jurnalinspirasi.co.id – Suasana semarak penuh warna tampak di halaman SMPN 1 Leuwiliang, Kabupaten Bogor, saat puluhan pelajar berbalut pakaian adat dari berbagai provinsi Indonesia berlenggak-lenggok di atas panggung.
Ada yang mengenakan kebaya Bali, baju bodo khas Sulawesi, hingga busana adat Papua. Semua tampil percaya diri, seolah sedang membawa semangat Sumpah Pemuda hidup kembali di era digital.
Momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 tahun 2025 itu tidak hanya menjadi seremonial tahunan. Di tangan para guru dan siswa SMPN 1 Leuwiliang, peringatan tersebut menjelma menjadi ruang kreatif untuk menumbuhkan nasionalisme lewat lomba pakaian adat, bulan bahasa, dan fashion show kebinekaan.
Kepala Sekolah SMPN 1 Leuwiliang, Dian Sukmawan menjelaskan, sekolah punya tanggung jawab moral untuk menyalakan kembali api perjuangan pemuda yang pernah menyatukan bangsa pada 1928 silam.
“Sudah seyogyanya lembaga pendidikan ikut menyuarakan semangat dan gelora Sumpah Pemuda. Di SMPN 1 Leuwiliang, kami kemas dengan berbagai kegiatan yang menggembirakan, sekaligus sarat makna kebangsaan,” ujar Dian penuh semangat.
Tahun ini, kegiatan peringatan Sumpah Pemuda di sekolah itu mengusung tema “Lestarikan Bahasa, Majukan Budaya Menuju Indonesia Jaya.”
Tema tersebut, kata Dian, sejalan dengan tantangan zaman yang kian global, di mana generasi muda dituntut untuk tetap mencintai bahasa dan budaya sendiri tanpa kehilangan arah di tengah derasnya arus modernisasi.
“Kami ingin siswa tidak hanya bangga mengenakan pakaian adat, tetapi juga memahami maknanya. Mereka harus tahu, bahasa dan budaya adalah identitas yang harus dijaga,” katanya.
Sebagai sosok yang juga aktif dalam kegiatan kepramukaan Kabupaten Bogor, Dian turut mengingatkan pentingnya peran pemuda sebagai agen perubahan di era digital.
“Perkembangan dunia digital begitu cepat. Pemuda Indonesia harus mampu menjadi pelaku perubahan, bukan sekadar penonton. Momentum Hari Sumpah Pemuda ke-97 ini adalah waktu yang tepat untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan masa depan,” tukasnya.
(Arip Ekon)

