30.5 C
Bogor
Saturday, November 23, 2024

Buy now

spot_img

Penolakan RUU Kesehatan dan Sikap ICMI?

JURNALINSPIRASI.CO.ID – Alhamdulillah. Saya ikut sampai selesai webinar ICMI membahas RUU Kesehatan ini tadi malam bapak Prof.Win Nugroho, terima kasih share file informasi tentsng kegiatan webinar yang sudah terpublish di medsos Youtube.

Menyimak materi dan diskusinya webinar tadi malam, walaupun mata agak mengantuk, karena menarik isinya saya paksakan ikut sampai selesai. Saya berterus terang bahwa saya semakin prihatin melihat cara kerja regim politik yang berkuasa (the ruling party) saat ini.

Proses dan mekanisme sistem hukum ketatanegaraan  “carut-marut” tata kelola negaranya memburuk, khusus proses penyusunan dan penetapan regulasi dan public policy berupa RUU seperti  RUU Kesehatan yang dibahas malam tadi tidak aspiratif, mengabaikan pendapat dan pemikiran cerdas stakeholders.

Ruang diskusi publik dan public hearing stakeholders kesehatan dengan anggota.DPR RI di gedung Senayan Jakarta juga pengap dan sempit. Rakyat peduli kesehatan rakyat berdemontrasi di halaman DPR RI dan Kemenkes RI untuk menyampaikan kritik dan aspirasi kurang mendapat pelayanan yang baik. Bahkan sudah ada beberapa asosiasi dan organisasi kesehatan spt IDI, IBI dll berkirim surat resmi kepada Pimpinan DPR RI dan Fraksi, juga tidak digubris, kecuali Fraksi “oposisi” PKS.

Itu pengakuan beberapa tokoh masyarakat dan ormas profesi bidang.kesehatan yang mengutarakannya, saya geleng-geleng kepala terheran-heran, kok parah begitu pola bersikap para wakil rakyat yang digaji rakyat, kaum politisi “koalisi besar” di negara kita. Prihatin.

Demikian pun sikap dan pernyataan resmi di media massa, dapat kita simpulkan ada arogansi, otoriter dan distorsi informasi, ada gejala sosial “kebohongan”, saling lempar tanggungjawab antara lembaga eksekutif vs legislatif tentang permasalahan RUU Kesehatan tersebut.

Ada keheran disini, sehingga ada peserta webinar yang mempertanyakan dan meragukan siapa sebenarnya orang atau konseptor RUU Kesehatan ini? dan apa tujuan dan maksudnya,?.

Kesimpulan saya tampak gejala sosial-politik yang semakin memburuk tata kelola negara ini (bad governance state). RUU Kesehatan sebafaimana disajikan dalam power point (PPT) para nara sumber, tampak jelas sekali isinya RUU bertentangan dengan prinsip norma dan kaidah  hukum dan  tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Bertolak belakang sebagaimana tuntutan gerakan dan cita-cita reformasi thn 1998.

Proses perumusan draft RUU Kesehatan yang kini tengah digodok dan konon katanya dalam waktu dekat akan diputuskan menjadi UU pada sidang pleno DPR RI, draf RUU Kesehatan tersebut berdasarkan hasil diskusi webinar MPP ICMI bidang Kesehatan, Selasa malam 6 Juni 2023 sangatlah sumir.

Bahkan dapat kita katakan bersifat anomali, kontroversial dan kontraproduktif, sehingga jika draf RUU Kesehatan tidak dikoreksi sangat membahayakan dan berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Demikian isi webinar yang saya simak dan catat dari pemikiran para ilmuwan, ahli dan pakar serta praktisi kesehatan dan hukum.

Beberapa catatan singkat saya tentang hasil diskusi webinar MPP ICMI dengan tema “Polemik RUU Kesehatan: Dampaknya Terhadap Masyarakat”, dengan menampilkan nara sumber bapak Prof.Dr.dr.Zainal Muttaqien, dosen senior FK Undip Semarang, yang dipecat Kemenkes RI karena divonis bersalah banyak mengkritisi kelemahan RUU Kesehatan tersebut.

Mendengar beliau diberi sanksi dipecat, kita semakin lebih prihatin lagi, sikap  pemaksaan (otoritarian) di alam demokrasi era reformasi ini kok bisa terjadi dan terulang kembali seperti pola berperilaku rezim Orla dan Orba tempo doeloe yang melanggar HAM.

Sedangkan ahli dan praktisi hukum yang diundang MPP ICMI yang berbicaran dengan PPT-nya adalah bapak Muhamad Jhoni SH. MH, beliau juga banyak mengkritisi keberadaan draf RUU Kesehatan, antara lain kelemahan-kelemahan yang sempat saya catat yaitu (1) proses penyusunan draf RUU tidak melaksanakan kaidah “meaningfull partisipation” sebagaimana amanat UU dan Keputusan MK RI.

Dengan kata lain proses penyusunan sangat kurang dan bahkan tidak memberi akses dan keterlibatan yang memadai kepada publik, terutama bagi para pemangku kepentingan utama (main stakeholders) kesehatan seperti organisasi profesi dokter, bidan, perawat lembaga pendidikan tinggi kesehatan, dll.

Lalu (2) konten RUU Kesehatan tersebut diantara pasal-pasalnya terdapat banyak kelemahan, yang makna isinya bertentangan dengan fakta dan rialitas kebutuhan dunia kedokteran dan rumah sakit.

Dan (3) RUU Kesehatan tersebut memarginalkan dan bahkan mereduksi peran dan fungsi organisasi dan kelembagaan kesehatan/kedokteran yang sudah ada (eksis).

Istilah lainnya jika RUU Kesehatan disahkan menjadi UU, maka akan berdampak negatif terhadap pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, karena ada seperangkat sistem nilai, norma dan kaidah (kode etik) kedokteran yang diabaikan atau bahkan dilabrak, dll.

Pemikiran dan pendapat kedua ilmuwan dan pakar kedokteran dan hukum, disepakati oleh sejumlah peserta webinar, tidak ada satupun.yang menyangga, artinya para peserta webinar sangat memahami fostur dan dampak RUU Kesehatan bagi masyarakat. Akhirnya forum diskusi webinar, bersepakat menolak keras disahkan draf RUU Kesehatan yang sumir dan kontroversial menjadi UU karena membahayakan masyarakat.

Forum webinar MPP ICMI bidang kesehatan membahas draf RUU Kesehatan, meminta dan mendesak Pimpinan ICMI Pusat untuk segera menghadap (beraudiensi) dengan Presiden RI bapak Joko Widodo menyampaikan koreksi dan sikap ICMI terhadap RUU Kesehatsn tersebut.

Hal ini sudah sepatutnya dikerjakan ormas ICMI, dimana tempat atau wadah berhimpunya para cendekiawan muslim yang kapabilitas dan kapasitas keilmuan, kepakaran dan kepedulian terhadap dinamika perjalanan negara-bangsa (nation state) bernama NKRI, peran serta dan kontribusinya tidak diragukan lagi.

Harap diingat isi AD dan ART ICMI, antara lain tugas pokoknya adalah (1) selain melaksanakan pemberdayaan.masyarakat dalam.sejumlah aspek kehidupan yg dibutuhkan rakyat dan bangsa, dan juga (2) tugas yang teramat penting dan mulia ICMI berperan proaktif membantu dan mendukung Pemerintah RI dalam merumuskan public policy spt draf RUU Kesehatan yang kini muncul dihadapan kita ini. 

Secara konstitusional UUD 1945, menurut hukum tata negara seperti lembaga Kepresidenan RI, lembaga perwakilan rakyat DPR RI/MPR RI, lembaga Kementerian RI dll, berkewajiban mendengar, menyimak dan mengadopsi pemikiran dan konsep-konsep yang cerdas berbasis saintek (iptek) yang berpadu dengan imtaq secara berkualitas dari ICMI.

Menurut saya sudah waktunya MPP ICMI bersuara agak lantang, analitik dan kritis guna mengkoreksi, membenarkan serta meluruskan berbagai kebijakan dan regulasi publik, yang katanya banyak ilmuwan dan pakar, saat ini tampaknya “carut-marut”, kurang aspiratif-top down, ditinjau dari berbagai perspektif dan indikator.

Jika persoalan dan permasalahan serius  rendahnya mutu public policy seperti RUU Kesehatan ini tentu akan berakibat fatal bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di NKRI kita ini, ICMI membiarkan (permisif), maka barang tentu akan membayakan nasib rakyat dan keberlangsungan bangsa dan negara NKRI yang sama-sama kita cintai ini.

Kita akan selalu ingat dalam sejarah bahwa peradaban suatu masyarakat bangsa berdirinya sebuah negara dengan 4 tujuan yaitu melindungi, memajukan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berperan aktif menciptakan dan menjaga perdamaian.

Hal itu hanya “bisa dan bisa” diperankan dan dicapai oleh kepeloporan kaum intelektual (cendekiawan) sebagai insan akademis yg punya kepedulian dan berkomitmen tinggi terhadap keindonesiaan / kebangsaan, kemudian baru diIkuti dan didukung kekuatan lain seperti militer power (tentera), politisi-negarawan (wakil rakyat sejati), pebisnis-pemilik modal (pengusaha), aparatur negara (birokrat),  pekerja sosial (aktivis NGO), tokoh masyarakat dan rakyat yang cerdas, sadar, peduli dan berideologi kebangsaan yang kuat.

Tetapi kepeloporan perubahan kebudayaan dan peradaban masyarakat berkemajuan maju dan moderen itu ada dan berada di tangan dan genggaman kaum intelektuil.

Sayang kalau ICMI diam saja (cicing wae), berani dan bernyalinya bicara, bukan hanya sampai di forum webinar saja.

Kita harus ingat sejarah Indonesia, dengan jasa-jasa  para pemimpin dan pemikir antara lain Ir.Soekarno, Drs.Muh. Hatta, H.Agus Salim, Muh Natsir, St Sahrir, Prof.Muh Yamin, H.Kasman Singodimedjo, KH Wahid Hasyim, Tan Malaka,  Ir.H.Djuanda, dan banyak lagi, ratusan bahkan ribuan cendekiawan Indonesia yang berjasa lainnya.

Jangan lupakan sejarah, istilah Bung Karno “Jasmerah”, jika kita ingin menjadi negara-bangsa yang besar, Indonesia Raya. Semoga tulisan ini menjadi renungan kita bersama, save rakyat, bangsa dan NKRI.
Syukron, barakallah.
Wassalam

Penulis:

Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, MSi
(Pendiri.ICMI thn 1990 di Malang, Wasek Wankar MPP ICMI dan Ketua Wanhat MPW ICMI Orwil Khusus Bogor, Pendiri dan Dosen Senior Universitas Djuanda Bogor, Pegiat dan Pengmat Sosial)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles