jurnalinspirasi.co.id – Belasan petani di Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor tengah mencari keadilan. Tanah hak milik mereka dari program redistribusi dari pemerintah raib. Sedangkan di atasnya, kini berdiri bangunan-bangunan komersil seperti vila, resort, dan cafe.
Beragam upaya telah mereka lakukan untuk mendapatkan haknya. Hingga akhirnya kini mereka meminta bantuan ke Kantor Hukum/Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Hade Suseno, S.H dan Partners.
“Sudah ada 13 warga petani yang menandatangani surat kuasa dan mengadukan nasib mereka kepada kami. Kami pun sudah melakukan investigasi sejak Desember 2024 mengenai permasalahan yang menimpa mereka,” ujar Kuasa Hukum Petani Pancawati, H Dede Supardi, S.H., dalam konferensi pers, Senin (8/12/2025).
H Dede Supardi mengungkapkan kronologis kepemilikan tanah petani Pancawati diperoleh dari hasil Program Redistribusi oleh Kementerian ATR/BPN semasa dipimpin menteri Ferry Mursyidan Baldan pada tahun 2016. Program Redistribusi tanah eks SHGB PT RSB yang berakhir tahun 2.000 ini sebagian dibagikan kepada masyarakat Desa Cimande, Desa Pancawati, dan Cibedug
“BPN telah mengeluarkan surat keterangan resmi yang berisi daftar penerima Program Redistribusi. Ada 21 orang yang sampai saat ini belum menerima SHM Redistribusi. Salah satunya adalah Jana Raharja. Tapi sekarang faktanya di atas tanah Jana Raharja dan belasan petani lainnya kini secara fisik tanah telah sudah dikuasai pihak lain dan telah beralih fungsi, dan berdiri bangunan-bangunan komersil serta vila, resort, dan cafe,” terangnya.
Padahal, lanjut H Dede, sesuai aturan tanah sertifikat hak milik (SHM) hasil redistribusi dilarang diperjualbelikan, dialihtangankan, atau dibalik nama selama 10 tahun. Pun, tak boleh dimiliki oleh orang yang bukan berdomisili di desa setempat.
“Jadi, banyak warga yang punya tanah sejak lama namun tak menerima SHM Redistribusi. Mereka malah diusir, tanamannya dirusak dan dibakar oleh oknum-oknum mafia tanah. Tanah milik warga kemudian dijual ke investor,” tegasnya.
H Dede pun kemudian mempertanyakan terbitnya izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) terhadap bangunan-bangunan di atas tanah redistribusi tersebut.
“Kalau ada (PBG) apa alas haknya? Bagaimana bisa juga tanah yang berstatus kawasan pertanian produktif (LSD/LP2B/KP2B) bisa terbit PBG,” tandasnya.
Di tempat yang sama, aktivis sosial dan kemasyarakatan, Oman Pribadi, menegaskan komitmennya untuk terus mengawal dan mendampingi para petani korban mafia tanah di Desa Pancawati.
“Petani dizolimi oleh para pengusaha. Jangan malah mereka yang ditindas dan dilaporkan. Bersama LBH Hade Suseno kami siap terus mendampingi para petani. Dalam waktu dekat kami juga akan beraudiensi dengan Bupati Bogor,” katanya.
Oman menyatakan, pihaknya tidak mundur membela para petani hingga mendapat keadilan. “Kami tidak peduli siapa pun di belakang mereka para mafia tanah. Hukum harus tegak setegak-tegaknya. Tak ada yang kebal hukum di negeri ini. Kami berkomitmen akan selalu didepan membela masyarakat yang tertindas, siapa pun di belakangnya,” imbuhnya.
(Dadang Supriatna)

