..silakan saja”.

Jadi, melihat gusture Presiden Jokowi seperti itu, ada benarnya juga pernyataan Prof.BJ Habibie bahwa orang pintar (cerdas) bisa dikalahkan dengan 1 fakta, tetapi orang bodoh tidak bisa dikalahkan dengan 30 fakta sekali pun.

Presiden Jokowi, faktanya melakukan “abuse of power and authority” sdh banyak sekali “cawe-cawenya” bahkan berlipat-lipat lebih 30 fakta..pelanggaran etik, norma, moral dan hukum. Akan tetapi bpk Jokowi tetap langgeng kekuasaannya.

Hal ini patut diduga semakin kuatnya intervensi “wabil fulus” dari para penyandang modal besar (oligarki) dalam persaingan politik belakangan ini.

Para oligarki, mereka sangat berkepentingan jagonya memenangkan Pilpres RI 2024 untuk kelangsungan bisnis dan usaha investasinya. Sebab selama ini memang, yang menikmati kemudahan (fasilitas) berusaha bisnis dan investasi berskala besar, dengan merampas harta negara berupa eksploitasi sda dan jasling spt hasil tambang, indag etc, ada ditangan mereka

Oleh karena itu, masuk diakal kiranya, bahwa praktek perpolitikan negeri ini, untuk merebut kekuasaan melalui pemilu thn 2024 ini, para aktornya berwatak “superpragmatis”, opportunis, liberal, bukan idealis. Mereka yakin untuk memenangkan suara, membutuhkan dana dengan menggelontorkan uang politik (money politik) yang sangat besar. Politisi Indonesia yang berwatak “superpragtisme” berkeyakinan, jumlah kursi di DPR RI berkorelasi dengan besar money politik yang digelontorkan kepada rakyat pemilihnya.

Mereka para politisi yang bernaung dan berappiliasi Parpol yang kering dan hampa dengan jiwa dan semangat idealisme-kebangsaan, bahkan sudah sirna. Makanya, masuk diakal keluarnya banyak produk perundang-undangan yang dihasilkan Presiden RI bersama DPR RI belakangan ini kental warna pro oligarki spt UU Minerba, UU Cipnaker, UU Kesehatan, UU IKN Nusantara, dll dan abai dengan demokrasi Pancasila, dan lalai dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat, bahkan cenderung praktek regulasinya terjadi “cengkraman okigarki” dan itu jelas-jelas dan tegas bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 (Kesejahteraan Rakyat), dan 4 tujuan bernegara sebagaimana tercantum.dalam Pembukaan UUD 1945.

Jadi ada benarnya, dugaan dan keraguan publik bahwa bpk Jokowi lulusan UGM agak “diragukan”, beliau tidak bisa menunjukan ijazah aslinya di Pengadilan Negeri yang kini berpakara dengan lawyer bernyali sahabatku Prof.Eggy Sujana SH MSi, dkk, ada tuduhan dari sebagian warga masyarakat bahwa bpk Jokowi.berijazah “palsu”.?. Kemudian “almamaternya” Universitas tempat bpk Jokowi berkuliah, UGM, para Dosen bergelar guru besar UGM juga telah membuat pernyataan sikap protes, mengeluatkan petisi ketidakpuasan atas perilaku (gusture) Presiden RI Jokowi yang telah menyimpang dari tatanan nilai, norma dan kaidah akademik.

Mereka komunitas Profesor UGM memperingatkan Bpk Jokowi sebagai alumni UGM (baca HU Kompas 2 Pebruari 2024) agar bpk Jokowi menegakan nilai kejujuran ilmiah, berintegritas dan taat-patuh pada etika, moralitas dan supremasi hukum.

Semoga protes demi.protes, sikap kritis dari para benggawan Kampus pembela kebenaran dan keadilan tersebut didengar dengan legowo dan tangan terbuka serta lapang dada oleh Presiden RI Jokowi demi penyelamatan bangsa dan negara dari kekacauan, konflik sosial horisontal dan vertikal yang membahayakan persatuan dan kesatuan NKRI yang sama-sama kita cintai ini.

Salah satu cara dan pendekatan penyelamatan negara bangsa adalah dengan dengan menjunjung tinggi “akal sehat, alias akal tulus” dan mencampakan “akal fulus dan akal bulus” yang kini tampak di dalam praktek berpolitik nasional kita, yang jahiliah dan membayakan negara.

Demikian narasi ringkas ini dibuat, dengan maksud agar kita sadar akan bahaya dan implikasi praktek politik wabil fulus (sogokan uang, korupsi) dan bulus (akal busuk) terhadap keamanan dan ketahanan nasional bangsa kita. Oleh karena itu sebagai warga bangsa yang berkemajuan dan bermartabat, kita wajib menjaga tatanan nilai, etika, moral, kaidah dan supremasi hukum dalam berkehidupan masyarakat madani, berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI yang maju dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Save bangsa Indonesia dan Save NKRI dari kebejatan etik dan moral.
Syukron barakallah.

Wassalam
====✅✅✅
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial)

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles