Jurnalinspirasi.co.id – Saya cermati isi pemberitaan di beberapa (4-5) grup WA para tokoh masyarakat Kuantan-Singingi (Kuansing) Provinsi Riau, dimana saya juga ikut didalamnya.
Saya membaca banyak postingan masih maraknya beroperasi penambangan emas liar (illegal), dinamakan PETI di sepanjang badan sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuantan dan DAS Singingi. Peralatan perahu Poton dan alat mesin penghisap pasir Dompleng, masih bertebaran di sejumlah titik (spot-spot) yang membahayakan penduduk tempatan. Akibat adanya pencemaran air sungai, air keruh dan air mengandung racun yang berhaya (B3).
Perbuatan itu jelas-jelas melanggar hukum, perbuatan kriminal, karena areal DAS status sumberdaya airnya milik.umum (communal property rights), bukan milik seseorang atau sekelompok.orang (private/coorporate property rights). Air sungai Kuansing, dimanfaatkan dan dikonsumsi hampir semua penduduk yang bermukim di sepanjang sepadan Sungai untuk minum, mandi, cuci dan bahkan kakus (MCK) yang sudah membudaya secara turun tumurun.
Sungai adalah milik umum dan sebagai sumber kebutuhan vital rakyat, dan sumber kemakmuran bersama (baca UUD 1945 pasal 33), dan alhamdulillah didapatkan atau bisa diperoleh, dinikmati dengan mudah, murah dan bahkan gratis atas kemurahan alam ciptaan Tuhan.
Apalagi usaha illegal penambang emas tersebut, menggunakan zat-zat kimia radioaktif untuk memisahkan butiran emas dari kandungan lumpur dan pasir sungai seperti Mercury (air raksa) dll.
Zat-zat kimiaini sangat membahayakan kesehatan penduduk pemakai air sungai, akibatnya sekujur tubuh gatal-gatal, muncul penyakit generatif seperti tulang keropos, mata kabur dan kelumpuhan.
Hal tersebut gangguan kesehatan bersifat jangka panjang, belasan tahun kemudian. Warga penduduk lokal yang sakit seperti itu, akhirnya menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara selamanya dia hidup. Baca pengalaman dan pelajari kasus atau peristiwa penyakit akibat pencemaran Merkuri di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1950an, sungguh mengerikan. Dengan demikian, para pemimpin daerah seharusnya berkomitmen tinggi untuk memberantas PETI tanpa kecuali.
Forkopimda Kabupaten Kuansing yang dipimpin Bupatinya, jangan sampai dikendalikan dan dilecehkan para penjahat lingkungan DAS PETI, yang kini masih marak terjadi. Mereka para pemuka Pemerintahan bersama tokoh masyarakat dan tokoh adat harus solid, berkomitmen, punya visi dan misi, serta punya agenda/proker pembangunan mewujudkan kelestarian ekosistem alam dan lingkungan DAS, hutan dan lainnya sesuai dengan norma dan kaidah serra tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di daerah Kuansing.
Ada 18 tujuan dengan ratusan indikator keberhasilan pembangunan yang harmoni 3 aspek ekonomi, ekologi dan ekososial, itu wajib dilaksanakan, salah satu diantaranya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, jangan sampai rusak dan hancur, binasa.
Kalau unsur Forkopimdanya, terutama Bupati dan aparat birokrasinya masih gemar korupsi, kolusi-nepotisme, suka mendapat upeti dan sogok menyogok oleh mafia tambang emas liar PETI, dan juga gaya hidup para pejabatnya hobi bermewah-mewahan dan bermegah-megahan (hedonist), maka sangat sulit rasanya bisa memberantas penjahat lingkungan PETI, yang ada dan telah lama beroperasi di Rantau Kuantan.
Apa sebab? memang cara kerja penambang liar penjahat lingkungan seperti PETI pola dan gaya hidupnya adalah sistem mafia. Mereka tidak bekerja sendirian, aktor tunggal, akan tetapi mereka selalu melibatkan para oknum pejabat pengawas, dan aparat penegakkan hukum dengan “pola bagi hasil” ada bagiannya masing-masing, berupa dana upeti alias sogok menyogok dan suap menyuap yang barang tentu diharamkan agama Islam itu, dan upaya penegakan hukum (law enforcement) melemah dibuatnya.
Makanya para oknum pengawas dan penegak hukum (oknum polisi, oknum jaksa, oknum hakimnya) termasuk tokoh masyarakat setempat (RT, RW dan pak Kades) juga mendapat bagian uang haram tersebut. Semuanya cincailah.
Hal ini dilakukan uang tutup mulut, sedangkan bagi oknum aparat dijadikan tambahan penghasilan keluarganya. Upeti masuk setiap kurun waktu tertentu kapada oknum aparat dan pejabat yang berwenang utk menindak dan memberantas Peti.
Faktor inilah yang membuat para penjahat lingkungan tambang emas PETI tetap berkeliaran beroperasi yang membuat air tercemar dan ikan-ikan, biota perairan umum pun hilan (punah). Padahal sumberdaya ikan itu adalah sumber mata pencaharian penduduk dan sekaligus sumber protein bagi perbaikan kesehatan Rakyat tempatan.
Mengapa kegiatan dan usaha penambangan emas illegal tetap berlangsung akibat mesin permafiaan tambang emas masih eksis, menjerat oknum-oknum pejabat dan penegak hukum, bahkan juga tokoh masyarakat.
Solusinya ditunggu peran dan fungsi pemuda pemberani dan pendobrak di daerah Kuansing yang cerdas, kritis, punya idealisme (tidak opportunis) dan berani memprotes serta membuat pengaduan atas nama LSM/NGO dengan menyuguhkan barang bukti kepada Kapolda Riau dan Kapolri di Jakarta dengan tembusan kepada para pejabat terkait.
Jangan lupa pula gunakan media massa (koran dan tv) profesional yang indefenden seperti Kompas, Riau Post, dll. Untuk kelancaran tugas pelaporan kejahatan lingkungan buat Lembaga Swadaya Masyarakat. (LSM/NGo) berbadan hukum seperti Yayasan Peduli Lingkungan hidup seperti Walhi, Kehati, dll.
Bangun opini publik secara terus menerus, angkat data dan fakta perusakan ekosistem DAS dan hutan di media massa agar publik sadar, masyarakat mengetahui untuk membangun semangat perlawanan, sehingga penindakan hukum bagi aktor pemodal dan perusak lingkungan dipenjarakan setelah diadili di PN yg bebas KKN, bukan ditangkap para pekerja yang “kroco-kroco”, atau dibakar perahu Poton dan Domplengnya itu tidak ada artinya, itu perbuatan sia-sia dan hanya sekedar pencitraan penegakan hukum semata, alias pembodohan publik.
Jika ini dilakukan, saya berkeyakinan usaha PETI emas illegal dan terkutuk tersebut, insya Allah akan hilang, sirna di bumi Jalur Kuansing. Jika tetap ada, solusinya agar rakyat meminta pimpinan penegak hukum yang bertugas di Kuansing diturunkan pangkatnya dan atau diberhentikan tidak hormat alias dipecat, jika terbukti mereka melindungi para penambang liar tersebut. Ibarat pepatah. “jangan sampai pagar makan tanaman”.
Sikap tegas dan komitmen yang tinggi dari Bupati Kuansing, faktor penentu utama untuk suksesnya pemberantasan PETI guna melindungi rakyatnya harus pula jelas. Semoga Bupati beserta jajaran birokrasi tidak terlibat dalam sistem permapiaan tambang Illegal tersebut.
Kita berharap permasalahan PETI ini terselesaikan dengan baik dan tuntas melalui pendekatan penegakan hukum, edukasi masyarakat, dan kedisiplinan aparatur negara dan pemerintahan setempat. Malu kita, kok belasan tahun dan bahkan berpuluh-puluh tahun masalah PETI selalu mencuat dalam pemberitaan publik.
Masalah kejahatan lingkungan tidak terpecahkan dan terselesaikan Pemerintah baik Pusat di Jakarta (KemenLH dan hutan), Provinsi Riau apalagi Pemkab Kuansing. Berarti Pemerintah atau negara atau Pemerintahan telah gagal (government failure) dalam melindungi, memajukan, mencerdaskan dan mendamaikan kehidupan masyarakat Kuansing?!
Pertanyaannya berikutnya adalah, apa saja pekerjaan aparat biroktasi Pemprov Riau, Pemkab Kuansing dan Lembaga Pengayom Masyarakat serta penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan selama ini? Dimana mereka telah disumpah mengemban amanah tugas negara atas nama Tuhan YME, dan juga telah digaji dari uang pajak rakyat yang telah dianggarkan di APBD dan APBN.
Malu dan gemas kita mendengarkan masalah kerusakan lingkungan ekosistem (ecosystem demages) perairan DAS Kuantan dan DAS Singingi, yang tak pernah henti, alias tidak tuntas-tuntas juga, akibat buruknya tata kelola pemerintahan (bad governance). Padahal pergantian kepemimpinan daerah Bupati sudah berlangsung berkali-kali.
Apakah tidak ada dalam dokumen visi dan misi Bupati tentang penyelamatan dan konservasi DAS dan ekosistem alam spt hutan, danau dan sungai pada waktu proses pencalonan mereka dalam Pilbub Kuansing,?
Harapan kita ke depan, perlu dicermati, pilihlah calon pemimpin daerah yang berpengetahuan luas dan berkomitmen yang tinggi dalam melestarikan ekosistem alam Rantau Kuansing, sehingga anak cucu kita menikmati hidup yang lebih baik, serta hidup kita tentram, damai dan bisa mewujudkan kemakmuran bersama di masa kini dan akan datang.
Save nagori Rantau Kuansing dari kerusakan ekosistem alam dan lingkungannya demi anak-cucu, terutama DAS Kuantan.
Ingat moto masyarakat adat Kuansing
“…Tigo tali. Sapilin, Basatu Nagori Maju.”
Salam kayuah.
Save masyarakat Kuansing dari kehancuran ekosistem alam dan lingkungan.
Jaga dan selamatkan DAS Kuantan dan Singingi sebagai sumber kemakmuran bersama, bukan kemakmuran orang-perseorang seperti Peti yang merusak DAS dan melanggar hukum lingkungan.
Terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya.
Wassalam
=====✅✅✅
Penulis:
Dr.Ir H.Apendi Arsyad,M.Si
(Salah seorang Perantau yang tetap mencintai Kampuang halamannya Kuansing, Dosen-Asosiate Profesor, Pendiri Universitas Djuanda Bogor, Pendiri dan Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat-Pengamat dan kritikus Sosial)