Jasinga | Jurnal Bogor
Polemik lahan Hak Guna Usaha (HGU) di Blok 23 Blok Wakap Bolang (Jam’ah), Desa Koleang, Jasinga, Kabupaten Bogor antara warga Desa Curug dengan perusahaan PT Wahana Sekar Agro (WSA), masih belum menemukan titik terang.
Camat Jasinga Santoso menyarankan agar masyarakat melaporkan perihal tersebut kepada kepala desa untuk bermusyawarah.
“Harusnya masyarakat lapor atau bermusyawarah dengan Kepala Desa agar nanti dari hasil rapat tersebut tertuang dalam berita acara,” katanya, Rabu (7/06/2023).
Setelah itu, kata dia, pihak desa mengundang PT WSA agar mengetahui batas tanah hak milik PT WSA.
“Yang penting batas kepemilikan itu yang harus jelas. Kalau batasnya belum jelas silahkan adakan ploting dengan BPN, patokin berdasarkan gambar sertifikat,” ucapnya.
Dirinya pun tidak mengetahui lahan masyarakat yang saat ini berpolemik. “Saya gak tau, itukan sertifikat HGU itu juga terbitnya tahun berapa? itu kami pun tidak memiliki data,” paparnya.
Dia mengaku, dalam hal itu pihak kecamatan tidak bisa menindak. “Kalau itu memang benar di sana ada sertifikat, itu gak bisa, itu kalau misalnya terjadi gugatan eksekutornya kan kejaksaan,” katanya.
Ditempat yang sama, Sekretaris Kecamatan Jasinga Ade Priatna menambahkan, bahwa dalam polemik tersebut pihak kecamatan tidak diam.
“Saya minta peta HGU aktif, tatkala itu masuk HGU aktif berarti masyarakat salah, taat kala itu keluar dari HGU perusahaan wajib memberikan ganti rugi kepada masyarakat,” katanya.
Dia menegaskan, bahwa pihaknya sudah beberapa kali meminta data terhadap pemegang HGU.
“Kita sudah beberapa kali dengan Pemerintah Desa meminta itu data, cuman pemegang HGU tidak pernah memberikan peta HGU-nya kepada kita sebagai dasar untuk membuktikan,” ucap dia.
Sementara, Kepala Desa Curug Anton mengatakan, dalam hal ini warganya bersurat permohonan Hak Guna Usaha/Garap ditunjukan kepada Plt Bupati Bogor sehingga pihaknya menyurati pihak kecamatan meminta untuk petunjuk agar warganya tidak dirugikan.
“Kita sudah mencoba untuk mempertemukan penggarap atau warga dengan perusahaan PT. Wahana Sekar Agro. Kami mau lah memfasilitasi dengan catatan yang hadir dari PT WSA itu mereka itu yang memiliki kapasitas atau kebijakan,” jelasnya.
Karena belajar dari pengalaman yang sudah-sudah kata dia, ketika pihaknya untuk berembuk menyelesaikan permasalahan, PT WSA selalu yang datang itu karyawan yang bukan memiliki kapasitasnya.
“Jadi menurut hasil ukur PT. WSA di luasan tersebut sekitar 2 hektare lebih. Warga menggarap sudah 30 tahun. Dalam hal ini warga tidak memiliki alas hak seperti sertifikat tapi warga hanya memiliki SPPT dengan taat pajak yang setiap tahun bayar,” pungkasnya.
** Andres