Jakarta | Jurnal Inspirasi
Pada Selasa, 20 Oktober 2020, tepat satu tahun Jokowi-Ma’ruf Amin memimpin di periode kedua. Pada momen satu tahun ini, publik menyoroti berbagai aspek dari duet kepemimpinan Jokowi-Maruf. Pada saat kampanye Pilpres 2019, Jokowi-Ma’ruf memiliki sejumlah janji yang mereka tawarkan kepada masyarakat Indonesia. Janji-janji tersebut dituangkan oleh Jokowi-Ma’ruf dalam visi-misinya hingga membuat sebagian besar Warga Negara Indonesia memilih duet ini.
Namun belakangan publik banyak yang tidak puas, sebut saja soal penanganan radikalisme, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kerusuhan di Papua, masalah korupsi dan KPK, pertumbuhan ekonomi serta beberapa hal lainnya. Tentu publik menyoroti warisan masalah di periode pertama jika muncul kembali di periode kedua.
Pengamat teroris Al Chaidar menilai penanganan radikalisme dan terorisme di periode pertama Jokowi terbilang payah. Ia menilai hal itu terjadi karena Jokowi tidak serius menangani persoalan yang satu ini. “Memang payah rezim Jokowi. Dalam menangani soal HAM, terorisme, dan lingkungan,” ujar Al Chaidar.
Al Chaidar menuturkan salah satu penyebab payahnya penanganan terorisme di Indonesia disebabkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia menilai UU itu dibuat hanya untuk melindungi aparat.
Tak hanya itu, ia menilai program deradikalisasi yang saat ini berjalan juga sudah nyata gagal untuk meredam terorisme di Indonesia. Seharusnya Jokowi lebih mengedepankan program humanisasi dan kontra wacana.
Satu-satunya yang selalu dibanggakan Jokowi di periode pertama adalah pembangunan infrastruktur. Jokowi memang gencar membangun infrastruktur dari barat hingga ke timur Indonesia. Mulai dari pembangunan ribuan kilometer jalan tol dari Trans Sumatera, Trans Jawa, hingga Trans Papua.
Lalu pembangunan rel kereta api yang mencapai 754,59 km serta rehabilitasi jalur kereta api sepanjang 413,6 km di Jawa dan Sumatera. Belum lagi pembangunan jalur kereta api di Sulawesi yang akan menghubungkan Kota Makassar hingga Parepare sepanjang sepanjang 145 km.
Hingga terakhir, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta serta Light Rail Transit (LRT) di Palembang dan Jakarta. Meski pembangunan dilakukan oleh pemerintah daerah, namun proyek transportasi berbasis rel itu dikerjakan melalui sinergi dengan pemerintah pusat.
Namun masalah lain dalam periode pertama Jokowi adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla)di periode pertama Jokowi. Asap membubung tinggi ke langit di berbagai daerah, khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Asap karhutla ini bahkan sampai memakan korban jiwa.
Greenpeace menilai itu dampak dari pemerintah yang lemah dalam penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti membakar hutan dan lahan.
Pemerintah juga dinilai cenderung pasif terhadap perusahaan yang sudah divonis tetapi belum membayar ganti rugi. Walhasil, perusahaan lain menjadi tidak takut untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan serta tindakan lainnya.
Dari 11 perkara perdata karhutla dan pembalakan liar itu, negara seharusnya mendapat ganti rugi dan pemulihan lingkungan sebesar Rp18,9 triliun. Namun, ironisnya, belum ada sepeser rupiah pun yang masuk ke kas negara hingga saat ini.
Janji penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dikumandangkan Jokowi pada 2014 juga tidak bisa direalisasikan. Penanganan HAM ini juga menjadi PR Jokowi pada periode kedua. Soal ini, Komisi Nasional (Komnas) HAM sudah memberikan rapor merah pada pemerintahan Jokowi-JK ihwal penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu pada Oktober 2018 silam.
“Nilai merah untuk kasus yang HAM berat. Itu yang paling parah sama sekali tidak ada pergerakan, enggak ada kemajuan,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Demikian juga dengan Revolusi Mental. Selama periode pertama Jokowi, program Revolusi Mental belum membuahkan hasil, jika tidak ingin dikatakan gagal. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai Revolusi Mental yang dicanangkan dan dilaksanakan Jokowi di periode pertama memang belum berjalan optimal. Hasilnya pun jadi tak maksimal.
Dia mengamini bahwa pemerintah sudah mengonsep sedemikian rupa. Berbagai program dan peraturan turunan pun telah diterbitkan. Namun, perilaku aparatur sipil negara (ASN) masih belum berubah secara signifikan.
Sementara Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) menjadi satu dari sekian masalah lain peninggalan periode pertama Jokowi. Gelombang penolakan terhadap Revisi UU KPK datang silih berganti. Dari masyarakat awam, pegawai KPK, aktivis anti-korupsi, hingga mahasiswa.
Aksi unjuk rasa juga dilakukan beberapa kali. Tak jarang aksi-aksi itu berujung kericuhan. Namun nyatanya pemerintah dan DPR seolah ‘tutup kuping dan mata’. DPR tetap mengesahkan Revisi UU KPK menjadi UU pada 17 September lalu. Jokowi pun didesak untuk segera menerbitkan Perppu KPK karena banyak pihak menilai UU KPK yang baru memuat aturan-aturan yang dapat melemahkan KPK.
Lalu sistem zonasi dalam PPDB juga tak ketinggalan menjadi perhatian di periode pertama Jokowi. Sistem zonasi ini pertama kali diterapkan pada 2017 lalu. Meski ada penolakan, terutama orang tua siswa, Kemendikbud kembali menerapkan sistem serupa pada 2018 dan 2019.
Sistem zonasi mewajibkan sekolah tingkat SD hingga SMA/SMK menerima siswa baru berdasarkan domisili. Sekolah harus memprioritaskan calon siswa yang tinggal dekat dengan sekolah tersebut. Bukan berdasarkan nilai yang dimiliki siswa.
Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuraza Azzahra, pemerintahan Jokowi periode kedua mesti menekankan pemerataan infrastruktur pendidikan dan kualitas guru. Dengan begitu, manfaat dari sistem zonasi dapat dirasakan secara menyeluruh dan semua siswa mendapat kualitas pendidikan yang sama.
Visi-misi Jokowi-Ma’ruf saat Kampanye
(KPU.go.id)
Visi Jokowi-Ma’ruf adalah: “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, berlandaskan gotong royong” Visi itu dipaparkan menjadi sembilan butir misi:
1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia. Hal ini meliputi:
– Mengembangkan Sistem Jaringan Gizi dan Tumbuh Kembang Anak
– Mengembangkan Reformasi Sistem Kesehatan
– Mengembangkan Reformasi Sistem Pendidikan
– Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi
– Menumbuhkan Kewirausahaan
– Menguatkan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing. Hal ini meliputi:
– Memantapkan Penyelenggaraan Sistem Ekonomi Nasional yang Berlandaskan Pancasila
– Meningkatkan nilai tambah dari pemanfaatan infrastuktur
– Melanjutkan Revitalisasi Industri dan Infrastruktur Pendukungnya untuk Menyongsong Revolusi Industri 4.0
– Mengembangkan Sektor-Sektor Ekonomi Baru
– Mempertajam Reformasi Struktural dan Fiskal
– Mengembangkan Reformasi Ketenagakerjaan
3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan. Hal ini meliputi:
– Redistribusi Aset Demi Pembangunan Berkeadilan
– Mengembangkan Produktivitas dan Daya Saing UMKM Koperasi
– Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan
– Mengembangkan Reformasi Sistem Jaminan Perlindungan Sosial
– Melanjutkan Pemanfaatan Dana Desa untuk Pengurangan Kemiskinan dan Kesenjangan di pedesaan
– Mempercepat Penguatan Ekonomi Keluarga
– Mengembangkan Potensi Ekonomi Daerah Untuk Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah
4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan. Hal ini meliputi:
– Penggembangan Kebijakan Tata Ruang Terintegrasi
– Mitigasi Perubahan Iklim
– Penegakan Hukum dan Rehabilitasi Lingkungan Hidup
5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. Hal ini meliputi:
– Pembinaan Ideologi Pancasila
– Revitalisasi Revolusi Mental
– Restorasi Toleransi dan Kerukunan Sosial
– Mengembangkan Pemajuan Seni-Budaya
– Meningkatkan Kepeloporan Pemuda dalam Pemajuan Kebudayaan
– Mengambangkan Olahraga untuk Tumbuhkan Budaya Sportifitas dan Berprestasi.
6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan tepercaya. Hal ini meliputi:
– Melanjutkan Penataan Regulasi
– Melanjutkan Reformasi Sistem dan Proses Penegakan Hukum
– Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
– Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan HAM
– Mengembangkan Budaya Sadar Hukum
7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga. Hal ini meliputi:
– Melanjutkan Haluan Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif
– Melanjutkan Transformasi Sistem Pertahanan yang Modern dan TNI yang Profesional
– Melanjutkan Reformasi Keamanan dan Intelejen Yang Profesional dan Terpercaya
8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan tepercaya. Hal ini meliputi:
– Aktualisasi Demokrasi Pancasila
– Mengembangkan Aparatur Sipil Negara yang Profesional
– Reformasi Sistem Perencanaan, Penganggaran, dan Akuntabilitas Birokrasi
– Reformasi Kelembagaan Birokrasi Yang Efektif dan Efisien
– Percepatan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
– Reformasi Pelayanan Publik
9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan. Hal ini meliputi:
– Menata Hubungan Pusat Dan Daerah Yang Lebih Sinergis
– Meningkatkan Kapasitas Daerah Otonom dan Daerah Khusus/Daerah Istimewa dalam Pelayanan Publik dan Peningkatan Daya Saing Daerah
– Mengembangkan Kerjasama Antar Daerah Otonom dalam Peningkatan Pelayanan Publik dan Membangun Sentra-Sentra Ekonomi Baru.
** ass