JURNALINSPIRASI.CO.ID – Isi video DC yang viral ini sekilas menarik, menggelitik dan menantang, tetapi bisa meracuni cara berpikir (mindset) anak bangsa, seolah-olah sekolah dan belajar studi lanjut di program pasca sarjana di universitas itu tidaklah penting.
Yang penting bisa kerja, kerja dan kerja. Bapak Jokowi Presiden RI telah mempopulerkan istilah atau jargon-jargon ini pada masa kampanye Pilpresnya 5-9 tahun lalu, sehingga beliau menjadi pemenang Pilpres RI.
Cara berpikir kerja-kerja dan kerja ini sungguh telah sesat dan menyesatkan banyak pihak, pemikiran yang pragmatisme. Cara pandang seperti itu sangat keluar (offsite) dari paradigma dan filosifi pendidikan tinggi yang sebenarnya.
Sekarang itu yang tengah berlangsung di tengah kampus, mendidik mahasiswa dengan program Dikti Merdeka Belajar, Kampus Merdeka (MBKM) yang tak jelas juntrungannya dan atau orientasi pembejarannya kemana arahnya? tak jelas, dan telah banyak menuai kritik dari para ilmuwan dan pakar pendidikan serta pencinta dunia pendidikan negeri ini.
Jika demikian, maka bangsa ini akan dijadikan bangsa kuli, warga kelas tiga zaman era kolonial tempo doeloe, nama “Inlandeers”, kaum pribumi warga kelas sosial lapisan terbawah kelas 3, kaum kuli. Sedangkan nomor 2 warga timur asing (pedagang pendatang China dan Arab) sedang nomor 1 kaum penjajah Belanda itu sendiri (orang Jawa menyebutnya Londo, kaum Amtenaar).
Sangat berbahaya mindset sesat itu, jika terus dibiarkan berkembang biak di negeri ini, kasihan masa depan anak, cucu dan cicit kita. Bisa-bisa mereka terjajah kembali oleh bangsa asing menjadi “inlandeers” bangsa kuli, sebab kualitas dan level sumberdaya manusia (SDM) kaum pribumi sangatlah rendah, kurang berpendidikan atau istilah DC cukup tamat Sekolah Dasar (SD) saja untuk masuk dunia kerja seperti dinarasikan di vedio DC tersebut. Sebuah mindset yang sangat keliru dan membahayakan nasib bangsa dan negara.
Pendidikan dimaknai sangat sempit sekali, hanya sekedar technical know how. Berbahaya cara berpikir (mindset) seperti ini, narsum tersebut jika CEO Coorporation, dia hanya butuh buruh alias kuli semata.
Tetapi dilain sisi dalam perspektif lain kita bisa juga bisa memaknai sebagai kritik sosial bagi mereka pemburu gelar S1, S2 dan S3, terakhir “es lilin dan es teller” yang gemar ijazah palsu atau STIA yakni “sekolah ntek ijazah ayak.”
Seperti kelakuan bejat profesor STIA yang diperoleh dengan cara jalan pintas melalui perjokian, tinggal siapkan money secukupnya guna membayar pelacur akademik yang haus materi yang tak berkesudahan.
Problem sosial “profesor joky” tersebut telah diangkat dan dipublikasi 3 hari berturut-turut headline di Harian Kompas. Sungguh amat memalukan dan mencoreng wajah kampus-kampus Perguruan Tinggi/Universitas di negeri kita.
Dugaan saya, muncul vedio DC mengkritik gelar akademik, kemungkinan kesal atau sebel melihat fenomena ijazah palsu telah membunuh karakter lulusan Universitas yang amat mulia itu. Akhirkan.DC meremehkan mereka yang bergelar S1, S2 dan S3 tadi dalam dunia kerja seperti yang disebut DC yaitu geogle dan apple.
Belajar keras dan sungguh untuk memperoleh kompetensi tidaklah penting, watak (moral, etika dan ideologi,) yang baik juga tak penting, Adapun yang paling sangat penting adalah gelar buat dibanggakan.dan dipamer-pamerkan kepada pengagum dan pemburu 3 Ta (tahta, harta dan wanita).
Manusia gemar 3 Ta inilah yang merusak tatanan bernegara dan peradaban bangsa karena ikut andil memperlemah daya saing SDM bangsa dan negara/NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Selamat pagi Kodelers IPB University, Sehat dan always happy.
Salam hormat buat pengkritik sosial yang membangun negara-bangsa yang berperadaban maju dan mensejahterakan rakyat (social wellbeing).
Wassalam
Penulis:
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, MSi
(Dosen Senior dan Pendiri Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L Negara, Pendiri dan Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Pegiat dan Pengamat Sosial)