Salah Hitung BHPRD, Puluhan Kades Ngadu ke DPRD
Cibinong | Jurnal Bogor
Puluhan kepala desa beserta perwakilan lembaga dan staf desa mendatangi gedung DPRD Kabupaten Bogor untuk audiensi perihal Perbub No.70 soal BHPRD (Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) yang menjadi polemik dan memanas, Senin (26/09).
Dalam audiensi tersebut, 29 kades yang terkoreksi turun nilai BHPRD-nya diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudi Susmanto, Wakil Ketua 1 KH.Agus Salim, Wawan Haikal Kurdi, Daen, Ade Sanjaya, H.Sulaeman, serta Kepala Dinas DPMD (Dinas Pemberdayaan dan Desa) Reynaldi, Sekretaris Badan Bappenda (Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah) Adi, dan Kepala Badan BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Teungku Mulya.
Dalam penjelasannya Adi menyampaikan permohonan maaf kepada para kades yang merasa tidak nyaman akan perubahan angka dalam nilai BHPRD yang tertuang dalam Perbub No.70 tersebut. Namun hal tersebut dilakukan agar kepala desa pada tahun kedepannya tidak menjadi temuan, karena memang diakui terjadi kesalahan hitung pada Perbub No.59 yang ditandatangani oleh Bupati Ade Yasin.
“Kami mengetahui adanya kesalahan hitung karena adanya surat masuk dari Desa Singajaya Kecamatan Jonggol perihal turunnya angka BHPRD, ditambah lagi kami masih melakukan penghitungan secara manual. Manual dalam arti kami belum mamakai sistem aplikasi sehingga terjadi kesalahan hitung,” papar Sekban Bappenda dalam audiensi di Gedung Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bogor, Senin (26/09).
Menurutnya, pihak Bappenda sudah memberikan solusi dan tertuang dalam Perbup No.70 jika Kades tidak perlu mengembalikan uang. Tapi, kelebihan salur tersebut akan dipotong pada anggaran tahun berikutnya. ” Kami salah, dan kami akui itu, tapi kami belum bisa memberikan solusi karena Kaban (kepala badan) sedang cuti,” ujar Adi.
Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudi Susmanto setelah mendengar penjelasan dan mempelajari persoalan BHPRD, dia menilai bukan kesalahan hitung, melainkan kesalahan perencanaan dalam anggaran. Meskipun punya slogan Kabupaten termaju, masa masih menghitung secara manual. Harusnya direncanakan dari awal dan kalau pun ada kenaikan atau penurunan tidak terlalu signifikan hingga tidak anjlok terjun bebas.
” Apalagi kepala desa itu sanksi sosialnya lebih tinggi karena bersentuhan langsung dengan warga. Misal, mereka dapat BHPRD Rp1,2 miliar, mereka akan membuat jadwal kerja selama 1 tahun, tahap pertama cair Rp400 juta untuk bulan Januari-April, berarti mereka menganggarkan kegiatan program Rp100 juta/bulan. Dan saat tahap kedua, Mei-Agustus dan September akan cair mereka sudah punya ancang-ancang dan perkiraan dari Perbub No.59 tadi, sebagian besar dari mereka pasti berpikir talangin aja dulu entar juga cair.”
“Nah, tiba-tiba saat pencairan beda nilai dari Perbub No.59 ke Perbub.70, anjlok dan jomplang wajar jika mereka protes dan ngamuk karena perubahan ini dipertengahan disaat mereka sudah menganggarkan semua program kegiatan, jika perubahan diawal mungkin mereka tidak akan semarah ini,” pungkas Rudi biasa disapa.
“Saya sangat menyayangkan hal ini terjadi, harusnya adakan sosialisasi dulu sebelum adanya perubahan apalagi anjloknya sangat jauh, beri penjelasan kepada para kades dan Bappenda pun harus memaparkan apa yang membuat berkurang dan naiknya BHPRD, berikan catatan dan uraian lengkap agar mereka paham. Ini kan kepala desa terkaget-kaget dari Rp1,2 milair tiba-tiba turun ke angka Rp400 juta bahkan mengembalikan di Perbub yang terbaru,” jelasnya.
Sementara untuk Perbub yang dibuat Plt Iwan Setiawan sendiri, kata dia, kondisinya diisi oleh Plt tentu segala kebijakan strategis sebelum keluar surat edaran kemarin itu harus dikonsultasikan kepada Kementrian Dalam Negri (Kemendagri), jika pada saat dipimpin oleh Bupati definitif tentu kewenangan penuh Bupati dan jajarannya untuk menentukan suatu kebijakan.
“Ini menjadi tanda tanya besar juga buat kami, apalagi ini sudah kuartal ketiga. Kenapa tidak saat termin pertama ini dibahas. Diperbubnya jelas tadi kita pelajari tahap 1, tahap 2, tahap 3, dan ini sudah mau masuk tahap 3. Kenapa ini baru muncul untuk mencarikan solusi, tentunya eksekutif, legislatif harus duduk bersama. Dan kami pun berharap SKPD untuk menyampaikan kepada Plt agar nanti mengundang kami dan mengundang 29 desa. Kali ini kita harus jemput bola jangan sampai menimbulkan kegaduhan baru,” beber Rudi Susmanto.
** Nay Nur’ain