Bogor | Jurnal Inspirasi
Panitia Khusus (Pansus) Perubahan Nama Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) menyebut bahwa perusahaan pelat merah itu merugi kurang lebih sebesar Rp2 miliar. Hal itu terkuak berdasarkan hasil laporan dari Kantor Akuntan Publik (KAP).
Kendati demikian, Ketua Pansus Shendy Pratama mengatakan bahwa hal tersebut bukan menjadi kendala dalam pembahasan pansus. Sebab, saat ini pansusnya hanya membahas perubahan nama dari PDJT menjadi Perumda Trans Pakuan.
“Memang kita kembali lago kepada tupoksi kita di pansus bahwa perumda PDJT berubah nama sesuai amanat undang-undang 23 tahun 2014. Kita rubah dari BUMD menjadi perumda dengan ada pengembangan daripada beberapa bidang usaha yang ada di jasa transportasi ini,” ujar Shendy, Senin (7/6).
Dengan sudah diterimanya laporan KAP dan disetujuinya perubahan nama, Shendy mengungkapkan pihaknya akan melanjutkan pembahasan dengan membahas isi dari Raperda berdasarkan pasal per pasal pada pekan depan.
“Langkah selanjutnya, kita akan mulai di minggu depan bahas pasal per pasal karena kurang lebih ada 101 pasal dalam Raperda. Ada yang sifatnya pasal atau dari raperda sebelumnya, ada pula perubahan dari aturan diatasnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Shendy pun berharap segala permasalahan PDJT mulai dari hutang karyawan hingga persoalan piutang lainnya dapay diselesaikan dengan perubahan nama ini.
“Harapannya dan disampaikan dalam business plan yang dikomandoi oleh bu Sekda sebagai ketua tim restrukturisasi PDJT ini bahwa tidak akan menggunakan PMP untuk menyelesaikan masalah ini.Jadi dengan adanya terobosan dari perumda ini mudah-mudahan bisa mendanai dan membayar hutang lama,” jelasnya.
Sebelumnya, Pejabat Sementara (PJS) Dewan Pengawas PDJT, Agus Suprapto mengatakan bahwa perubahan status PDJT lantaran adanya amanat Undang Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
“Jadi perubahan status PDJT bukan dalam rangka meminta PMP. Perda perubahan status ini hanya untuk penyelenggaraan perusahaan dan menunjukan jenis usaha,” ujar Agus.
Menurut dia, mengenai modal bagi PDJT sendiri, perdanya berbeda atau tidak disatukan dalam perda perubahan status. “Untuk PMP kajian investasinya sedang dibuat. Jadi nggak ada kaitannya dengan raperda perumda,” kata Agus.
Agus menjelaskan, mengenai PMP yang dipertanyakan dewan semuanya sudah selesai. “PMP sudah nol. Bahkan, di awal 2011-2015 barang (aset) kita berkurang. Di perda pertama kami dapat 30 bus dan satu truk derek. Sedangkan di perda kedua, lahan kami ditiadakan. Terakhir PMP yang Rp5 miliar itupun selesai. Makanya kami sampaikan ke dewan mengenai tahapan restrukturisasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, restrukturisasi dilakukan untuk menyelamatkan PDJT, yang akan mencakup manajemen organisasi, modal dan aset. Pihaknya juga akan menelaah aset mana saja yang bisa dimaksimalkan dan yang tidak. Atas dasar itu, ada rencana untuk menghapus potensi aset yang tak bernilai.
Kemudian, ada restrukturisasi portofolio bisnis yang nantinya PDJT takkan sebatas mengelola Trans Pakuan saja, melainkan juga bengkel, advertising, wisata, SPBU, parkir dan lain-lain. “Tidak selamanya dalam menjalankan PDJT harus memakai PMP. Tapi bisa dengan cara memanfaatkan aset yang ada,” ucapnya.
Misalnya, sambung Agus, bila PDJT membangun bengkel bisa menggandeng pihak ketiga dengan cara sharing profit. “Tetapi kalau semua keuntungan mau diambil, otomatis mesti ada gelontoran dana dari pemerintah. Selain itu ada juga potensi memanfaatkan bantuan dari kementerian serta kerjasama,” katanya.
** Fredy Kristianto