jurnalinspirasi.co.id – Pinisepuh Bogor dari kalangan pengusaha konstruksi Tb Nasrul Ibnu HR menilai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor lamban merespons keluhan penyedia jasa konstruksi dalam penutupan tambang yang berdampak pada krisis kelangkaan material alam untuk pembangunan jalan dan jembatan.
“Dinas PUPR setahu saya sudah mengetahui kesulitan para penyedia jasa saat ini yang mengalami kelangkaan bahan material alam untuk ready mix beton karena tambang batunya ditutup Gubernur. Tapi kenapa Dinas PUPR lambat merespons kesulitan itu,” ujar Tb Nasrul Ibnu HR kepada Jurnal Bogor, Rabu (22/10/2025).
Tb Nasrul menilai harusnya DPUPR merespons cepat dengan menerbitkan kebijakan yang pro pada pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Bogor. Meskipun sudah berkonsultasi dengan berbagai pihak seperti LKPP, Inspektorat dan bagian hukum Setda, hingga kini DPUPR belum menerbitkan kebijakan atas krisis yang terjadi.
“Kalau sudah konsultasi ke berbagai pihak kan sudah bisa diketahui bahwa saat ini sedang ada krisis bahan baku material. Sudah hampir sebulan belum ada kebijakan terobosan atas krisis ini,” tegas Ketua BPD Gapensi Jawa Barat.
Seharusnya DPUPR proaktif melakukan inspeksi dan meninjau setiap lokasi pekerjaan dengan memberdayakan konsultan pengawas pekerjaan untuk meneliti apakah pada lokasi tersebut terdampak atau tidak paska penutupan tambang.
“Dan apabila terdampak, maka harus ada langkah-langkah antisipatif untuk menyelamatkan pekerjaan yang notabene merupakan program pemerintah daerah,” ujar pria yang akrab disapa Ngkong di kalangan jurnalis senior Bogor.
Tb Nasrul menilai, para pekerja di DPUPR memiliki kelemahan dalam memahami kontrak pekerjaan yang mereka buat sendiri. Di dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak tertulis sejumlah ketentuan termasuk kondisi saat krisis seperti saat ini.
“Di SSUK sudah tertulis bahwa jika ada kondisi tertentu yang berakibat pada pelaksanaan pekerjaan ada status yang bisa dikenakan yakni kompensasi waktu karena ada kelangkaan material alam,” ujar mantan Ketua Kadin Kabupaten Bogor.
Masalahnya saat ini DPUPR kurang paham dokumen kontrak pekerjaan. “Kontrak pekerjaan itu jelas. Tinggal pejabatnya mau baca nggak dokumen kontrak yang tertuang dan ditandatangani kedua pihak. Itu dokumen hukum lho,” tegas pria yang akrab disapa Ayah di kalangan pengusaha konstruksi Jawa Barat.
Selain itu, Nasrul mengungkap saat sudah melaksanakan pekerjaan dan menagih progres juga dipersulit. Padahal itu adalah hak penyedia jasa.
“Sepertinya DPUPR tidak pernah melakukan evaluasi berjenjang atas pelaksanaan pekerjaan yang sedang berjalan sampai pada pembayaran. Mereka semua nggak dikasih uang muka, tapi saat penagihan pembayaran progres jangan dipersulit dong. Kinerja PUPR ini musti dievaluasi terus menerus agar ada perbaikan lebih baik lagi,” tegas ayah 4 anak ini.
(Herry Setiawan)