Jakarta | Jurnal Inspirasi
Ada dua preseden buruk diungkap Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah atas sikap politik Presiden Joko Widodo menyikapi keterlibatan anak buahnya Moeldoko yang menjabat Kantor Staf Kepresidenan (KSP) melakukan gerakan pegambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa melalui Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Dedi Kurnia Syah mengatakan, sikap dingin Jokowi mengkhawatirkan konflik antara Moeldoko dengan Partai Demokrat. Dedi kemudian menyampaikan ada dua pertanda yang akan menghantui Jokowi jika tidak segera menyampaikan sikap politiknya.
Kata Dedi, jika Jokowi tidak segera mencopot, publik akan menafsirkan Jokowi tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh Moeldoko. “Pertama, jika tidak memberhentikan Moeldoko dari kepala KSP maka ada anggapan presiden sekurang-kurangnya tidak mempermasalahkan apa yang telah dilakukan Moeldoko,” demikian analisa Dedi, Senin (8/3).
Penanda buruk kedua, dijelaskan Dedi, tindakan Moeldoko merupakan pertaruhan nama baik presiden Jokowi. Dengan demikian, analisa Dedi, apabila nantinya pemerintah lebih memilih mengakui hasil Kongres Luar Biasa sepihak yang dilakukan di Sibolangit, Deli Serdang, Sumut maka publik akan menyimpulkan bahwa gerakan “kudeta” memang direstui oleh orang nomor satu di Indonesia.
“Jika sampai pemerintah justru memihak pada putusan KLB yang tidak memenuhi syarat itu. Publik akan beranggapan jika langkah Moeldoko telah direstui Presiden,” demikian analisa Dedi.
Sedangkan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menduga ada maksud terselubung di balik upaya pengambilalihan Partai Demokrat. Pangi khawatir salah satu tujuannya agar Joko Widodo dapat menjadi Presiden untuk ketiga kalinya. Pangi merasa prihatin atas pihak Istana yang mengabaikan upaya Moeldoko merebut kepemimpinan Partai Demokrat. Menurutnya, hal itu memunculkan spekulasi di masyarakat akan maksud pihak Istana.
“Kita juga layak bertanya dan patut curiga agenda apa yang sedang di desain pemerintah? Mungkinkah amandemen UUD 1945 terutama kaitannya dengan periode jabatan presiden yang mau ditambah menjadi tiga periode? Apa pun agendanya, kita layak curiga karena cara-cara culas sudah pasti tujuannya akan merugikan kita semua,” kata Pangi dalam keterangan, Senin (8/3).
Pangi menilai, manuver politik Moeldoko patut dicurigai bukan hanya demi kepentingan pribadinya. Ia malah menyinggung kemungkinan bahwa Moeldoko cuma sekadar alat guna mencapai tujuan utama.
“Apakah dengan langkah sembrono dan ugal-ugalan itu Moeldoko mau jadi calon presiden 2024? Atau beliau melakukan itu semua atas restu Istana dan Moeldoko hanya pion untuk memuluskan ambisi politik yang sedang berkuasa?” sindir Pangi.
Selain itu, Pangi menyayangkan dengan praktik politik belah bambu yang menyasar partai oposisi. Ia menilai, hal itu sebagai cara berpolitik yang tidak etis di masa saat ini dimana penguasa sudah sangat dominan. “Apalagi komposisi koalisi pemerintahan hari ini sudah terlalu gemuk, enam dari sembilan partai di parlemen dengan total 75 persen kursi sudah menjadi bagian dari koalisi pemerintahan, apakah ini belum cukup?” ujar Pangi.
Pangi mengkritik praktik memecah belah partai oposisi lalu menjadikannya bagian partai koalisi pemerintah. Kondisi ini hanya menjadikan DPR kembali ke masa orde baru. “Sekadar stempel bagi kekuasaan, menjadi lembaga yes man,” ungkap Pangi.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam KLB, Jumat (5/3). Kubu Ketua Umum Demokrat AHY dan Ketua MTP Demokrat SBY menyatakan KLB itu ilegal karena tak sesuai AD/ART partai. Keputusan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat periode 2021-2026 dibacakan oleh mantan kader Demokrat yang baru saja dipecat, Jhoni Allen. Pengangkatan Moeldoko sontak mengundang reaksi keras kubu Cikeas hingga menggelorakan “perang mencari keadilan”.
Kantor Staf Presiden menepis tudingan adanya keterlibatan Presiden Jokowi dalam manuver politik Kepala KSP Moeldoko. KSP menegaskan bahwa sikap Moeldoko merupakan keputusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan presiden.
Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin menyampaikan, pihak istana kepresidenan atau Presiden Jokowi sekalipun tidak ada tendensi dan intervensi ke partai politik. Menurutnya, langkah politik Moeldoko adalah keputusan pribadi yang dijamin undang-undang (UU).
“Sikap, pikiran, dan pandangan beliau untuk aktif di Partai Demokrat adalah sikap pribadi. Itu sebabnya, kenapa saya menolak orang-orang yang mengaitkan sikap pribadi ini dengan keterlibatan Presiden Joko Widodo,” ujar Ngabalin, Senin (8/3).
Sementara pada Senin (8/3), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono melakukan safari ke beberapa lembaga negara. Tujuanya untuk memberikan data autentik tentang keabsahan struktur partainya. Beberapa lembaga itu di antaranya, Kemenkum HAM, KPU dan Kemenko Polhukam.
** ass