28.1 C
Bogor
Saturday, November 23, 2024

Buy now

spot_img

Hibah dari PBB, Fasilitas Pengolahan Limbah PCBs Pertama di Indonesia Diresmikan

Bogor | Jurnal Bogor

Persoalan lingkungan khususnya terkait permasalah limbah di Indonesia, mendapatkan perhatian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya limbah berbahaya PCBs (Polychlorinated Biphenyls).

Sebagai informasi, PCBs, merupakan satu dari sekian jenis senyawa kimia yang sangat berbahaya, tak hanya bagi lingkungan, tapi juga nyawa manusia. Badan dunia yang bermarkas di New York, Amerika Serikat itu, melalui United Nation Industrial Development Organization (UNIDO), Rabu (17/05/2023) menghibahkan fasilitas pengolahan non thermal PCBs kepada Indonesia melalui kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Namun untuk  pengelolaannya, kementerian pimpinan Siti Nurbaya Bakar itu mempercayakan kepada PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Pasalnya, perusahaan asal negeri Sakura, Jepang itu memiliki pengalaman mempuni dalam mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun.

Fasilitas hibah dari PBB yang berada di lingkungan PPLI itu, bagian dari upaya strategis menghapuskan PCBs di Indonesia. Fasilitas yang didanai oleh Global Environmental Fund tersebut saat ini sedang proses mendapatkan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari KLHK.

Persemian fasilitas berteknologi canggih itu dihadiri Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,Rosa Vivien Ratnawati, , Perwakilan UNIDO Indonesia,  Salil Dutt dan Presiden Direktur PPLI Yoshiaki Chida serta beberapa perwakilan perusahaan yang menjadi klien PPLI.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,Rosa Vivien Ratnawati menegaskan komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian target global pemusnahan PCBs pada akhir tahun 2028.

“Sejak  22 tahun pasca ditandatanganinya Konvensi Stockholm, Swedia,  atau 14 tahun sejak ratifikasi, Kementerian LHK menegaskan sikapnya yang tidak ada yang berubah dari komitmen tersebut. Bahkan komitmen tersebut semakin kuat dan akan segera diintegrasikan dan diimplementasikan melalui penguatan berbagai mekanisme nasional terkait pengawasan kinerja pengelolaan lingkungan, diantaranya melalui mekanisme PROPER,” kata Vivien, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/5/2023).

Disinggung soal ditunjuknya PPLI sebagai penerima fasilitas hibah tersebut, Vivien  mengatakan, PPLI dinilai mampuni dalam mengelola limbah B3 D. Penunjukan itu pun sudah berdasarkan kajian mendalam. “Berdasarkan kajian kita, kualifikasi PPLI sebagai industri pengolahan limbah B3 terintegrasi sangat tepat. PPLI sudah berpengalaman dalam pengelolaan limbah B3,” tegas Vivien.

Untuk diketahui PCBs adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik (oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut.

PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon (termasuk kebancian). Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun 1968.

PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat terhancurkan secara alami. PCBs juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi.

Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian LHK mengungkap cemaran PCBs di Sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane.  PCBs telah mencemari puluhan jenis ikan konsumsi di sungai dan pesisir laut Indonesia, bahkan telah terdeteksi pada Air Susu Ibu di beberapa kota di Jawa dan Sumatera.

Menteri LHK telah menerbitkan peraturan tentang Pengelolaan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 29 Tahun 2020 tentang Pengelolaan PCBs yang secara tegas mengatur batas waktu pemusnahan PCBs. Fasilitas Pengolah PCBs yang diresmikan pada Rabu (17/5) merupakan salah satu hasil (output) penting dari Proyek PCBs antara Kementerian LHK dengan UNIDO.

“Fasilitas ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia yang mengadopsi metoda pemusnahan non-combustion atau non pembakaran. Jika metoda pemusnahan pembakaran menghasilkan emisi CO2 dan berpotensi membentuk senyawa beracun Dioksin dan Furan, maka teknologi non pembakaran sama sekali tidak akan menghasilkan emisi gas-gas yang berbahaya,” ungkap Vivien.

Perwakilan UNIDO Indonesia, Salil Dutt mengungkapkan bahwa UNIDO secara global mempromosikan penggunaan metoda non pembakaran untuk pemusnahan PCBs karena lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan rekomendasi Konvensi Stockholm.

“UNIDO berkomitmen mendukung negara pihak untuk memusnahkan PCBs merujuk kepada Best Available Technology (BAT) yang direkomendasikan oleh Konvensi Stockholm, terutama metoda non pembakaran. Hingga saat ini UNIDO telah mendukung pemusnahan PCBs di 32 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika melalui skema kerja sama dengan GE,” kata Salil.

Salil Dutt menerangkan, total dana hibah GEF yang telah dikelola adalah sebesar USD 80 juta dan didukung penyertaan anggaran dari para mitra sebesar lebih dari USD 360 juta. “Sementara ini, jumlah limbah PCBs yang telah dimusnahkan adalah lebih dari 24.000 ton dan akan terus bertambah hingga akhir tahun 2028,” ujar Salil.

Peta jalan dalam mencapai penghapusan PCBs dari bumi Indonesia cukup menantang. Saat ini diperkirakan terdapat minimal 1,2 juta unit trafo aktif yang dimiliki oleh industri tanah air, terutama dari sektor yang membutuhkan dan mengelola energi listrik besar seperti industri pembangkitan, minyak dan gas, kimia, pulp dan kertas, besi baja, pertambangan serta manufaktur.

Dari jumlah tersebut, hampir 10 persen diantaranya diduga terkontaminasi PCBs dengan total potensi limbah sebesar lebih dari 800.000 ton yang sebagian besar bersumber dari kontaminasi silang PCBs (yaitu ketika trafo bersih terjangkit PCBs dari trafo lain yang terkontaminasi). Pola kemitraan public-private partnership merupakan pendekatan yang dipilih KLHK dan UNIDO untuk pengelolaan limbah PCBs non thermal di Indonesia.

“Sinergi antara KLHK, UNIDO, GEF dan PPLI dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas pemusnahan PCBs ini diharapkan akan menjadi sebuah lessons learned tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi negara lain khususnya di Kawasan Asia Pasifik. Sinergi ini merupakan dukungan dan solusi nyata bagi perusahaan-perusahaan pemilik PCBs yang terdapat di Indonesia, yang memiliki komitmen dalam menjaga dan melindungi lingkungan menuju pembagunan berkelanjutan yang mensejahterakan, berkeadilan, dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Vivien.

Presiden Direktur PPLI Yoshiaki Chida mengucapkan terima kasih atas kepercayaan UNIDO dan KLHK untuk mengelola fasilitas Ini. Teknologi pengolahan PCBs non thermal  ini merupakan aset bangsa dan menjadi salahsatu solusi bagi negeri dalam pengolahan limbah B3

“PPLI sendiri sudah hampir 30 tahun konsisten pada pengelolaan limbah industri di Indonesia. Perusahaan yang 95 persen sahamnya dikuasai oleh Dowa Ecosystem Co.Ltd dari Jepang dan 5 persen lainnya dimiliki  Pemerintah Indonesia tersebut merupakan mitra strategis dalam hal pengolahan limbah B3 di tanah air. Dan ini bagian dari misi penyelamatan bumi dari limbah berbahaya,” tegas Chida menutupi.

** Mochamad Yusuf

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles