Jurnalinspirasi.co.id – Untuk ketujuh kalinya dalam sejarah medis, seorang pasien yang menderita HIV sekaligus kanker berhasil bebas dari virus HIV. Seperti sebagian besar kasus sebelumnya, kesembuhan ini terjadi setelah pasien menerima transplantasi sel punca yang awalnya ditujukan untuk mengatasi kanker, bukan HIV.
Sel punca adalah sel yang belum terspesialisasi dengan kemampuan untuk memperbarui diri dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel khusus dalam tubuh, seperti sel otot, sel darah, dan sel otak. Fungsi utamanya adalah sebagai sistem perbaikan alami tubuh dengan menggantikan sel-sel yang rusak atau mati (sumber;kemenkes).
Pengumuman ini bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia. Tentunya menjadi begitu penting karena sel punca dari donor pada kasus ini awalnya dianggap kurang menjanjikan dibandingkan kasus sebelumnya, namun justru membuka harapan agar metode ini bisa diterapkan lebih luas.
Perkembangan obat-obatan yang semakin baik membuat infeksi HIV tidak lagi menjadi hukuman mati seperti dulu. Pasien di negara dengan sistem kesehatan yang baik, atau mampu membeli obat-obatan, kini bisa hidup normal dengan gejala yang minim bahkan tidak terasa sama sekali.
Namun mereka tetap membawa virus HIV dan risiko berkembangnya AIDS menjadi tinggi jika suplai obat terhenti, seperti yang terjadi pada jutaan orang akibat pemotongan dana USAID.
Bagi sebagian kecil orang, yang jumlahnya perlahan bertambah, HIV kini menjadi sesuatu yang ‘pernah dimiliki’, bukan lagi ‘dimiliki’. Pada tujuh kasus yang tercatat, hal ini terjadi karena pasien juga menjalani perawatan kanker, terutama leukemia.
Dilansir dari laman IFL Science, fenomena yang terdengar kontradiktif ini pertama kali muncul pada 2008, ketika pria asal Berlin, Jerman bernama Timothy Ray Brown yang telah hidup dengan HIV selama lebih dari 13 tahun menjalani dua kali transplantasi sel punca untuk leukemia mieloid akut (AML).
Keberuntungan Brown adalah donor sel punca memiliki mutasi langka pada kedua salinan gen yang menghasilkan reseptor CCR5, sebuah protein pada permukaan sel imun yang bisa menjadi pintu masuk HIV.
Orang dengan mutasi ini (disebut CCR5 Δ32) memiliki reseptor lebih kecil dari rata-rata populasi, membuat virus HIV hampir tidak bisa masuk ke sel. Walaupun diketahui orang dengan mutasi ini sebagian besar kebal terhadap HIV.
Ini merupakan fakta bahwa transplantasi sumsum tulang dapat menularkan perlindungan. Kabar ini benar-benar mengejutkan dunia medis. Brown pun tetap bebas HIV hingga kini.
Sebelum obat antiretroviral tersedia, keberhasilan Brown sempat dianggap sebagai kemungkinan revolusi pengobatan. Namun transplantasi sel punca sangat mahal, menyakitkan, dan berisiko tinggi, sehingga obat-obatan tetap menjadi pilihan utama bagi pasien HIV tanpa kondisi kanker.
Ketika pasien HIV lain membutuhkan kemoterapi dan transplantasi sel punca untuk limfoma Hodgkin, ditemukan donor dengan gen CCR5 Δ32. Pasien ini dinyatakan sembuh pada 2020, dan sejak itu beberapa kasus serupa tercatat.
Mencari donor sel punca yang cocok memang sulit, apalagi jika harus memiliki ketahanan terhadap HIV.
Namun dalam kasus terbaru, donor hanya membawa satu salinan gen CCR5 Δ32 dan satu salinan normal. Awalnya dianggap tidak akan membuat perbedaan, karena reseptor pada sel donor tampak normal menunjukkan gen CCR5 Δ32 bersifat resesif.
Pria berusia 60 tahun ini didiagnosis HIV pada 2009 dan mulai menjalani pengobatan leukemia mieloid akut pada 2015. Enam tahun setelah berhenti mengonsumsi obat antiretroviral, tidak ada jejak HIV yang ditemukan dalam selnya.
Jika satu salinan gen CCR5 Δ32 ternyata cukup untuk memberikan perlindungan, jumlah donor potensial bisa meningkat drastis, karena lebih banyak orang membawa satu salinan dibandingkan dua.
Meski kabar ini menggembirakan, kesuksesan ini belum tentu mudah diulang. Ia tetap memiliki satu salinan gen biasa, sehingga gen tunggal tersebut tidak mencegah infeksi awalnya.
Bagaimana satu salinan gen bisa memberikan efek besar masih menjadi misteri, dan ini menjadi tantangan besar dalam penelitian selanjutnya.
Selain transplantasi dengan CCR5 Δ32, ada klaim pasien yang sembuh hanya dengan kombinasi obat, meski kontroversial.
Ada juga satu pasien yang sembuh setelah transplantasi sel punca dari donor tanpa gen CCR5 Δ32 menunjukkan kemungkinan mekanisme lain yang belum dipahami.
Penelitian terbaru ini dipublikasikan di jurnal Nature, bersamaan dengan dua studi lain tentang kemajuan terapi HIV. Salah satunya menggunakan imunoterapi kombinasi pada 10 orang dengan HIV, tujuh pasien berhasil menekan virus tetap rendah setelah berhenti obat antiretroviral. Studi lainnya memberi petunjuk untuk mengidentifikasi faktor yang bisa membuat imunoterapi kombinasi lebih efektif di masa depan. (ded)

