Bogor | Jurnal Inspirasi
Fakta baru terkuak dalam persidangan kasus korupsi pengelolaan dana BOS SD se-Kota Bogor di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, akhir pekan lalu. Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Rade Satya Parsaoran mengatakan bahwa dalam persidang tersebut pihaknya menghadirkan saksi seorang pengawas sekolah dari lingkup Dinas Pendidikan.
“Jadi kami menghadirkan seorang saksi pengawas sekolah. Dalam kesaksiannya dia mengaku telah diberi uang oleh terdakwa JRR (kontraktor) sebesar Rp200 ribu,” ujar Rade kepada wartawan, baru-baru ini.
Namun, kesaksian tersebut dibantah oleh JRR. Pasalnya, kata Rade, terdakwa mengaku telah memberi uang sebesar Rp78 juta yang diberikan selama beberapa kali, sehingga apabila ditotalkan jumlahnya segitu. Itu untuk biaya operasional. Tapi pernyataan JRR dibantah saksi,” ungkapnya.
Selain itu, kata Rade, dalam persidangan juga terkuak bila lembar soal dikerjakan oleh pengawas sekolah atas instruksi Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S). Padahal, sambung Rade, seharusnya lembar soal dibuat di masing-masing sekolah. “Pembuatan soal itu, kerap dikerjakan di kantor JRR,” ucap pria yang hobi memelihara arowana itu.
Lebih lanjut, Rade menegaskan bahwa sidang lanjutan kasus korupsi BOS akan kembali dilaksanakan pada Senin (1/3), dengan agenda mengkonfrontir keterangan ketujuh terdakwa. “Besok (hari ini, red) keterangan ketujuh terdakwa akan dikonfrontir secara keseluruhan. Ya, bisa juga disebut sidang saksi mahkota,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Cakra Yudha mengatakan bahwa perkara itu bermula saat 211 SD di Kota Bogor menerima dana BOS pada 2017 senilai Rp69 miliar lebih, 2018 Rp70 miliar lebih dan 2019 Rp67 miliar lebih.
Dana tersebut salah satunya dipakai untuk pengadaan naskah soal ujian. Saat itu, terdakwa JR Risnanto yang merupakan kontraktor meminta menjadi rekanan penyedia penggandaan naskah soal ujian sekolah dasar se-Kota Bogor 2017 senilai Rp22 miliar lebih.
“Taufan Hermawan, almarhum, sebagai Ketua K3S Kota Bogor 2017-2020 menyampaikan pada JR Risnanto bahwa dari harga yang nantinya akan dimuat dalam kontrak kerjasama, tidak seluruhnya dibayarkan, tetapi bakal ada potongan untuk operasional sekolah,” ujar Cakra.
Kata dia, pengadaan soal ujian dikoordinir oleh Taufan Hermawan bersama-sama K3S tiap kecamatan, mengenai soal ujian UTS semester genap, UKK semester genap, try out I hingga III pada semester genap. Kemudian, ujian sekolah semester genap, UTS semester ganjil dan UAS semester ganjil selama 2017-2018-2019 bagi sebagian besar SD Negeri yang menguras biaya hingga Rp22 miliar dari dana BOS. “JR Risnanto melainkan hanya Rp12 miliar lebih. Dengan demikian terdapat selisih sebesar Rp 9,8 miliar lebih,” ungkapnya.
Kemudian selisih anggaran itu dibagikan ke sejumlah pihak. Dengan rincian tahun anggaran 2017-2019 yakni Taufik Hermawan menerima dan bertanggung jawab atas dana Rp2,5 miliar lebih, Gunarto sebesar Rp399 juta lebih, H Basor sebesar Rp236 juta lebih, Dedi S sebesar Rp349 juta lebih, M Wahyu sebesar Rp255 juta lebih.
Lantas, kata dia, Subadri Rp389 juta lebih, Dede M Ilyas Rp349 juta lebih dan seluruh kepala sekolah yang turut mengikuti pengadaan soal yang dikoordinir pengurus K3S Kota Bogor menerima dana Rp4 miliar lebih.
Lebih lanjut, sambung dia, berdasarkan audit Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat anggaran yang dikeluarkan Rp22 miliar lebih untuk pengadaan naskah soal selama 2017-2019 dikurangi penghitungan nilai wajar sebesar Rp4,9 miliar lebih. “Hasil audit Inspektorat Jenderal Kemendikbud menentukan kerugian negara dalam pengadaan naskah soal ujian selama 2017 hingga 2019 sebesar Rp17,1 miliar lebih.
Cakra menyatakan, ketujuh terdakwa didakwa dengan dakwaan primair lasal 2 (1) jo Pasal 18 dan subsidair pasal 3 jo pasal 18 Undang Undang (UU) Tipikor.
“Dalam pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta atau paling banyak Rp1 miliar,” jelas Cakra.
Sedangkan di pasal 3, kata dia, menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun. “Atau denda paling sedikit Rl50 juta dan maksimal Rp1 miliar,” ucap Cakra.
Diketahui, enam Ketua K3S yang menjadi terdakwa itu adalah G, mantan Kepala SD Ciluar II Kecamatan Bogor Utara, B PNS guru, D selaku Kepala SD Negeri Gunung Batu I, MW Kepala SDN Panaragan I Kecamatan Bogor Tengah, SB Kepala SDN Bondongan Kecamatan Bogor Selatan dan DMI selaku Kepala SDN Bangka III Kecamatan Bogor Timur.
** Fredy Kristianto