jurnalinspirasi.co.id – Pengajuan mebel dan sarana prasarana (sarpras) gedung sekolah SDN Citeko 3 Cisarua, Kabupaten Bogor yang telah disampaikan sejak lama oleh pihak sekolah hingga kini belum mendapat respons dari Dinas Pendidikan (Disdik). Kondisi ini membuat proses belajar mengajar terganggu, terlebih sejumlah fasilitas mengalami kerusakan berat dan membutuhkan penanganan segera.
Kepala Sekolah SDN Citeko 3, Dewi Rexar Giri Kusumah, M.Pd., menjelaskan bahwa pihaknya telah berulang kali mengajukan permohonan perbaikan dan pengadaan sarpras, termasuk genting yang rusak mencapai ribuan unit serta kebutuhan mebel yang menjadi penunjang utama kegiatan belajar.
“Genting yang rusak itu jumlahnya sekitar 5.000 genting. Sudah lama kami ajukan, tapi sampai sekarang belum juga mendapat respons,” ujar Dewi dalam keterangannya.
Karena tidak adanya kepastian dari Dinas Pendidikan dan kondisi atap yang terus memburuk, pihak sekolah terpaksa melakukan langkah darurat dengan menggunakan dana BOS, memanfaatkan ruang kebijakan 20% yang diperbolehkan untuk kebutuhan sarana prasarana.
“Anggarannya sebenarnya sudah masuk rencana tahun 2026, tapi kondisinya terlalu urgen. Kami akhirnya memakai dana BOS dulu agar kelas tidak bocor dan tidak membahayakan siswa,” tambah Dewi.
Perbaikan dilakukan secara swadaya tanpa melibatkan kontraktor, dengan alasan agar proses lebih cepat dan efisien. Hingga kini, empat ruangan berhasil diperbaiki melalui gotong-royong, memprioritaskan keselamatan siswa.
Dewi juga mengungkapkan bahwa kebutuhan mebel seperti kursi, meja, dan perangkat pembelajaran lainnya sudah sangat mendesak. Banyak fasilitas yang sudah tidak layak pakai karena usia pemakaian yang panjang. Bahkan pengajuan sarana layar besar dari program Presiden Prabowo Subianto hingga kini belum memiliki kejelasan.
Selain itu, sekolah juga mengajukan penambahan ruang kelas karena saat ini siswa harus belajar dengan sistem bergiliran—sebagian masuk pagi, sebagian masuk siang—akibat terbatasnya ruang belajar.
Pihak sekolah telah melakukan pendataan dan pengajuan melalui berbagai metode, termasuk menggunakan Google Form serta berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat agar pengajuan tidak kembali diabaikan.
Namun hingga kini, Dewi mengaku belum melihat tanda-tanda bahwa pengajuan tersebut akan segera diproses.
“Sudah berkali-kali kami sampaikan, baik secara lisan maupun melalui berkas resmi. Harapan kami, Disdik bisa cepat merespons karena ini menyangkut kenyamanan dan keselamatan anak-anak,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pihak sekolah siap mengikuti seluruh prosedur, verifikasi, hingga pengecekan lapangan kapan pun diperlukan. Komite sekolah, masyarakat sekitar, serta orang tua murid juga meminta Dinas Pendidikan segera turun tangan karena kondisi bangunan sudah bertahun-tahun tidak mengalami pembenahan menyeluruh.
Pihak sekolah berharap agar usulan sarpras dapat masuk dalam prioritas anggaran dan tidak lagi tertunda.
“Kami sudah ajukan melalui Musrenbang, tetapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan direspons. Padahal kebutuhan semakin meningkat setiap tahun,” tutup Dewi.
(Dadang Supriatna)

