KPAID: Sekolah Ramah Anak tak Boleh Sebatas Jargon
Bogor | Jurnal Inspirasi
Pasca terjadinya kasus kekerasan pelajar yang menyebabkan tewasnya RMP (17) salah seorang pelajar salah satu SMA negeri. Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto menyarankan enam langkah untuk penanganan masalah yang sudah mengakar di kalangan siswa.
“Masalah kekerasan pelajar yang memakan korban jiwa adalah masalah yang sangat serius. Maka harus ditangani dengan sangat serius, tidak hanya sekedar langkah taktis ataupun reaktif, meski hal itu juga tetap diperlukan sebagai solusi jangka pendek. Namun, sangat penting untuk dipikirkan bersama strategi penanganan secara komprehensif agar tidak terulang kembali di masa mendatang,” kata Atang, Minggu (10/10).
Langkah pertama, kata Atang adalah dilakukannya pendekatan hukum. Dimana, tindakan hukum kepada pelaku kekerasan harus ditegakkan. Tidak hanya kepada pelaku kekerasan, tetapi juga kepada orang-orang yang membantu pelaku dalam tindak keketasan juga perlu dikenakan hukuman.
“Perlu efek jera dengan hukum yang berat dan tegas. Menghilangkan nyawa orang lain atau mengakibatkan orang lain terluka adalah tindakan kriminal serius,” tegasnya.
Kedua, pendekatan pola pembelajaran. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (KCD), Dinas Pendidikan Kota Bogor, dan Sekolah perlu merumuskan satu pola pembelajaran yang menjadikan siswa disibukkan dengan kegiatan yang ada disekolah baik akademik maupun non akademik.
“Ini bisa dilakukan dengan memberikan pelajar ruang maksimal untuk menyalurkan aktualisasi mereka ke dalam kegiatan positif baik olahraga, seni, pramuka, ekskul, dan lain sebagainya. Semoga dengan kesibukan positif ini tidak ada ruang bagi pelajar untuk macam-macam diluar,” jelasnya.
Untuk yang ketiga, pendekatan pembinaan. Bagaimanapun, pola pendidikan tidak bisa hanya bertumpu pada pembelajaran pengajaran saja. Perlu pembinaan intens terhadap kepribadian pelajar.
“Kita bisa mencontoh pola pembinaan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah yang menghasilkan anak didik yang berperilaku baik. Memiliki mental karakter dan pribadi yang bagus. Success story ini bisa direplikasi,” ujar Atang.
Untuk pendekatan keempat, ketua PKS Kota Bogor ini menilai pola komunikasi tiga pihak, yaitu anak, orang tua, dan sekolah perlu ditingkatkan. Sebab menurutnya, di era digital ini, komunikasi seharusnya bisa dilakukan secara lebih baik. Selain pertemuan reguler secara langsung antar pihak, bisa juga dimanfaatkan platform digital. Termasuk untuk pengawasan real time aktivitas anak-anak di sekolah maupun di luar sekolah.
“Untuk yang kelima adalah pendekatan reward and punishment. Sekolah yang pelajarnya sering terlibat tawuran dan kekerasan diberikan sanksi yang berjenjang. Karena kita juga melihat, sekolahnya juga itu-itu saja. Sehingga lebih mudah untuk melakukan monitoring dan penerapan sanksi jika diperlukan. Agar masalah ini ditangani secara serius oleh masing-masing sekolah. Banyak instrumen yang bisa digunakan. Sanksi dana BOS, sanksi administratif, sanksi hibah, atau sanksi bentuk lain,” tutupnya.
Lebih lanjut, Atang menyebutkan selain kelima hal tadi, untuk mencegah terjadinya kekerasan pelajar tentu yang paling utama adalah peran sentral orang tua dalam hal pengawasan anak.
Menurutnya, orang tua harus mampu menjalankan pendidikan dan pengawasan bagi anak-anaknya. Sehingga, penguatan peran orang tua harus menjadi konsern utama.
“Pendidikan parenting, kelas pendampingan psikologi, dan pembentukan komunitas orang tua bisa menjadi sarana penguatan peran orang tua,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bogor, Dudih Syiarudin mengatakan bahwa pihaknya akan menggalang dan merekomendasikan agar sekolah harus ramah anak, yang tak sekadar jargon.
“Makanya kita langsung terjun ke sekolah-sekolah dan memberikan apresiasi ketika sekolah mengikuti indikator, setelah itu kita memberikan sanksi kepala dinas kaitan bantuan-bantuan untuk sekolah yang tak mengindahkan berbagai peraturan termasuk ke pemda, ya kita tunda dulu agar sekolah bisa memperbaiki diri, tentu saja ini bukan salah sekolah. Karena selama ini daring, utamanya adalah keluarga dan orang tua, karena malam itu bukan ranah sekolah,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Dudih, KPAID akan mengeluarkan kebijakan gerakan gembira dan gerakan menyapa, mendengarkan dan berbicara dengan anak.
“Orangtua terkadang abai, dan insya allah KPAI akan mengeluakan gerakan gembira gerakan menyapa, mendengatkan , dan berbicara dengan anak. Banyak kejadian ini anak tidak didengarkan, tidak disapa dan tidak diingatkan, jadi kalau sudah kejadian ini saya yakin orang tua mengelus dada,” ucapnya.
Kata dia, dengan adanya UU 11 tahun 2012, otomatis sistem peradilan pidana terhadap anak tidak boleh diperlakukan seperti orang dewasa.
**fredykristianto