28.7 C
Bogor
Saturday, April 19, 2025

Buy now

spot_img

Kepeloporan ICMI untuk Kembali ke UUD 1945 Asli: Perbuatan Cerdas

Jurnalinspirasi.co.id – Setuju saya dengan pendapat Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI, ibuku Dr Sri Hastuti Bukhori, jika MPP ICMI bersepakat dengan pimpinan teras Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mendorong dan mendukung kembali ke konsep dan aturan bernegara (tata negara) sesuai UUD 1945 Asli, maka seluruh organ organisasi ICMI seperti dewan kehormatan, penasehat, pertimbangan, pakar dan jajaran pengurusnya seharusnya dilibatkan untuk merumuskan naskah akademik kembali ke UUD 1945 Asli hasil keputusan PPKI, 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Republik Indonesia Merdeka.

Adanya kepeloporan para cendekiawan yg berpikir saintific berbasis iman taqwa secara terintegrasi merupakan perbuatan cerdas dan ahklaqulkarimah, apalagi dalam wadah organisasi ICMI berkumpul para ilmuwan dan pakar yang peduli nasib rakyat (ulil albab) yang bisa memproduk pemikiran dan konsepsi bermasyarakat, berbanga, dan bernegara yang berkualitas dan terbaik, insya Allah.

Seharusnya memang begitu peran dan fungsi cendekiawan sebagaimama digariskan Ad dan ART ICMI produk Muktamar ICMI tahun 2021 di Bandung Jawa Barat. MPP ICMI seharusnya memiliki konsep yang jitu, dengan pendekatan kajian dan analisis keilmuawan (saintific) multi dan interdisiplin untuk kembali (comeback to) UUD 1945 Asli, yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 dalam persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta.

MPP ICMI harus memproduksi adanya naskah akademik yang bersifat kajian data dan analisis holistic dan sistemic based on sila-sila Pancasila.

Saya sendiri, sangat setuju dan sependapat jalannya roda Pemerintahan NKRI saat ini harus dan sudah waktunya comeback to basicly UUD 1945 Asli, sebab kondisi eksisting kehidupan bernegara sudah banyak terjadinya carut marut praktik hukum, ketidakadilan sosial, distorsi public policy yang menjurus kepada cengkraman oligarky, alias “didn’t orientasi” kedaulatan rakyat.

Dampaknya berlanjut lestarinya, awetnya ketimpangan sosial (social gap) ekonomi semakin menganga, pelanggaran HAM begitu mudahnya terjadi, dilakukan negara, dalam hal ini Pemerintah Pusat seperti kasus Rempang Batam baru-baru ini, semakin tampak, dimana rakyat dicampakan, dipinggirkan dari habitat hidupnya demi memberi jalan dan peluang kepada investor asing.

Based on aseng, keji dan kejam sehingga demokrasi ekonomi berdasarkan pasal 33 UUD 1945 sulit tercipta dalam praktik bermasyarakat dan bernegara, dimana Badan Usaha Koperasi Indonesia tidak bisa menjadi soko guru sistem perekonomian nasional kita, yang berwatak usaha bersama yang memakmurkan rakyat sebesar-besarnya sesuai sila ke-5 Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Indonesia, itu hanya slogan kosong dan tidak jalan, bahkan Koperasi dan UKM termarjinalkan oleh kekuatan kapitalis para oligarky di negara ini.

Selanjutnya yang paling parah, dan mengerikan serta memprihatinkan kita adalah konsentrasi ekonomi berada pada segelintir orang kaya baru, yang notebenenya “nonpribumi”. Mereka besar dan kaya raya memjadi pengusaha besar (oligarky) bukan atas kerja keras sesuai aturan hukum (code of law conduct), melainkan mereka besar dengan fasilitas dari rezim yang berkuasa yang corrupt, alias maraknya perbuatan jahat virus KKN birokrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme/kroni-kroninya.

Dengan perilaku jahat KKN inilah, konsesi dan perizinan pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan (jasling) dengan sangat mudah dan murah diberikan kepada kroni-kroninya oligarky group, yang dikenal masyarakat sipil pengaruh 9 naga.

Tingginya biaya demokrasi politik liberal saat ini, yang memperkosa sila ke-4 Pancasila. Aspirasi politik perwakilan/tak langsung, yang substansi isinya adalah musyawarah-mufakat atas dasar hikmah kebijaksanaan, menjadi sirna akal sehatnya, yang muncul kekuatan siapa yang bayar (wabil fulus), alias tidak ada makan siang gratis, begitulah jahiliahnya dan superpragmatisnya kultur politik di tanah air saat ini, yang sulit diperankan manusia waras, berkeinginan dan bercita-cita hidup bersih.

Akibatnya begitu mahal biaya politik (cost politic) membeli atribut partai, sarana kampanye seperti baliho, spanduk, baju kaos dan biaya entertain (gula kopi dll), dan  biaya transaksional (money politic), suap menyuap, “biaya perahu” kendaraan parpol untuk meraih singgasana kekuasaan, seperti jabatan penyelenggara DPR dan DPRD, Presiden dan Wapres RI, Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wabup, Walikota dan Wawalkot, dan termasuk Kades di seluruh Indonesia berbiaya tinggi, sehingga dampak liberalisasi politik demokrasi langsung yang berazaskan Luber, dan Jurdilnya hilang dalam praktik akibat hight cost tadi.

Tingginya biaya demoktasi langsung yang menabrak sila ke-4 Pabcasila inilah, memberi peluang kepada para Oligarky, yang punya dana untuk berperan menjadi bandar timses untuk pemenangan Pileg, Pilpres, Pilgub, Pilbub, Pilwalkot dan termasuk Pilkades seseorang.

Kuatnya lobi para oligarky dalam birokrasi pemerintahan dan parlemen di Senayan Jakarta, membuat public policy spt politik anggaran (APBN dan APBD), dan produk legislasi perUU akhirnya bercorak pro oligarky, dan semakin jauh dari pro rakyat.

Bahkan Prof.Dr.H.Jimly Assiddiqie, SH, ahli hukum tata negara yang mumpuni negeri ini, memiliki banyak buku yang dikarangnya, anggota DPD RI, mantan Ketua MK RI, Ketua Dewan Penasehat MPP ICMI, sebelumnya Ketum ICMI Pusat, pernah berpendapat dalam forum Webinar Dewan Pakar ICMI, yang saya ikuti, bahwa Abang Prof.Jimly mengusulkan institusi penyelenggara negara DPD RI dibubarkan saja, sebab tidak ada manfaatnya. Jadi UUD 1945 hasil Amamdemen ke 4 kali mengandung masalah struktural.

Hasil 4 kali amandemen UUD 1945, sejak gerakan Reformasi  thn 1999 muncul hingga saat ini, era Presiden RI Jokowi-Amin, produk legislasi dan public policy bercorak kentalnya kepentingan oligarky, lihat saja UU Minerba, UU Ciptakerja, UU IKN Nusantara, UU Kesehatan, etc.

Produk legislasi tersebut, sudah diproses sangat cepat,  tergesa-gesa, dengan alasan pandemi Covid 19, dan sangat kurang melibatkan para pemangku kepentingan utama (main stakeholders) seperti organisasi profesi dan ormas-ormas lainnya, kurang diberi kesempatan untuk mengkritisi dan memberikan masukan kritis dan analitik.

Koalisi politik gemuk di parlemen, turut andil membajak demokrasi politik, berkedaulatan rakyat, dimana rakyat berdaulat menjadi pudar dan akhirnya sirna, punah yang irreveasible.

Jadi tidaklah heran, banyak kejadian yang kita temukan jalannya program pembangunan lambat dan tersendat, akhirnya mangkrak seperti dialami proyek-proyek insfrastruktur, food estate di Kalimantan dll.

Regulasi publik yang dibuat karena melenceng dari sistem nilai, norma dan kaidah hukum yang menyimpang dari pasal-pasal UUD 1945 asli dan menyimpang dari sila-sila Pancasila yang benar dan sakti yang telah menjadi konsensus nasional, pada akhirnya kini dilabrak oleh rezim yang berkuasa (the ruling party) saat ini, yang melanggar HAM.

Seharusnya Presiden RI diturunkan dari singgasana kekuasaanya (impeachment) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, dahulu sebagai institusi penyelenggara pengawal konstitusi, pelaksana demokrasi Pancasila dan perwujudan kedaulatan rakyat, tetapi kekuasaan dan kewenangan (power and authority) MPR RI tersebut kini, zaman now sudah dikerdilkan dan bahkan dicabut oleh konstitusi UUD 1945 produk amandemen ke-4 kali, yang sesat dan menyesatkan itu.

Mereka membuat kebijakan dan regulasi di bidang ekonomi (investasi, industri dan bisnis) dan pelayanan publik, banyak kita temukan sudah keluar dari sistem norma hukum Pancasila dan sistem hukum konstitusi UUD 1945.

Bahkan tujuan bernegara pun, rezim yang berkuasa saat ini, melabraknya, contoh kasus realokasi dan pengosongan 17 Kampung Tua (camp heritage) etnis Melayu Islam di pulau Rempang-Barelang Kep.Riau, yang sudah lk 2 abad mereka tinggal disitu, warisan nenek moyangnya.

Mereka kini diusir secara paksa dengan menggunakan aparat militer dan kepolisian. Kesimpulan Komnas HAM RI, kasus Rempang Batam adalah pelanggaran HAM, dimana anak sekolah korban serbuan aparat, dan sarana pendidikan sekolah menjadi rusak.

Namun demikian, walaupun sudah diprotes dan didemo rakyat setempat berdarah-darah, dan ditolak oleh banyak pihak seperti LAM Melayu Kep.Riau, PP Muhammadyah, PB NU, menyusul belakangan MPP ICMI, melayangkan protes keras, memperingatkan Pemerintah dalam hal ini Presiden RI, akan tetapi, namun demikian rezim politik sekarang ini tetap ngotot dan bersikukuh menggusur rakyat (baca berita HU Kompas, halaman depan terbit seminggu yang lalu), dimana Menteri Investasi Bahlil turun ke lokasi proyek Eco CIty Rempang Batam, untuk mendesak pengosongan pemukiman local community segera pindah ke tempat lokasi rumah sewaan di darat.

Istilah lainnya “anjing menggong kafilah tetap berlalu”. Begitulah angkuh dan sombongnya the ruling party saat ini, dimana suara pimpinan masyarakat sipil tidak didengar, tidak diindahkan dan tidak digubris sama sekali. Mudah-mudahan tidak buat MPP ICMI, birokratnya harus mendengar suara cerdasnya para intelektual, tetapi itu perlu effort yang kuat dari pimpinan teras dan jajaran organ-organ MPP ICMI dan proaktif..

Padahal mereka etnis Melayu Islam Rempang berbudaya maritim (coastal area), hidup di kawasan perairan pantai dan pulau-pulau kecil di sekitar Barelang seperti nelayan dan pembudidaya ikan, terlebih lagi orang Suku Laut yang hidupnya berpindah-pindah (nomaden). Dan tak mungkin mereka bisa berkehidupan normal dengan kondisi agroklimate dan agroecosystem daratan, sulit mereka etnis Melayu Islam itu beradaptasi dengan budaya daratan (land culture) dengan cepat, terutama generasi tuanya.

Jadi kebijakan Pemerintah RI yang cerdas dan sesuai norma dan kaidah SGGs adalah pembangunan Eco City Rempang Barelang tidak merelokasi Rakyat tempatan (local community), atau jangan menggusur kehidupan Rakyat yang tak sesuai dengan pola kebudayaannya.

Bahkan jadikan mereka mitra dan aset investasi dan bisnis dalam usaha ecomarine tourisme, wisata religi etnis Melayu Islam, karena memang jika dikelola dengan baik, ada pasarnya baik domestik dan mancanegara. Saya pernah meneliti potensi wisata alam-kelautan dan wisata religi Islam Melayu, dan pemakaman pengungsi Vietnam di Galang, informasi ini ada dalam tesis magister (S2) Program Ilmu Pengelolan SDAL Pesisir IPB University saya, berlokasi di kawasan Barelang, riset pada thn 2014-2016.

Kesimpulan kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dirancang full topdown, anti buttom-up, antidemokrasi, otoritarian, sehingga membawa bencana sosial bagi masyarakat tempatan (local community).

Jadi tampak gesture kekuasaan rezim saat ini berkuasa, keluar dari jiwa dan semangat melindungi segenap tumpah darah-bangsa Indonesia, melainkan membuat sengsara rakyat etnis Melayu Islam Rempang, Provinsi Kepulauan Riau, dengan cara penzholiman rakyatnya dengan tindakan aparat negara yang melanggar HAM.

Tetapi mengapa the ruling party jalan terus, norma dan kaidah hukum nasional tidak ditaati, maka disini dapat kita analisis ada problem struktural yang terjadi solusi yang tepat dan cerdas terhadap bermunculan main problems Ipoleksosbudhankam NKRI adalah satu-satunya cara kembali ke UUD 1945 Asli.

Adanya forum silaturahmi pimpinan teras MPP ICMI dibawa kepemimpinan mas Prof.Arif Satria bersama Pimpinan DPD RI, bpk La Nyalla beserta jajarannya, bertempat di ICMI Centre Jln Jati Jaksel, Jumat 13 Oktober 2023, menurut saya sebuah gerak langkah yang cerdas dan bijaksana.

Tinggal MPP ICMI menyiapkan grand master Naskah Akademik Kembali ke UUD 1945 Asli yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945, mencabut Amandemen UUD 1945 ke-4 kali tersebut. Jika memungkinkan dan sangat perlu, mendesak dimasukan dalam agenda dan materi Silaknas ICMI tahun 2023 yang akan digelar tanggal 3-5 November 2023 mendatang di Kota Mamiri Makasar Provinsi Sulawesi Selatan.

Ini materi sangat menarik untuk direkomendasikan, sehingga Ketum MPP ICMI mendapat mandatori dan legalitas kewenangan yang kuat untuk melaksanakannya.

Masyarakat bangsa, tokoh masyarakat, pemerintahan, militer, masyarakat adat dan lain-lain tengah menunggu keputusan kembali ke UUD 1945, sebagai solusi terhadap carut-marut pelaksanaan hukum di NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan 4 kali Amandemen yg berwajah liberal-kapitalistik, sekuler bahkan ada tarikan ke arah kiri baru, ateis-komunisme.

Kita masih ingat dimunculkan RUU HIP, yang bernuansa kiri, dengan melabrak sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa (bertauhid), mau diganti Ketuhanan Yang Berkebudayaan, yang ujung-ujungnya 5 sila menjadi 3 sila, akhirnya Eka Sila, seperti pengalaman Nasakom di era Orde Lama, yang menghasil prahara G 30 S PKI yang membunuh 6 jenderal TNI oleh kader-kader PKI, Aidit dkk.

Gejala-gejala kekirian baru (new left) dalam Kepres dan Inpres RI seperti peristiwa G 30 S PKI dimasukan sebagai pelanggaran HAM adalah sebuah public policy yg memutarkan balikan fakta sejarah, juga poros Jakarta-Peking dengan perjanjian durasi investasi perizinan lahan agraria 160 tahun di kawasan IKN Nusantara di Penajam Paser Utara Kaltim, dll. Tidak masuk akal, kok ibu kota negara pembangunannya diserahkan Asing bin Aseng, China Tiongkok.

Sehingga, hal ini membuat warga bangsa yang waras, merasa khawatir dan ketir-ketir akan keterancaman kedaulatan negara (state dignity) yang dibuat dan diputuskan oleh seorang Presiden RI yg berkuasa absolut, tanpa kontrol wakil rakyat yg bersikap merdeka, indefenden, korban koalisi gemuk, serta main stakeholders warga bangsa, tokoh masyarakat sipil (civil society vigure) yang mencintai tanah airnya Indonesia Raya yg berdaulat (NKRI dignity)

Hal ini  semakin memperkuat semangat kita untuk kembali ke UUD 1945 Asli, dimana dahulu kekuasaan Presiden RI dibatasi dan terbatas (not absolut), agak jauh berbeda yg dipraktekan zaman Now spt gejala sosial politik yang tampak saat ini, antara lain seperti keputusan IKN Nusantara, pindah di Kaltim, tidak ada dalam visi dan misi Nawacita Jokowi-Amin dalam proses pencalonannya sebagai Capres-Cawapres RI pada Pilpres 2019, tiba-tiba muncul UU IKN Nusantara yang menguras sumberdaya pendanaan, cuan, sehingga kemudian mengemis-ngemis ke sana kemari, kepada para cukong, atau investor dari dataran China Tiongkok sana.

Piutang negara pun menggunung, yang berpotensi memperlemah ketahanan negara, dan mengancam kedaulatan NKRI. Hal ini dampak GBHN yang dibuat MPR RI, dahulunya ada berdasarkan UUD 1945 Asli, sekarang UUD 1945 hasil ke 4 kali Amandemen ditiadakan, kekuasan dan kewenangan MPR RI sekarang dikerdilkan, cukup seremonial saja dan assesoris negara.

Visi dan misi calon Presiden RI sangat kuat dan dominan mengatur arah kebijakan negara, cenderung absolut. Bahkan Kepres dan Inpres RI serta Kepmen dan Inmen RI sering melabrak dan kontradiksi dengan UU dan TAP MPR RI yang kedudukannya hirarki hukum tata negara lebih tinggi dan masih berlaku.

Bahkan praktik hukum tata negara, proses penyelenggaraan negara pun bisa dikendalikan dan diarahkan mereka segelintir elite politik dalam upaya untuk pengawetan power and authority elite politik di sekitar pusaran (core) kekuasaan Kepresidenan RI yg berkolusi dengan kepentingan dan cengkraman Oligarky secara terstruktur dan sistemik. Hal ini meminjam istilah pakar ekonomi politik Prof.Didin S Damanhuri seperti yang terpublikasi di beberapa media sosial.

Demikian narasi ini dibuat dengan harapan bisa membangkit nalar sehat kita para cendekiawan Indonesia, terutama muslim, karena bangsa Indonesia mayoritas (lk 85 persen) penganut Islam, agar NKRI yang berdaulat dan rakyatnya menikmati kemakmuran yang berkeadilan segeralah terwujud.

Oleh karena itu kembali ke kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI berdasarkan UUD 1945 Asli merupakan prasyarat mutlak yang harus dilakukan.

Semoga Allah SWT senantiasa menunjukan kita ke jalan yang benar yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, karena memang Kemerdekaan RI itu didapat atas Berkat Rahmat Allah SWT (baca alinea ke 2 Pembukaan UUD 1945 sebagai tiang dan pilar berdiri kokohnya NKRI).
Syukron dan barakallah.
Save NKRI berdaulat, NKRI harga mati.
Jayalah negaraku dan sejahtera dan makmurlah rakyatnya.
Wassalam

====✅✅✅

Penulis:
Dr Ir H Apendi Arsyad, MSi
(Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap sebagai Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Pendiri dan Dosen Senior  (Asosiate Profesor Prodi Agribisnis) Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat, Pengamat dan Kritikus Sosial)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles